jpnn.com, JAKARTA - Pakar gestur dan mikroekspresi Monica Kumalasari melihat ada kesedihan dan rasa haru yang terpancar dari wajah Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, kesedihan dan rasa haru terpancar dari sisi mikroekspresi, saat presiden menyampaikan pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (16/8).
BACA JUGA: Karyono: Jangan Sekadar Teks Pidato Tanpa Aksi Nyata
Sementara dari sisi gestur, pakar dari Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR) ini menilai Presiden Joko Widodo tampak sangat tenang.
Mikroeskpresi adalah emosi atau ekspresi yang terlihat pada wajah, yang muncul secara cepat, yakni dalam waktu dua detik atau kurang.
BACA JUGA: Prabowo Ingatkan Masyarakat Tugas Bela Negara, Penting!
Gerakan sangat cepat ini merupakan emosi yang murni sebagai respons perasaan atas stimulus tertentu.
"Dalam pidato kali ini tidak terlihat hand gesture, sepertinya juga presiden membaca skrip di layar. Namun, banyak emosi atau ekspresi yang terlihat pada mikroeskpresi dan facial expressionnya," ujar Monica, Senin (16/8).
BACA JUGA: Jumlah Penduduk Miskin Ekstrem 3,8 juta Jiwa, Pendapatan Mereka di Bawah Rp 11.512/Hari
Monica yang menamatkan pendidikan psikologi di Universitas Indonesia itu mengatakan ada beberapa kali ekspresi sedih yang ditunjukkan presiden.
Pertama, ketika membahas resesi dan krisis yang datang bertubi-tubi menerpa Indonesia setelah merdeka.
Dalam pidatonya presiden mengatakan setiap ujian memperkukuh fondasi sosial, fondasi politik dan fondasi ekonomi bangsa Indonesia.
Setiap etape memberikan pembelajaran dan sekaligus juga membawa perbaikan dalam kehidupan.
Ekspresi serupa juga tampak saat presiden memaparkan kelemahan Indonesia dari sisi kemandirian industri obat, vaksin dan alat-alat kesehatan.
Presiden dalam pidatonya mengatakan, pandemi telah mempercepat pengembangan industri farmasi dalam negeri, termasuk pengembangan Vaksin Merah-Putih, dan juga oksigen untuk kesehatan.
Monica kembali melihat kesedihan saat presiden mengakui kesulitan masyarakat selama pandemi.
Presiden menyatakan dirinya menyadari adanya kepenatan, kejenuhan, kelelahan, kesedihan dan kesusahan selama pandemi COVID-19.
Selain itu, ada juga mikroekspresi kemarahan yang ditunjukkan Presiden.
Pertama, saat memaparkan pandemi COVID-19 yang menguji sekaligus mengasah semua pilar kehidupan masyarakat.
Presiden mengatakan, ujian dan asahan menjadi dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Bukan hanya beban yang diberikan kepada kita, tetapi kesempatan untuk memperbaiki diri.
Menurut Monica, ada kemungkinan presiden marah pada pihak-pihak yang tidak mengambil hikmah dari pandemi COVID-19 yang merupakan krisis global bukan hanya di Indonesia.
Kemarahan kedua, yakni saat Presiden menuturkan, tidak menoleransi sedikit pun dan pada siapa pun yang mempermainkan misi kemanusiaan dan kebangsaan.
Presiden mengatakan hal tersebut saat membahas kelemahan serius yang dialami saat ini, yakni kemandirian industri obat, vaksin dan alat kesehatan.
Presiden juga mengatakan komitmen pemerintah terus menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga obat.
Selanjutnya, Monica kembali menemukan emosi kemarahan saat presiden memaparkan kinerja Lembaga-lembaga negara dalam menanggulangi pandemi.
Salah satunya BPK RI yang sudah berinovasi mewujudkan akuntabilitas.
Presiden lalu mengatakan, mengapresiasi upaya-upaya BPK untuk memberikan informasi temuan pemeriksaan agar ditindaklanjuti oleh pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
"Beliau antara statement berbeda dengan ekspresinya. Statetementnya seperti itu tetapi kontra dengan ekspresinya, ada kemarahan," kata Monica.
Kemarahan berikutnya, saat Presiden mengaku paham pada kepenatan hingga kesusahan yang dialami masyarakat selama pandemi.
Di tengah kritikan yang diterima, pemerintah berusaha menjawabnya dengan pemenuhan tanggung jawab.
Presiden mengatakan, terima kasih untuk seluruh anak bangsa yang telah menjadi bagian dari warga negara yang aktif, dan terus ikut membangun budaya demokrasi.
Monica menemukan ada subtle expression saat presiden menyatakan 'terima kasih untuk seluruh anak bangsa yang telah menjadi bagian dari warga negara yang aktif'.
"Jadi, ekspresinya terharu karena suaranya bergetar dan hampir menangis."
"Ini kemungkinan beliau juga mengapresiasi anak bangsa yang kemarin sudah menang di Olimpiade, atau para pahlawan yang membantu warga dengan beragam aplikasi anak muda," ucapnya.
"Dan dilanjutkan dengan terus ikut membangun budaya demokrasi."
"Di sini ada mikroekspresi kemarahan, saya mensinyalir ini ditujukan kepada anak-anak muda yang justru malah berdemo misalnya yang mengatakan Presiden sebagai 'king of lip service'," pungkas Monica.(Antara/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang