jpnn.com - JAKARTA - Malang benar nasib ratusan honorer K2 dan tenaga non-ASN di Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat.
Mereka diberhentikan sepihak oleh bupatinya dan malah mengangkat tenaga baru.
BACA JUGA: Kabar Baik dari Istana soal PP Manajemen ASN, Honorer Lulusan SMA Pasti Senang
Dewan Pembina Forum Honorer K2 Teknis Administrasi Indonesia Nur Baitih mengungkapkan dua pekan lalu didatangi honorer K2 dari Solok Selatan.
"Bu Dewi dan Mas Roni, mereka adalah honorer K2 yang datanya memang sudah lama ada di Badan Kepegawaian Negara (BKN) tercatat sebagai honorer K2 pada 2014," terang Bunda Nur, sapaan akrabnya kepada JPNN.com, Jumat (1/12).
BACA JUGA: Butuh 10 Tahun Seluruh Guru Honorer jadi PPPK, Begini Cara Menghitungnya
Dia menceritakan 719 honorer termasuk Dewi dan Roni itu dirumahkan setelah 100 hari kerja bupati terpilih dengan alasan adanya temuan dari inspektorat terkait honorer.
Selain itu, berita penghapusan honorer per 28 November 2023 menjadi salah satu alasan bupati melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
BACA JUGA: Aturan soal Isi Dompet PPPK Sudah Dieksekusi, Wajar Honorer Pengin jadi ASN
"Pemdanya salah paham terhadap SE MenPAN-RB Tjahjo Kumolo, karena bukan penghapusan, tetapi diselesaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," terangnya.
Kini, sudah ada UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN yang menjadi payung hukum bahwa tidak ada penghapusan honorer.
Pemda malah diharuskan menyelesaikan honorer melalui pengangkatan menjadi ASN PPPK penuh waktu maupun paruh waktu.
Honorer K2 makin kecewa ketika bupati mengangkat honorer kembali sebanyak sekitar 500 orang untuk menggantikan yang sudah dirumahkan.
"Sangat tidak adil memang. Pejabat pembina kepegawaian (PPK) memang berhak memberhentikan honorer karena kekuatan hukum honorer tidak kuat, tetapi bukan berarti pemdanya bisa mengangkat honorer baru," kritik Nur Baitih.
Selama dua tahun honorer K2 Solok Selatan berjuang ke Jakarta untuk meminta keadilan, tetapi tidak ada titik terang.
Bunda Nur mengaku mencoba membantu mempertemukan mereka dengan anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera dan benang kusutnya mulai terurai.
Masalah PHK massal honorer ini bahkan dibahas saat raker Komisi II DPR RI dengan MenPAN-RB Azwar Anas pada 13 November 2023.
"Dari situ saya antar mereka ke MenPAN-RB, BKN dan terakhir mereka curhat ke Kantor Staf Presiden (KSP). Alhamdulillah diterima dengan baik dan diberikan arahan yang luar biasa," terangnya.
Pejabat KSP yang ditemui berjanji akan membantu komunikasikan bupati atau sekda agar honorer yang dirumahkan bisa dimasukkan di pendataan. Nantinya pendataan akan dilakukan kembali oleh pemerintah.
Itu karena ada wacana pemerintah memverifikasi data honorer kembali lantaran banyaknya masukan Komisi II akibat banyak (honorer) yang tercecer.
"Jujur agak sedikit kaget kalau didata ulang tentunya pasti akan bertambah jumlahnya dari 2.3 juta bisa menjadi 3 juta," ujarnya.
Jumlah itu belum dikurangi honorer yang ikut tes di 2022 dan lulus optimalisasi pada 2022, bahkan tidak sedikit juga honorer yang ikut tes di 2023.
Apa pun upaya pemerintah dalam penyelesaian honorer menjadi ASN, Bunda Nur mengaku sangat setuju asalkan ini bisa betul-betul menyelesaikan permasalahan status honorer agar tidak ada lagi diskriminasi terhadap teman-teman.
Dia berharap bupati Solok Selatan dan honorer di daerah berkomunikasi sehingga masalah tersebut bisa dicarikan solusi terbaik. Dibutuhkan kedewasaan dan kerendahan hati di antara kedua pihak dalam mencari solusi.
"Saya mengingatkan teman-teman untuk tetap tenang, tidak emosi dan tetap merendah, karena honorer ini pihak memohon. Jadi, ikuti alurnya dan jangan bertindak gegabah," pungkasnya.
Guspardi Gaus Sudah Berteriak
Masalah yang terjadi di Solok Selatan itu pernah diungkapkan Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus saat Rapat Kerja bersama MenPAN-RB Azwar Anas, di Senayan, Senin (13/11).
Guspardi menceritakan kasus di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Dikatakan, ada sejumlah honorer yang sudah mengabdi sejak 2005, tetapi tiba-tiba diberhentikan pada September 2021.
“Mereka diberhentikan, dinolkan, dengan berbagai alasan, karena anggaran, ada temuan,” kata Guspardi.
Setelah sejumlah honorer diberhentikan, beberapa waktu kemudian bupati merekrut ratusan honorer yang baru.
Para honorer yang sudah telanjur diberhentikan itu tidak ikut dimasukkan dalam pendataan di BKN.
Selain itu, kata Guspardi, masih banyak juga honorer yang bertugas jauh dari perkotaan, belum terdata di BKN.
Dengan alasan tersebut, Guspardi mendesak Menteri Azwar Anas melakukan update data honorer.
Menteri Anas diminta membuat kebijakan khusus terkait masalah honorer tercecer, yang belum terdata di BKN, sebelum melakukan pengangkatan menjadi PPPK.
“Perlu ada kebijakan dari pemerintah, dari kita, terhadap berbagai masalah itu,” ujar Guspardi Gaus. (esy/jpnn)
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad