Permen ESDM 37 Masih Lemah dari Kamuflase Perusahaan Gas

Kamis, 03 Desember 2015 – 21:18 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radhi mengatakan Permen ESDM No 37 tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi sudah mempersempit ruang gerak para calo gas.

Menurutnya, Permen 37 sudah jauh lebih baik ketimbang Permen ESDM No 03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri. Alasannya, pengaturan rantai bisnis gas bumi sudah memangkas kepentingan para broker gas yang selama ini membuat harga gas tinggi.

BACA JUGA: Kelompok Masyarakat Ini yang Disasar Tapera

"Permen ESDM No 37 salah satu tujuannya adalah untuk membatasi trader non-infra struktur, yang cenderung menjadi broker," tegas Fahmi, saat dihubungi wartawan, Kamis (3/12).

Fahmi menjelaskan, selama ini para broker gas atau calo gas itu sangat lihai memanfaatkan lemahnya aturan yang ada, sehingga dengan leluasa melakukan praktik penjualan bertingkat dengan modal alakadarnya, namun menuai margin niaga berlimpah, yang ujung-ujungnya membuat tingginya harga jual gas di konsumen.

BACA JUGA: Dorong Pemerintah Seriusi Merger BUMN Gas

Meski Permen ESDM No 37 sudah lebih baik bila dibandingkan PTK 29 dan Permen ESDM No 03, Fahmi menilai, masih terlalu lunak bagi para petualang rente karena mengakomodir badan usaha niaga yang hanya membangun infrastruktur sebagai kamuflase agar sah secara aturan untuk menerima alokasi gas dari pemerintah.

Hal itu terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat misalnya. Para trader gas yang hanya membangun pipa sepanjang kurang dari 1 km pun masih berhak mendapatkan alokasi gas dan mereka meraup untung besar.

BACA JUGA: Hayo Lho... Kemenhub Evaluasi Semua Pesawat Airbus

Fakta itu tertuang dalam Dokumen BPH Migas berujudul "Pengaturan Harga Gas" yang membuka praktik-praktik kamuflase trader gas berfasilitas.

Misalnya, ada perusahaan membangun pipa 950 meter untuk mendapatkan margin USD 0,5 per MMBtu. Sedangkan perusahaan lain membangun pipa 182 meter dan mendapatkan keuntungan USD 2,25 per MMBtu.

"Tidak bisa dimengerti dari sudut pandang efisiensi, jarak konsumen dengan pipa Pertagas hanya 1 km, diciptakan dua badan usaha, yaitu Berkah dengan membangun 950 meter pipa, dengan membangun 180 meter pipa. Ini bisa dikatakan mensiasati agar dikeluarkan izin pipa dedicated hilir," tulis dokumen BPH Migas.

Kemudian di Jawa Timur, demikian halnya. Ada perusahaan yang membangun pipa dengan panjang pipa 8 km, 15 km, dan 0,5 km.

Broker gas itu bisa mengakali aturan karena hal itu tercermin dari pernyataan di Permen ESDM No 37 Pasal 2 Ayat 3(e) yang antara lain menyatakan bahwa kebijakan alokasi ditetapkan dengan mempertimbangkan infrastruktur yang tersedia.

Dengan fakta terjadi praktek trader bertingkat dengan cara mengakali status sebagai trader berfasilitas ini harus mendapat perhatian serius pemerintah.

“Sehingga yang namanya trader gas berfasilitas itu ya yang memang mengembangkan infrastruktur dan tidak hanya mencari rente saja,” tegas Fahmi.

Maraknya perilaku rente yang menyebabkan harga gas tinggi di konsumen adalah karena sampai dengan saat ini tidak ada satu pun peraturan pemerintah yang mengatur tentang margin para broker gas tersebut. BPH Migas saat ini hanya mengatur tarif dan toll fee infrastruktur, sedangkan margin broker dibiarkan bebas tanpa batas. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konsisten Implementasikan Permen ESDM 37, Ruang Gerak Calo Gas Dipersempit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler