jpnn.com - JAKARTA - Bagaimana tidak merinding? Indonesia nun jauh di timur sana secara geografis dari Vatikan, tetapi mendapat apresiasi, dihormati, dan diorangkan, di Museum Etnologi yang berlokasi di dalam benteng Vatican City. Anda tahu? Vatikan adalah negara terkecil di dunia, 44 ha, tetapi Gallery Kebudayaan Indonesia diberi tempat terluas di antara semua negara lain di dunia.
Hampir 15 menit, Menpar Arief Yahya hanya bisa geleng-geleng kepala, sambil berdecak kagum. Begitu masuk ke ruang Museo Etnologico Musei Vaticani yang setiap tahun dikunjungi lebih dari 6 juta turis itu, sudah disambut patung Suku Asmat bercorak primitive dari Papua. Patung katu dengan sosok dua manusia atas bawah itu tinggi menjulang di sudut kanan ruangan, dari lantai sampai ke langit-langit sekitar 8 meter. Sama dengan lukisan dan patung-patung seni karya Michael Angelo, yang memperlihatkan “burung” di bawah perutnya.
BACA JUGA: Tambang Emas Lokal Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Lalu rombongan diajak melintasi beberapa karya seni patung Indian-Amerika, pakaian adat PNG. Ruangan itu memang di desain dengan lighting yang agak temaram, untuk menjaga suhu dan kelembaban museum, agar koleksi karya seni budaya dari berbagai negara di dunia itu tetap awet. Hati Menpar Arief Yahya pun semakin luluh, begitu melihat sepanjang koridor sebelah kiri, dari ujung ke ujung, ternyata Indonesia Permanent Exhibition Area.
Petak pertama, dikagetkan dengan penjor Bali, janur melengkung dengan berbagai hiasan di ujungnya, dan biasa dipakai dalam upacara adat di Pulau Dewata. Lalu disambut dengan wayang kulit yang dipajang dengan sketsel atau pembatas ruangan ala Jawa. Tiga plong slintru (istilah tradisional Jawa dari sketsel itu, red) itu bergambar wayang Puntadewa (kiri), Gunungan (tengah) dan Kresna (kanan).
BACA JUGA: Permen ESDM 37 Masih Lemah dari Kamuflase Perusahaan Gas
Puntadewa atau Yudistira, adalah anak tertua dari tokoh Pendawa Lima, yang tenang dalam bersikap, halus dalam bertutur, jujur dan memihak kebenaran. Dia juga memiliki ajian Serat Kalimasada, yang dalam tradisi Jawa juga dimaksudkan sebagai Dua Kalimat Syahadat. Sedangkan tokoh Kresna, atau Krisna, atau sebutan lainnya Narayana, adalah politisi paling handal, diplomat ulung dalam jagat pewayangan. Sedang Gunungan melambangkan belantara negara, yang lengkap ada sisi baik dan buruk, gelap dan terang, barat dan timur, kiri dan kanan.
Pemilihan model tokoh wayang itu cukup strategis dan pas untuk dijadikan ajang pameran dan diplomasi di Vatikan. Kental dengan unsur budaya, kaya filosofi dan hubungan internasional. “Saya suka wayang kulit, sejak kecil,” aku Arief Yahya yang sampai anak-anaknya diberi nama tokoh-tokoh pewayangan. Anak pertama Bimo Baroto (Bima itu adik Puntadewa, red), Betari Britania, Bismo Batoro, dan Bito Basudewo, semua adalah nama-nama figur dalam wayang dengan karakter yang berbeda.
BACA JUGA: Kelompok Masyarakat Ini yang Disasar Tapera
Satu petak lagi, Menpar Arief Yahya juga dibuat terkesima oleh replika Borobudur dari batu hitam yang detail, dengan ratusan stupa, dan simetris di empat sisi. Ruang outdoor di balik dinding kaca itu, di luar ada cuplikan beberapa relief Borobudur dari cetakan batu yang berwarna cokelat mediterania. Relief itu sumbangan dari Pemerintah Belanda, tahun 1920, jauh sebelum Indonesia Merdeka. Nama Borobudur memang sangat tersohor sejak zaman itu, dan menjadi magnet budaya yang tak terhitung nilainya.
Di sebelah kanan koridor, ada Al-Quran terkecil di dunia yang hanya seukuran dua tuts personal computer, yang hanya bisa dibaca tulisannya dengan kaca pembesar. Sebelah kirinya ada cangkang atau bungkusnya. Al-Quran berada dalam kompartemen yang sama dengan beberapa replica Rumah Gadang, rumah tradisional Minang Kabau yang dibuat dari silver atau perak putih. Cantik, detail, dan berkilau disorot spot light dari atas.
“Museum tempat pameran ini temanya adalah harmoni kehidupan manusia yang beragam, dari berbagai latar belakang kebudayaan dan tradisi, Museum ini menjadi tempat yang menarik, karena berada di Vatikan, negara terkecil dengan 842 jiwa, yang dikunjungi jutaan orang dari berbagai negara, berbagai agama dan latar belakang budaya yang berbeda,” kata Arief Yahya.
Masih ada lagi, barang-barang ukit khas Indonesia, seperti tameng suku Asmat Papua dan alat pertahanan suku Dayak yang dijadikan hiasan tembok dengan desain primitive dan warna-warga cokelat gelap. Foto anak-anak kecil dengan mahkota Dayak, foto dua orang tua, juga foto kakek-nenek yang hidup bahagia dengan ulos dan baju Tapanuli. Lalu peta Indonesia yang dipasang besar, dengan istilah-istilah lama, seperti Isola di Java, Isola di Sumatra, Isola di Borneo, Isola di Celebes, dan menulis benua Australia dengan sebutan Hit Niew Hollandt.
Di bawah peta besar Indonesia itu, ada beberapa koleksi batik khas Solo, lurik (batik) Jogja, dan keris, yang semuanya sudah dicatat sebagai warisan budaya oleh UNESCO. Dan di ujung Indonesia Corner seluas 400 meter persegi itu, ada vertical banner “Wonderful Indonesia” dengan tema “Indonesia the land of harmony.” Lengkap sudah, Negara Kota Vatikan yang dipimpin oleh Paus Fransiskus dengan Kepala Pemerintahan Cardinal Giuseppe Bertello itu menempatkan Indonesia di posisi yang amat terhormat.
Giuseppe Bertello sendiri yang mengajak Menpar Arief Yahya berkeliling ke museum itu. Termasuk melihat para arkheolog dan kurator merestorasi dua wayang kulit dari kayu di dalam workshop. Dua wayang itu adalah Arjuna dan Baladewa. “Kami berterima kasih diberi tempat yang luas, istimewa dan permanen di Museum Vatikan. Ini akan pas untuk menjaring di kolam ikan. Ada 6 juta orang, jadi ikannya sudah ngumpul di museum itu,” jelas Arief . (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Pemerintah Seriusi Merger BUMN Gas
Redaktur : Tim Redaksi