jpnn.com - JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merilis setidaknya telah terjadi 77 kasus kekerasan dan intimidasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sejak April 2013 hingga April 2014.
Menurut Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma, jumlah kekerasan tersebut meningkat luarbiasa jika dibanding peristiwa kekerasan dan intimidasi menjelang pelaksanaan pemilihan Gubernur Aceh 2012 lalu yang hanya 22 kasus dan menjelang pemilu 2009, yang hanya 22 kasus.
BACA JUGA: KA Bandung-Solo Anjlok di Ciawi
“Rilis pertama YLBHI 17 Maret 2014 lalu, jumlah tindak kekerasan mencapai 50 peristiwa. Tapi saat ini meningkat menjadi 77 peristiwa. Artinya sejak 17 Maret sampai 3 April 2014 saja, terjadi 27 peristiwa dalam waktu 16 hari. Ini tentu gambaran kemunduran yang nyata bagi Aceh. Proses berjalannya demokrasi yang terjadi di Aceh harus dibarengi dengan penghormatan hak asasi manusia terhadap sesama warga. Namun faktanya di Aceh saat ini kekerasan begitu vulgar,” ujarnya di Jakarta, Jumat (4/4).
Dari 77 kasus kekerasan yang terjadi, YLBHI merinci pelanggaran pidana berupa pembakaran mobil terjadi lima kasus, intimidasi enam kasus, penembakan empat kasus, pembunuhan dua kasus dan penganiayaan 13 kasus.
BACA JUGA: Polda Aceh Kantongi Identitas Pembunuh Caleg PNA
Selain itu pengrusakan kantor terjadi sebanyak lima kasus, pelemparan mobil satu kasus, penggranatan satu kasus, pelemparan bom dua kasus, penculikan tiga kasus, pembakaran rumah dua kasus, pengrusakan posko partai lima kasus, penembakan posko partai dua kasus dan pembakaran posko partai sebanyak enam kasus.
“Dari aksi kekerasan yang terjadi, korban yang mengalami luka-luka paling banyak dialami politisi maupun simpatisan Partai Nasional Aceh (PNA) sebanyak 39 orang. Kemudian Partai Aceh 17 orang, Partai NasDem 9 orang, PDI Perjuangan 2 orang, PPP 2 orang dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 2 orang,” ujarnya.
BACA JUGA: Berharap KPK Awasi Penyidikan Dana Hibah Porprov Babel
Selain itu aksi kekerasan juga mengakibatkan korban dari Partai Gerindra, PAN, Partai Damai Aceh (PDA), Panitia Pengawas Kecamatan, panitia pemungutan suara dan masyarakat masing-masing satu orang.
Dari berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi, hingga saat ini kata Alvon, baru dua peristiwa yang terungkap. Yakni penganiayaan yang berujung meninggalnya kader PNA di Aceh Utara dan penembakan posko NasDem. Bahkan dalam peristiwa penembakan terungkap pelakunya meminjam senjata dari oknum TNI.
“Untuk mengatasi peristiwa kekerasan, Kapolri mengirimkan 3 SSK Brimob yang jumlahnya 341 personil serta 3 tim pasukan antiteror. Bahkan setelah peristiwa penembakan yang menggunakan Avtomat Kalashnikova (AK) sehingga menelan 3 korban jiwa, Kapolri langsung merespon dengan mengirim satu batalyon tambahan Brimob ke Aceh,” katanya.
Rilis YLBHI juga memerlihatkan untuk sebaran peristiwa kekerasan di Aceh, paling banyak terjadi di Aceh Utara dengan 32 kasus. Disusul Kota Lhokseumawe 11 kasus, Pidie 6 kasus dan Banda Aceh 5 kasus. Selain itu di Aceh Besar dan Aceh Timur masing-masing terjadi 4 kasus, Aceh Selatan 3 kasus dan Bireuen 2 kasus.
“Sebaran daerah tempat terjadinya peristiwa kekerasan juga bertambah. Kalau awalnya hanya di 14 kabupaten/kota, saat ini sudah merembet ke wilayah tengah daerah Aceh. Daerah tersebut yaitu Bener Meriah, Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Peristiwa yang terjadi di Bener Meriah dan Aceh Tenggara yakni peristiwa bentrokan antara kader/simpatisan dari Partai Aceh dan Laskar Pembela Tanah Air (PETA),” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terjunkan Densus 88 Ungkap Penembakan Bireun
Redaktur : Tim Redaksi