jpnn.com - Berapa kerugian materiel dan imateriel yang diderita Indonesia karena tindakan FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 atau 2023 FIFA U-20 World Cup yang sedianya digelar Mei-Juni mendatang?
Sampai sekarang belum ada pihak yang berani menghitung secara cermat dan mengumumkannya kepada publik.
BACA JUGA: Inilah Sistem Demokrasi Indonesia
Baru Menparekraf Sandiaga S Uno yang mengatakan kita kehilangan sekitar 20 juta penonton. Di luar penonton dengan tiketnya yang diperkirakan bernilai triliunan rupiah, banyak sekali pebisnis yang merugi.
Ada yang sudah membuat puluhan ribu aneka raham cendera mata, boneka bergambar 2023 FIFA U-20 World Cup berkelir merah putih, dan lain-lain.
BACA JUGA: Manusia Insan Sadis (Homo Saevus)
Pihak yang juga menderita kerugian sangat besar ialah televisi yang mendapat hak siar 2023 FIFA U-20 World Cup . Hak siar itu tentu mahal sekali karena pemilik stasiun televisi sudah bermimpi bakal meraih puluhan miliar rupiah dari pemasukan iklan.
Jauh sebelum pertandingan dimulai, stasiun televisi harus membayar uang muka sekian puluh persen sebagai tanda jadi.
BACA JUGA: Jokowi Memang Ingin Menjabat Lagi Atauâ¦..?
Perusahaan-perusahaan raksasa, seperti maskapai penerbangan, bank, dan sebagainya juga sudah mengeluarkan miliaran rupiah sebagai tanda jadi pemasangan iklan mereka di stadion tempat Piala Dunia FIFA 2023 bakal digelar.
Jangan lupa pula, satu tahun sebelum 2023 FIFA U-20 World Cup berlangsung, pemerintah Indonesia melalui Erick Thohir sudah sibuk memperbaiki stadion-stadion sepak bola yang dipersiapkan untuk venue pertandingan.
Menurut tinjauan delegasi FIFA, banyak stadion sepak bola di Indonesia yang kurang memenuhi syarat untuk laga 2023 FIFA U-20 World Cup. Maka, Pemerintah Indonesia cepat-cepat merenovasi stadion-stadion untuk laga Piala Dunia U-20 itu dengan bantuan FIFA.
Pemerintah kita supersibuk mempersiapkan “perangkat keras”, tetapi lalai mempelajari persyaratan atau “software” terkait pertandingan akbar 2023 FIFA U-20 World Cup.
FIFA adalah organisasi yang superketat dan superbergengsi. Presidennya nyaris seperti kaisar.
Tidak gampang bertemu dengan Presiden FIFA. Penulis pernah sebagai ketua Komite Banding PSSI -bersama Prof Gayus Lumbuun (wakil) dan Alfred Simandjuntak (anggota)- berusaha menemui ‘sang kaisar FIFA’, tetapi ikhtiar itu gagal.
Ketika kami di Paris dan keputusan pleno sudah diambil, saya coba lagi untuk menemui Presiden FIFA dengan bantuan staf kedutaan kita di Zurich, Swiss. Sayang, ‘sang kaisar' sedang di luar negeri.
Ketika kami ditunjuk menjadi Komite Banding PSSI yang mengemban amanat menyelesaikan kericuhan pemilihan ketua umum PSSI, tugas pertama kami ialah mempelajari setumpuk peraturan FIFA. Pemilihan ketua sepak bola di satu negara anggota FIFA ternyata diatur ketat oleh peraturan-peraturan FIFA.
Peraturan itu juga mengikat negara yang ditunjuk FIFA untuk menjadi tuan rumah pertandingan internasional. Kami curiga hal ini tidak dipahami oleh Erick Thohir, Menpora, apalagi staf Presiden Jokowi.
Setelah status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 dibatalkan, publik baru tahu konsekuensinya sangat serius, antara lain, kesebelasan nasional kita tidak diperkenankan mengikuti pertandingan-pertandingan internasional yang “berbau” FIFA, baik di level Asean, Asia, dan lain-lain.
Pemain tim nasional sepak bola kita pun dilarang bertanding bermain dengan kesebelasan negara lain.
Ternyata banyak sekali risiko yang harus ditanggung Indonesia gara-gara kita dicoret sebagai tuan rumah 2023 FIFA World CUP U-20! (***)
*Penulis adalah guru besar ilmu komunikasi dan eks ketua Komisi Banding Pemilihan Exco PSSI
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Jokowi, Bertindaklah!
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi