Ada Doktrin tentang Cinta di Ponpes Ayah Mas Bechi

Senin, 11 Juli 2022 – 11:50 WIB
MSAT alias Mas Bechi, anak kiai Jombang, tersangka pencabulan terhadap santriwati saat digelandang petugas di Rutan Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur. Foto: ANTARA/Marul

jpnn.com, JAKARTA - Dahlan Iskan mengungkap ada doktrin tentang cinta di Pondok Pesantren Majma'al Bachroin Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah atau Ponpes Shiddiqiyyah Ploso, Jombang, Jawa Timur (Jatim).

Ponpes Shiddiqiyyah Ploso didirikan oleh KH Moch. Muchtar Mu'thi, ayah dari Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi  (42).

BACA JUGA: Ada Cerita Begini tentang Mas Bechi Jombang, Jangan Kaget

Ponpes Shiddiqiyyah menjadi sorotan pascaizinnya dicabut oleh Kementerian Agama (Kemenag) terkait heboh penangkapan Mas Bechi, tersangka kasus pencabulan santriwati.

"Pondok Shiddiqiyyah yang didirikan ayah Mas Bechi ini tidak besar. Untuk ukuran Jombang," demikian dikutip dari tulisan Dahlan Iskan berjudull Mas Bechi yang tayang pada laman Disway.id, termasuk JPNN.com pada Minggu (10/7).

BACA JUGA: Pak Amir Terang-terangan Sebut Mas Bechi Jombang Fenomena Puncak Gunung Es, Bikin Merinding

Menurut eks menteri BUMN itu, Pondok Shiddiqiyyah bukan kelasnya Tebuireng, Tambak Beras, Denanyar, maupun Rejoso.

Namun, pengikut aliran pondok ayah Mas Bechi Jombang itu besar sekali. Mereka fanatik dan tersebar di seluruh pelosok tanah air.

BACA JUGA: Mas Bechi Jombang Bertekad Melawan Fitnah, Konon Sampai Tingkat Berjihad

"Di tiap provinsi ada chapter-nya. Di banyak kota ada korwil-nya. Mereka terhubung lewat Jamaah Kautsaran. Tiap Senin malam mereka berkumpul. Melakukan Kautsaran. Di wilayah masing-masing. Termasuk di pusatnya, di Ploso," lanjut Dahlan.

Dijelaskan tiap kali berkumpul, mereka hanya membaca doa, wirid, dan zikir. Sekitar 1 jam. Tidak ada yang aneh. Hanya mirip dengan zikir di aliran apa pun. Setiap kata wirid dibaca 7 kali atau 30 kali. Hanya tahlil yang dibaca 120 kali.

Kiai Muchtar sebagai tokoh utama ponpes itu juga tampil sangat biasa. Dia pakai baju hem lengan panjang dengan kopiah hitam di kepala. Bawahannya sarung. Badannya kurus. Duduk silanya tegak.

Selain itu, raut wajahnya datar. Tidak ada nada disyahdu-syahdukan atau dikhusyuk-khusyukkan. Tidak ada jubah, gamis, atau pakaian syekh pada umumnya.

"Dia sangat Indonesia. Bahkan sering kali ada bendera Merah Putih di acara Kautsaran itu. Doktrin cinta negara, cinta NKRI jadi moto mereka," terang Dahlan Iskan dalam tulisannya.

Selain itu, di mata pengikutnya, Muchtar bukan sekadar kiai. Dia pemimpin tertinggi Tarekat Shiddiqiyyah. Nama jabatan tertinggi di aliran seperti itu disebut Mursyid.

BACA JUGA: Candra Punya Pendapat Berbeda soal Heboh Mas Bechi Jombang, Ada Kata Selingkuh

Semula aliran Shiddiqiyyah ini tidak diakui sebagai tarekat yang standar. Namun, dalam Kongres JATMI tahun 2009, Shiddiqiyyah diakui sebagai salah satu dari 40 tarekat yang mu'tabaroh (standar).

JATMI adalah singkatan dari Jamiyah Ahli Tarekat Mu'tabaroh Indonesia. Organisasi tarekat.

Salah satu syarat untuk diakui mu'tabaroh adalah: sanadnya jelas, tidak terputus, nyambung sampai Nabi Muhammad.

BACA JUGA: Novel Bamukmin Sebut Mas Bechi Tak Layak Dihukum Kebiri

Dahlan pun mencari tahu lewat jalur mana Shiddiqiyyah ini untuk sampai ke Nabi Muhammad. Namun, tidak ketemu.

"Konon lewat Syekh Jamali Banten. Mungkin ada pembaca Disway yang tahu di sebelah mana Syekh Jamali di tanah Banten," ucapnya.

Menurut Dahlan, dia hanya menemukan satu naskah panjang, yakni, skripsi mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya, jurusan sejarah Islam. Nama mahasiswi itu Nia Susanti. NIM: A0.22.12.013.

Di situ Nia menyebutkan Shiddiqiyyah nyambung sampai Muhammad lewat khalifah pertama Abubakar Siddiq. Bahkan, nama Ponpes Shiddiqiyyah diambil dari gelar yang diberikan Nabi kepada Abubakar: As-Shiddiq. Tepercaya.

Nia dalam naskah itu menjelaskan nama jamaah Kautsar diambil dari salah satu nama surah dalam Al-Qur'an: Al Kautsar. Namun, juga mengandung kepanjangan Khairun Katsirun. Kebaikan yang banyak.

"Kegiatan menebar banyak kebaikan itu disebut Kautsaran. Seperti juga tahlil menjadi tahlilan dan maulud menjadi mauludan," begitu dijelaskan Dahlan dalam tulisannya. (disway/fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler