jpnn.com - JAKARTA - Wacana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tak selamanya dicerca dan dikritik. Sejumlah akademisi dan praktisi memberikan dukungan, serta menilai kebijakan pemerintah mencabut subsidi BBM merupakan langkah tepat.
Dari kalangan akademisi, enam pimpinan perguruan tinggi di Makassar menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Mereka juga berjanji akan berusaha memberikan penjelasan terbaik kepada mahasiswa di Makassar, yang belakangan sedang getol melakukan demonstrasi menolak agenda kenaikan BBM.
BACA JUGA: Kebijakan Menteri Susi Dicap Kontradiktif dengan Kondisi Nelayan
Keenam pimpinan perguruan tinggi tersebut adalah Prof Dr Dwia Aries Tina (Rektor Universitas Hasanuddin/Unhas), Prof Dr Arismunandar (Rektor Universitas Negeri Makassar/UNM), Prof Dr H A Qadir Gasing (Rektor Universitas Islam Negeri/UIN), Prof Dr Masrurah Mochtar (Rektor Universitas Muslim Indonesia/UMI), Dr Irwan Akib MPd (Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar/Unismuh) dan Prof Dr Saleh Pallu (Rektor Universitas Bosowa 45).
Rektor Unhas Dwia Aries Tina mengaku, siap menjaga unjuk rasa mahasiswa agar selalu berjalan kondusif. Para rektor ini juga mengaku mendukung rencana menaikkan harga BBM subsidi yang akan dilakukan oleh pemerintah.
BACA JUGA: KIH Kuasai DPRD, KMP Tenang
"Ini bukan soal jamin menjamin unjuk rasa. Kami juga mendukung kebijakan pemerintah, karena analisanya jelas dan sudah matang," ujar Dwi di Jakarta, Jumat (14/11).
Dijelaskannya, pihak rektorat sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak agar implementasi kebijakan ini kondusif. Pihaknya juga membuka forum dialog dengan mahasiswa terkait kenaikan harga BBM ini. "Kepada mahasiswa akan dijelaskan, bahwa keputusan itu sudah dilakukan dengan pertimbangan dan analisa yang jelas. Apalagi pemerintah juga berencana akan mengalihkan subsidi BBM ini untuk penambahan anggaran di bidang infrastruktur dan pendidikan," katanya.
BACA JUGA: Menteri Wajib Laporkan LHKPN Paling Lambat Akhir Tahun Ini
Sementara itu, ahli perekonomian asal Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetiantono menilai masyarakat masih akan mampu menjaga daya belinya saat pemerintah mengurangi subsidi BBM dan mengalihkan realokasi anggaran kepada proyek infrastruktur dan program bantuan langsung dengan proporsi yang sama.
“Kalau sampai bisa seperti itu, itu baru dahsyat. Baru nendang,” ujar Tony.
Tony menilai kenaikan harga BBM bersubsidi maksimal sebesar Rp2.500 akan aman bagi inflasi. Bila menggunakan asumsi itu, maka harga per liter menjadi Rp9.000. Dengan demikian, menurut Tony, inflasi 2014 bisa berada di bawah 8 persen dan inflasi 2015 di kisaran 5 persen.
Namun Tony mengajukan syarat, tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) tidak perlu diubah. "Karena nanti perlu dilihat apa ada tekanan terhadap rupiah dan capital outflow (arus modal keluar)," katanya.
Menurut Tony, sudah saatnya pemerintah mengurangi subsidi BBM dan mengalihkan dananya ke sektor produktif atau infrastruktur. Apalagi 80 persen subsidi BBM dinikmati kalangan menengah ke atas. Tony menilai Indonesia harus mau menerapkan harga pasar BBM agar tingkat perekonomian bisa terjaga.
"Di China saja harganya Rp16 ribu per liter. Harga BBM tertinggi ada di Norwegia dan Turki Rp31 ribu per liter. Kenapa tidak ada gejolak? Karena di sana sudah biasa," jelasnya.
Senada dengan Tony, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo pun percaya tingkat harga barang dan jasa di masyarakat tetap terkendali apabila pemerintah menaikkan harga BBM sebagai konsekuensi pengurangan subsidi.
"Kami juga mencoba menjalin komunikasi intensif dengan tim pengendali inflasi daerah untuk mencegah second round effect kenaikan harga BBM," singkatnya. (adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demo Anarkis, Kapolri: Negara tak Boleh Kalah
Redaktur : Tim Redaksi