jpnn.com, JAKARTA - Setelah era reformasi berjalan selama 19 tahun, kini mulai terasa perlunya penambahan wewenang kepada MPR. Syaratnya adalah penambahan wewenang yang diberikan kepada MPR bersifat terbatas dan tidak serta-merta mengembalikannya seperti era Orde Baru.
Beberapa kewenangan yang pantas diberikan kepada MPR adalah kewenangan membuat ketetapan MPR, membuat haluan negara model GBHN, melanjutkan sosialisasi, mengkritisi kinerja eksekutif, serta menafsir UUD 1945. Sementara kewenangan meminta pertanggungan jawab MPR tak perlu diberikan terlalu politis dan bisa memantik timbulnya pergulatan pendapat yang tidak sehat.
Itulah kesimpulan dialog MPR Rumah Kebangsaan dengan narasumber tunggal Ketua Fraksi PKB MPR RI Abdul Kadir Karding di lobi Ruang Delegasi Gedung Nusantara V, Kamis (12/10). Tema yang dibahas pada dialog itu adalah Menata Kewenangan MPR RI.
BACA JUGA: Merawat Kebhinnekaan Tanpa Meninggalkan Karakter
Karding mengatakan, tidak semua peninggalan Orde Baru jelek. Sebab, ada juga sebagian peninggalan Orba yang patut diteruskan meskipun di awal reformasi sudah dihilangkan.
"Kehilangan sebagian besar kewenangannya membuat MPR seolah menganggur saja. Praktis hanya kegiatan sosialisasi saja yang terus dilaksanakan MPR selama ini", kata Karding.
BACA JUGA: Musyawarah Mufakat Sistem Dalam Budaya Pancasila
Untuk menata kewenangan MPR, katanya, ternyata sesuai kajian yang sudah dilakukan selama ini tidaklah gampang. “Dibutuhkan dukungan politik dari partai untuk merealisasikan rencana perubahan tahap ke lima UUD NRI 1945 menjadi nyata,” ucapnya.(adv/jpnn)
BACA JUGA: Budaya Demokrasi Memiliki Syarat Sensitivitas
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sistem Perencanaan Nasional Model GBHN Terbentur Yuridis
Redaktur : Tim Redaksi