92 Persen Setoran Tarif STNK dan BPKB Masuk ke Polri

Senin, 09 Januari 2017 – 05:25 WIB
Warga antre di kantor Samsat. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Kenaikan tarif pengurusan administrasi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) hingga 300 persen, mendapat sorotan dari banyak kalangan.

Pemerintah pun menekankan bahwa sebagian setoran STNK dan BPKB yang masuk dalam pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), akan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

BACA JUGA: Pakar: Negara Harus Melayani Rakyat Jika Tak Mampu

Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menuturkan, 92 persen setoran tersebut akan masuk ke Polri untuk digunakan dalam peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.

"Pertimbangan penyesuaian tarif PNBP di kepolisian ini utamanya untuk peningkatan pelayanan. Sebab, PNBP yang jadi pemasukan Kepolisian itu 92 persen digunakan untuk pelayanan di Polri. Jadi ini kembali ke masyarakat, tidak digunakan untuk yang lain dan hanya boleh digunakan untuk kegiatan pelayanan PNBP,"papar Askolani di Ruang Utama, Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha.

BACA JUGA: Kantor Samsat Sesak Bukan Semata Tarif STNK-BPKB Naik

Sementaranya sisanya yang 8 persen, lanjutnya, masuk ke APBN. Dia menegaskan, setoran tersebut nantinya akan digabung dengan anggaran belanja lainnya. "Jadi bisa untuk pendidikan, dana kesehatan dan juga yang lain,"lanjutnya.

Terkait tujuan kenaikan tarif setoran PNBP di kepolisian tersebut, Askolani menuturkan ada beberapa hal, diantaranya perlu adanya peningkatan fitur keamanan dan material STNK sebagai dokumen berharga pada layanan Samsat tiap daerah hingga seluruh Indonesia.

BACA JUGA: Polisi Tangkap 3 Pelaku Pengeroyokan di Cilincing

Kemudian, juga diperlukan dukungan anggaran untuk melaksanakan peningkatan pelayanan STNK di Samsat.

Ketiga, terkait meningkatnya biaya perawatan peralatan Samsat dan dukungan biaya jaringan agar dapat online seluruh Polres, Polda seluruh Indonesia ke Korlantas Polri (NTMC Polri).

"Berikutnya, perlu adanya modernisasi peralatan komputerisasi Samsat seluruh Indonesia untuk mewujudkan standar pelayanan. Kelima, perlu dukungan anggaran untuk pembangunan sarana dan prasarana kantor Samsat seluruh Indonesia agar berstandar nasional,"paparnya.

Sementara dasar kenaikan setoran tarif STNK dan BPKB tersebut, Askolani menjelaskan adanya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang menyebutkan bahwa selama ini pungutan di Polri tidak memiliki dasar hukum.

"BPK selama ini dalam mengaudit juga masih menemukan kelemahan, penetapan pemungutan tidak ada dasar hukumnya. Kedua, kalau kita memungut tidak sesuai tarifnya itu juga jadi temuan BPK," kata Askolani.

Selain itu, kata Askolani, Dasar lain, biaya administrasi untuk pengurusan BPKB, SNTK dan lain sebagainya di Samsat belum ada penyesuaian sejak 2010.

Padahal biaya bahan baku setiap tahun selalu naik. Namun, dia menegaskan bahwa tidak ada kenaikan pajak kendaraan bermotor.

"Biaya BPKB itu lima tahun sekali, bukan setahun sekali. Jadi bukan (kenaikan) biaya yang berlaku setiap tahun. Penyesuaian tarif ini bisa dibandingkan dengan biaya publik yang makin meningkat,"imbuhnya.

Soal penentuan kenaikan tariff STNK dan BPKB, Askolani menuturkan, usulan awal berasal dari Polri. Secara tersirat, dia menyatakan, usulan kenaikan tariff yang diajukan Polri lebih tinggi dari yang telah disepakati pemerintah.

Dalam pembahasan di Kemenkopolhukam, disetujui adanya penurunan besaran tariff STNK dan BPKB yang diusulkan polri.

“Usulan dari Polri karena semua usulan tariff PNBP itu dari K/L (Kementrian/Lembaga). Sebenarnya kalau dari pembahasan di Kemenkopolhukam, pas pembahasan itu banyak (usulan tariff) yang diturunkan,”ujarnya.

Askolani juga mengakui jika proses pembahasan kenaikan tariff STNK dan BPKB, memakan waktu yang cukup lama dari biasanya. “Pada umumnya itu cuma 3-4 bulan, tapi ini sampai 15 bulan prosesnya,”imbuhnya.

Hal tersebut didukung oleh pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menerangkan, kesalahan pemerintah dalam hal ini adalah buruknya sosialisasi kepada masyarakat.

Padahal, kebijakan baru tersebut dinilai tak seburuh yang dikira. ’’Ini kan bukan beban yang ditanggung oleh masyarakat setiap bulan atau tahun. Tetapi, biaya yang ditambahkan jika orang ingin membeli atau memindahkan wilayah kendaraan mereka,’’ jelasnya.

Apalagi, lanjut dia, kenaikan tersebut dibarengi dengan janji untuk pemutakhiran sistem layanan kepolisian.

Mulai dari pengurusan berkas STNK online hingga tilang online. Hal tersebut tentu berkaitan dengan keinginan lama masyarakat untuk menghapus praktek calo dan pungli di Indonesia.

’’Daripada uang itu masuk calo, lebih baik masuk ke dana peningkatan layanan Polri. Kalau ternyata tidak meningkat, baru nanti dipertanyakan lagi,’’ ungkapnya.

Di sisi lain, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi tidak setuju dengan keputusan tersebut.

Menurutnya, alasan Menkeu dalam menaikkan tarif pembuatan STNK dan BPKB karena inflasi kurang tepat. Pasalnya, STNK dan SIM bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi.

’’Alasan inflasi akan tepat jika produk tersebut adalah produk ekonomi komersial yang berbasis cost production dan benefit. Atau setidaknya produk yang dikelola oleh BUMN,’’ jelasnya.

Namun, jika memang harus ada kenaikan, dia menegaskan harus ada jaminan untuk meningkatkan pelayanan.

Kenaikan itu harus paralel dengan reformasi pelayanan angkutan umum di seluruh Indonesia. Hal tersebut harusnya menjadi penyaluran visi pemerintah untuk mendorong migrasi ke angkutan umum.

Sementara itu, kenaikan tarif STNK dan BPKB direspon beragam oleh masyarakat. Ada yang keberatan dan ada juga yang tidak. Salah satu lokasi pengurusan perpanjang pajak tahunan motor di Jakarta adalag di mal Gandaria City.

Dian Warastuti warga Jakarta Selatan mengatakan saat ini memang sedang ramai masyarakat merespon keberatan soal kenaikan biaya pengesahan dan pembuatan STNK serta pengurusan BPKN.

Namun ibu satu anak yang akan mengurus pajak motor itu menilai kenaikan tarif masih dalam jangkauannya.

Menurut dia kenaikan BPKB dan STNK adalah jenis kenaikan layanan jasa. Bukan kenaikan harga konsumsi. "Apalagi keuangan negara sedang tidak baik. Hitung-hitung bantu negara," katanya.

Dia hanya menyayangkan tidak ada sosialisasi dari pemerintah. Sehingga muncul kesan kebijakan ini dikaji dalam tempo singkat, kemudian langsung disahkan.

Dian juga berharap pemerintah khususnya terkait layanan STNK dan BPKB sportif dengan kenaikan itu. Masalah seperti calo, antrian panjang, sampai blanko STNK dan BPKB kosong jangan sampai terjadi.

Sementara itu Muhammad Anwar warga Joglo, Jakarta Barat menjelaskan dari sisi rupiah kenaikan biaya STNK maupun BPKB tidak terlalu besar.

Namun jika dilihat secara persentase, mang tinggi. Ada yang naik 100 persen bahkan sampai 300 persen.

Nah dari persentase kenaikan itu, Anwar menilai terlalu besar. Dia mengatakan kenaikan sebaiknya di kisaran 30 persen sampai 50 persen.

"Kemudian dibarengi dengan peningkatan pelayanan serta dievaluasi," katanya. Anwar mengaku senang ada layanan samsat di mal seperti di Gandaria City. Sehingga bisa mengurus STNK sekaligus jalan-jalan.

Meski ramai kabar kenaikan biaya STNK dan BPKB, tingkat kunjungan warga tidak mengalami perubahan signifikan.

Setiap orang dalam antrian normal, biasanya menunggu antara 15 menit sampai 20 menit untuk dipanggil. Layanan samsat di Mal Gandaria City dibuka mulai Senin sampai Sabtu.

Sebelumnya, SEKNAS Fitra juga telah mendesak pemerintah agar membatalkan pemberlakuan kenaikan tariff STNK dan PNBP.

Menurut Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto , kenaikan hingga 300 persen tidak sepadan dengan pelayanan yang diberikan Polri pada masyarakat, khususnya pelayanan pengurusan SIM, STNK dan BPKB yang rumit dan tidak transparan. Kemudian, pihaknya juga menyoroti bahan materi STNK dan BPKB yang kenaikan harganya tidak meningkat tajam.

“Proses penyusunan PP Nomor 60 tahun 2016 ini juga tidak transparan. Misalnya, tidak ada uji public sehingga masyarakat kaget tiba-tiba naik. Karena itu, kami merekomendasikan agar PP tersebut dibatalkan dan sebaiknya pemerintah mencari alternative PNBP yang lebih efektif,”paparnya. (ken/bil/wan)

Proses Pengesahan Kenaikan Tarif STNK dan PBKP hingga 300 persen

- BPK menyarakan kenaikan tariff STNK dan PNBP berdasarkan hasil auditnya

- Polri menindaklanjuti saran BPK dengan mengajukan usulan kenaikan tariff tersebut pada Kemenkeu pada September 2015

- Kemenkeu melakukan pembahasan kenaikan tariff tersebut secara internal

- Pembahasan dilanjutkan bersama Polri di bawah koordinasi Kemenkopolhukam

- Dari pembahasan tersebut, terdapat penurunan tariff dari yang semula diusulkan Polri

- Hasil pembahasan tersebut dibawa ke Badan Anggaran DPR RI untuk dimasukkan dalam APBN-P 2016

- Namun, tidak adanya kesepakatan, kenaikan tariff tersebut ditunda dan dimasukkan dalam APBN 2017

- Akhirnya diputuskan kenaikan tariff STNK dan BPKB per 6 Januari 2017 berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polres Jakarta Utara Bekuk Pembunuh di Malam Tahun Baru


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
biaya stnk   Polri  

Terpopuler