Ada Apa dengan Polisi Kita?

Oleh Tjipta Lesmana*

Kamis, 11 Mei 2023 – 19:09 WIB
Guru besar ilmu komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) Tjipta Lesmana. Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com - Kasus Ferdy Sambo sepertinya bukan akhir dari rentetan insiden yang merusak nama baik Polri.

Selama berbulan-bulan persidangan kasus mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri itu menjadi perhatian masyarakat luas, tak terkecuali Presiden Joko Widodo (Jokowi), DPR, dan seluruh instansi penegak hukum.

BACA JUGA: Inilah Sistem Demokrasi Indonesia

Tatkala persidangan perkara Ferdy Sambo menjelang memasuki babak vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tiba-tiba mencual lagi kasus Ismail Bolong, anggota Polda Kalimantan Timur, yang membawa-bawa nama Kabareskrim.

Ismail menyebut Kabareskrim Polri yang berpangkat komjen menerima suap Rp 6 miliar dari praktik pertambangan liar. Tentu saja Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto membantah keras tudingan miring tersebut.

BACA JUGA: Perencanaan Piala Dunia U-20 yang Amburadul

Akhirnya Ismail Bolong menyampaikan permohonan maafnya secara terbuka. Ia mengaku tudingannya terhadap Kabareskrim karena atas dasar tekanan dari Brigjen Hendra Kurniawan, orang dekat Ferdy Sambo.

Kasus Ismail Bolong pun dengan cepat raib setelah dia ditangkap dan dijebloskan ke tahanan. Akan tetapi itu bukan ending dari cerita miring yang mendera Polri.

BACA JUGA: Manusia Insan Sadis (Homo Saevus)

Anda masih ingat Tragedi Kanuuruhan di Malang, Jawa Timur (Jatim), pada awal Oktober 2022 yang menelan nyawa lebih dari 130 penonton? Itulah salah satu tragedi kerusuhan bola paling buruk di dunia.

Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) pun marah dan mengambil tindakan cepat terhadap Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai turun tangan dengan membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Kanjuruhan.

Tim pimpinan Menko Polhukam Moh Mahfud MD itu bergerak cepat melakukan investigasi menyeluruh atas penyebab Tragedi Kanjuruhan dan pihak mana saja yang patut dipersalahkan.

Irjen Nico Afinta yang pada waktu itu menjabat Kapolda Jawa Timur langsung dicopot dari jabatannya pada 10 Oktober 2022. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lantas menunjuk Irjen Teddy Minahasa sebagai pengganti Nico Afinta.

Namun, belum sampai dilantik menjadi Kapolda Jatim, Irjen Teddy yang pada saat itu masih menjadi Kapolda Sumatera Barat justru ditangkap karena kasus narkoba. Kasus yang menjeratnya berkaitan dengan perkara narkoba yang ditangani Polres Bukittinggi, Sumbar.

Irjen Teddy terendus menggelapkan lima kilogram sabu-sabu barang bukti perkara narkoba yang ditangani anak buahnya sendiri. Dia ditangkap sebelum memegang tongkat komando Kapolda Jatim.

Pertanyaannya, mengapa Kapolri sampai kecolongan ketika mengangkat perwira tinggi Polri yang terseret kasus narkoba menjadi Kapolda Jatim?

Pada Selasa, 9 Mei 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup kepada Teddy Minahasa. Vonis itu lebih ringan ketimbang tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa penuntut umum.

Namun, vonis majelis hakim membuktikan Teddy Minahasa bersalah menjual sabu-sabu barang bukti. Sebagai penegak hukum, dia terbukti melakukan kejahatan yang seharusnya dia berantas.

Namun, sampai saat ini Teddy Minahasa belum juga dipecat dari Polri. Belum ada sidang etik untuk mantan ajudan Wapres ke-12 RI M Jusuf Kalla itu.

Tidak heran kejahatan narkoba di negara kita makin lama bukannya makin redup, tetapi malah menggila karena penegak hukumnya juga ‘bermain-main’ mengeruk keuntungan dengan barang haram itu.

Citra Polri pun tambah rusak. Sungguh rusak.

Belum lama ini anggota Polda Sumatra Utara (Sumut) AKBP Achiruddin Hasibuan juga diciduk oleh institusinya sendiri. Dia membiarkan putranya menganiaya remaja lain sehingga korbannya babak belur.

Kehidupan AKBP Achiruddin pun langsung jadi sorotan. Kebiasannya pamer kemewahan segera menjadi santapan netizen.

Kasusnya memiliki kemiripan dengan Mario Dandy, anak pejabat Ditjen Pajak yang menggebuki pemuda sehingga korbannya koma sebulan lebih.

Sekitar dua tahun lalu, ada seorang pimpinan daerah yang menyekap puluhan orang tiap hari untuk dijadikan semacam “buruh kasar” dengan upah murah. Awalnya pihak kepolisian membantah kasus itu.

Menurut polisi, justru petinggi daerah itu menbantu para penganggur untuk diberikan pekerjaan. Namun, kejanggalan dalam kasus itu mendapat soritan tajam dari masyarakat luas.

Kasus tersebut akhirnya terbongkar setelah banyak pihak turun tangan. Sejumlah aparat yang terlibat kasus itu pun ditindak setelah bukti-bukti kejahatan mereka makin jelas.

Kasus demi kasus yang menimpa Polri makin mencoreng nama baiknya sebagai lembaga penegak hukum. Sudah waktunya Presiden Jokowi dengan sungguh-sungguh mengevaluasi kinerja Kapolri sekarang.

Kinerja dan pamor Polri yang makin buruk dengan sendirinya berakibat tindak korupsi pun makin meluas. Indeks Persepsi Korupsi di negeri kita pun makin anjlok.(***)

*Penulis adalah mahaguru ilmu komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH), mantan dosen tamu Sespimti Polri

BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Jokowi, Bertindaklah!


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler