jpnn.com - SURABAYA - Tugas Dikbud Jatim bersama 38 dispendik kabupaten/kota cukup berat. Sebab, masih ada sekitar 97 ribu guru di Jatim yang belum memenuhi kualifikasi S-1. Padahal, sesuai dengan amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, kualifikasi pendidik minimal harus S-1.
Kabid Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dikbud Jatim Gatot Gunarso mengatakan, jumlah guru di Jatim sebanyak 488.077 orang. Di antara jumlah itu, sekitar 20 persen belum mengenyam pendidikan S-1 atau sekitar 97.615 guru. “Yang belum sarjana paling banyak guru SD,” jelas Gatot.
BACA JUGA: Guru dan Dosen Tidak Harus PNS
Persoalan itu, lanjut dia, menjadi PR besar bagi Jatim untuk lima tahun mendatang. Dalam kurun waktu itu, guru yang belum mengenyam S-1 harus dituntaskan. Sebab, S-1 merupakan syarat utama menjadi guru. Jika tidak, kompetensi mengajar mereka akan digusur guru-guru baru yang sudah berkualifikasi S-1.
“Dikbud saat ini mendata ulang jumlah guru di seluruh kabupaten/kota. Termasuk, mereka yang belum bergelar S-1,” ucapnya.
BACA JUGA: TPG Belum Cair, Guru Khawatir
Untuk menyelesaikan PR tersebut, Dikbud Jatim memberikan beasiswa kepada guru. Untuk pendidikan S-1, ada 770 guru yang diberi beasiswa. Mereka terdiri atas guru TK, SD, dan SLB. Tiap tahun mereka menerima beasiswa Rp 3,5 juta. Pemberian beasiswa itu berlangsung hingga lima tahun. “Persoalannya, tak semua guru ternyata mau disekolahkan. Terutama yang sudah tua,” kata Gatot.
Selain memberikan beasiswa S-1, dikbud mengalokasikan dana untuk beasiswa S-2. Beasiswa tersebut diberikan kepada 182 guru. Terdiri atas, guru SMP, SMA, dan SMK. Tiap tahun mereka mendapat beasiswa cukup besar, yakni Rp 60 juta. Beasiswa itu dikucurkan untuk dua tahun masa studi. Beasiswa cukup besar tersebut diberikan karena pendidikan yang mereka tempuh double degree.
BACA JUGA: Honor Pengawas UN Macet
Para guru itu menempuh studi pascasarjana di Universitas Negeri Malang (UM). UM bekerja sama dengan beberapa universitas di luar negeri seperti Tiongkok, Thailand, dan Filipina. Setahun masa studi di UM dan setahun di salah satu negara tersebut. “Itu yang membuat biayanya besar. Tahun ini adalah tahun terakhir,” jelasnya.
Selanjutnya, dikbud mengevaluasi program itu. Mungkin beasiswa S-2 nanti tidak lagi berupa double degree. Melainkan, S-2 di dalam negeri saja. Dengan demikian, anggarannya bisa dibagi untuk mendanai guru lain. “Mungkin kalau di dalam negeri saja cukup 30 juta per tahun. Dengan begitu, beasiswa yang Rp 60 juta bisa dipakai untuk dua orang,” ujarnya. Cakupan guru yang mendapat beasiswa S-2 pun diharapkan lebih banyak.
Mulanya, pemberian beasiswa S-2 dirancang lebih besar karena para guru tersebut ditempatkan di sekolah-sekolah rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Karena itu, kualitas gurunya harus didongkrak. Salah satunya dengan memberi pengalaman pendidikan ke luar negeri.
Namun, dengan dihapuskannya RSBI, sekolah S-2 cukup di dalam negeri saja. Toh, kata Gatot, kualitas pendidikan di perguruan tinggi Indonesia tak kalah dengan luar negeri. Syarat untuk memperoleh beasiswa S-2, antara lain, lolos tes potensi akademik (TPA). Selain itu, mengantongi skor TOEFL tertentu. (kit/c7/ai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Resmi Tutup TK JIS
Redaktur : Tim Redaksi