jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris meminta pemerintah serius mengusut adanya dugaan pelanggaran HAM terkait pelarungan jenazah ABK WNI di Kapal Long Xing milik Tiongkok. Charles tidak ingin pengusutan peristiwa itu hanya berdasarkan klarifikasi dari Duta Besar Tiongkok. Dia bahkan mendorong pemerintah membawa kasus ini ke PBB.
"Klarifikasi hendaknya tidak menjadi prosedural diplomatik semata, melainkan harus masuk sampai ke jantung persoalan. Yaitu adanya dugaan kuat pelanggaran hak-hak pekerja dan pelanggaran HAM di atas kapal berbendera Tiongkok tersebut, sebagaimana diungkap ABK WNI lain yang mengalami eksploitasi, bahkan mengarah ke perbudakan," kata Charles dalam keterangan yang diterima, Jumat (8/5).
BACA JUGA: Analisis Sukamta PKS soal Dugaan WNI Jadi Budak di Kapal Ikan Tiongkok
Dia meminta pemerintah harus mendesak Tiongkok untuk menerapkan perlindungan pekerja dan perlindungan HAM sesuai standar universal. Selain itu, pemerintah Tiongkok harus mengusut tuntas dan menjatuhkan sanksi hukum pada perusahaan pemilik kapal tersebut, dan memberantas praktik-praktik serupa lainnya.
"Pemerintah RI juga dapat mengangkat kasus pelanggaran HAM ini ke forum multilateral. Baik di Dewan HAM PBB maupun di Organisasi Buruh Internasional. Posisi RI yang saat ini duduk sebagai anggota Dewan HAM PBB dan anggota Governing Body di ILO perlu dimanfaatkan untuk mendorong penegakan HAM secara progesif serta penghapusan segala macam bentuk perbudakan, yang menjadi musuh kemanusiaan," kata dia.
BACA JUGA: ABK Indonesia Dilarungkan ke Laut, Tiongkok Mengaku Sudah Dapat Izin Keluarga
Dari peristiwa ini, politikus PDI Perjuangan ini mengharapkan pemerintah melakukan evaluasi. Salah satunya melakukan moratorium pengiriman buruh migran Indonesia ke negara-negara yang tidak menghormati HAM dan tidak menerapkan regulasi yang melindungi hak-hak para pekerja.
"Hal ini demi memastikan perlindungan terhadap WNI di luar negeri, yang menjadi amanat konstitusi," kata dia. (tan/jpnn)
BACA JUGA: Dugaan Perbudakan di Kapal Berbendera Tiongkok Harus Diselidiki
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga