Ada Bias Politik, ICC Hanya Targetkan Afrika

Minggu, 03 Juli 2011 – 23:20 WIB
THE HAGUE - Sejak mulai beroperasi, keberadaan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terus menuai kontroversiLembaga itu dinilai bias secara politik.

Negara-negara di Benua Afrika menganggap mahkamah yang saat ini dipimpin oleh Song Sang-hyun itu tidak adil

BACA JUGA: Buron ICC, Presiden Sudan Bebas Melenggang ke Tiongkok

Pasalnya, Afrika selalu menjadi sasaran hukum ICC
Sedangkan negara-negara di Eropa serta Amerika Serikat (AS) dan Israel nyaris tidak tersentuh

BACA JUGA: Kubu Yingluck Khawatir Dicurangi

Padahal, negara-negara itu tak luput dari kejahatan perang dan pelanggaran kemanusiaan.

Selama ini, Negeri Paman Sam yang sering berperan bak polisi dunia itu tidak sepenuhnya mendukung keberadaan lembaga peradilan di Den Haag, Belanda, tersebut
AS tidak meratifikasi Statuta Roma yang menjadi landasan pembentukan ICC

BACA JUGA: Maroko Gelar Referendum Pembatasan Monarki

Bahkan, Washington lantas mencabut dukungannya atas ICCHal yang sama dilakukan Israel dan SudanAlhasil, tiga negara itu pun tidak terikat terhadap Statuta maupun ICC.

Padahal, negara-negara anggota ICC punya kewajiban mendukung penuh lembaga yang memiliki 14 hakim itu"Seluruh negara anggota wajib menyesuaikan tindakan mereka sesuai statuta yang berlakuJadi, sasaran dan tujuan lembaga tercapai," tutur ICC dalam dokumen resminya.

Selain AS, ada 33 negara lain yang meneken tapi tak meratifikasi Statuta RomaSalah satunya adalah Pantai GadingTetapi, pasca krisis politik internal yang membelah negara di Afrika Barat itu, Pantai Gading akhirnya bersedia mengakui kekuasaan hukum ICCDengan begitu, kejahatan mantan Presiden Laurent Gbagbo yang nekat bertahan di kursi kekuasaan, meski kalah dalam pemilu tahun ini, bisa diadili dalam persidangan internasional.

Tidak maksimalnya dukungan pada ICC sedikit banyak juga berpengaruh pada kinerja lembaga tersebutApalagi, ICC juga tidak bisa lepas dari kepentingan politik negara-negara anggotanya.

"ICC terlalu berpihak pada (negara-negara) BaratJadi, tidak heran jika mereka sangat cepat menerbitkan surat perintah penangkapan kepada (pemimpin Libya) Muammar Kadhafi, Saif al-Islam (putra Kadhafi), dan saudara iparnya Abdullah al-Senussi," kritik New Era, media politik online, dalam editorialnya pada Jumat lalu (1/7).

Menurut New Era, pemberontak Libya alias gerilyawan prodemokrasi juga tak lepas dari pelanggaran yang sama dengan rezim KadhafiDalam bertempur, pemberontak juga tak luput dari kesalahanNyawa warga sipil Libya ikut melayang di tangan pemberontakTetapi, karena negara-negara Barat, terutama Prancis, berpihak pada oposisi Libya, ICC pun membebaskan para pemimpin pemberontak dari jeratan pasal hukum.

Kritik lainnya datang dari Michael Rubin, analis dari American Enterprise Institute"Dengan menerbitkan surat perintah penangkapan atas Kadhafi dan dua kroninya, ICC secara jelas telah melakukan pelanggaran terhadap hukum internasionalSebab, secara tidak langsung, surat perintah penangkapan itu akan membuat Kadhafi semakin beringasSatu-satunya celah bagi dia untuk bertahan adalah dengan melawan sampai titik darah penghabisan," paparnya dalam wawancara dengan CNN kemarin (2/7).

Keberpihakan tersebut menjadi semakin nyata saat ICC dihadapkan pada konflik Israel-PalestinaDengan senjata lengkap, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sangat percaya diri menyerang kantong-kantong militan Palestina di Jalur Gaza dan Tepi BaratDalam serangan seperti itu, warga sipil yang tidak berdosa selalu terkena terjangan roket dan peluruBahkan, biasanya, lebih banyak nyawa warga sipil yang melayang dibandingkan nyawa militan Palestina yang menjadi target.

Sayangnya, karena Israel bukanlah negara anggota, ICC tidak bisa banyak berbuatSong Sang-hyun, presiden ICC, berdalih bahwa ICC hanya dapat menjalankan aktivitas hukum di negara-negara anggotaAtau, kepada individu-individu yang berasal dari negara-negara anggotaKarena itu, pelanggaran AS di Iraq, Afghanistan, atau Pakistan pun luput dari sorotan.

Kritik pedas dilontarkan Stephen AsiimweMenurut aktivis pan-Afrika itu, ICC juga menganut standar gandaSampai sekarang, sebagian negara Eropa yang menjadi anggota ICC tidak pernah melakukan kewajiban mereka sebagai negara anggotaBahkan, Prancis yang paling santer menyuarakan perlawanan terhadap Kadhafi tidak membuka diri terhadap ICCKhususnya, terkait dengan kejahatan yang dilakukan tokoh-tokoh dari negeri anggur itu selama tujuh tahun sejak Statuta Roma diadaptasi ICC.

Terkait kasus Libya pun, ungkap Asiimwe, ICC sangat bias"Prancis, Inggris, dan AS yang menggempur Libya dalam serangkaian serangan udara di bawah NATO  kini justru menyeret pemimpin yang mereka serang (Kadhafi) ke meja hijauIni tidak masuk akal," kecamnya seperti dilansir New Vision Jumat lalu.

Di mata pria berkulit hitam tersebut, ICC hanyalah kepanjangan tangan kolonial Barat sajaDia yakin tidak akan pernah tercipta solusi damai yang ditegakkan lewat kekerasan dan senjata(hep/dwi/ito/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wittstock Resmi Jadi Putri Monako


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler