jpnn.com - JPNN.Com - Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengaku belum mengetahui adanya draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, politikus PDI Perjuangan itu menganggap tidak ada urgensi penerbitan perpu untuk penguatan KPK sekaligus mengurangi kewenangan kejaksaan dalam menyidik kasus korupsi.
BACA JUGA: Ssttt⦠Ada Draf Perpu KPK untuk Memereteli Kejaksaan
"Saya gak tahu apa urgensi perpu ini, sedangkan revisi UU KPK saja belum terealisasi,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (5/1).
Menurutnya, sejauh ini juga tidak ada pembicaraan tentang rencana penerbitan perpu. “Dalam rapat dengan Kejagung juga belum disampaikan mau ada perpu," tambah politikus PDIP ini.
BACA JUGA: Profesor Hukum Ini Heran Lihat Performa JPU Kasus Ahok
Dalam dokumen draf Perpu KPK memuat beberapa perubahan signifikan. Yakni menjadikan KPK sebagai satu-satunya institusi yang menangani kasus korupsi.
Dalam pasal pasal 11 ayat 1 draf perpu itu dinyatakan, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan semua perkara tipikor dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil korupsi. Sedangkan pada ayat 2 pasal yang sama ditegaskan, KPK satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tipikor dan TPPU hasil tipikor.
BACA JUGA: Bang Masinton Ragukan Jokowi Bakal Rombak Kabinet Lagi
Draf perpu juga memuat klausul tentang pencabutan kewenangan Kejaksaan Agung dalam menangani perkara korupsi. Karenanya, draf perpu itu juga mencabut pasal 30 ayat 1 huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung.
Hanya saja Masinton mengaku belum bisa mengomentarinya. “Melihat saja belum, tentu kami belum pernah bahas," katanya.
Anggota Komisi III DPR lainnya, Muhammad Syafii juga menyampaikan hal serupa. Politikus Gerindra itu mengaku belum melihat draf perpu yang sudah beredar di media sosial.
Namun, jika memang benar ada draf perpu yang memuat ketentuan itu, Syafii menganggap hal tersebut akan menabrak undang-undang lain. "Itu kan bertentangan dengan KUHP. Harus ada perubahan UU dulu," ujarnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ternyata Banyak Jaksa Nakal, Ini Jumlahnya
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam