jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengakui ada perbedaan pendapat dan pertentangan ideologi terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Untuk mengatasinya, Willy berencana menggunakan pendekatan sosiokultural.
"Saya sebagai Ketua Panitia Kerja RUU PKS akan menggunakan pendekatan yang bersifat sosiokultural dan tentu dialog menjadi 'jembatan' utama dalam proses penyelesaian RUU ini," ujar Willy di Jakarta, Kamis (12/8).
BACA JUGA: Prabowo Dorong Kurikulum Sains Pertahanan, Jakarta Defence Soroti Begini
Dia menegaskan bahwa satu hal yang menjadi fakta di masyarakat harus direspons dan yang menjadi semangat kemajuan akan diadaptasi dalam RUU PKS tanpa meninggalkan nilai-nilai kultural Indonesia.
Willy mengungkapkan bahwa masih ada kendala utama dalam pembahasan RUU PKS, yaitu terjadi perbenturan ideologi dan cara pandang terhadap RUU tersebut.
BACA JUGA: Dua Kapal Perang Siaga Penuh di Laut Arafuru, Misinya Sangat Jelas!
"Namun kendala itu bisa diselesaikan dengan dialog. Kedua belah pihak ingin memuliakan perempuan dan melindungi anak-anak dari orang-orang yang melakukan tindakan melanggar norma, adat, dan hukum," ucapnya.
Menurut dia, fakta empiris terkait kekerasan seperti fenomena gunung es yaitu angkanya besar namun proses penanganannya sangat minimalis karena belum ada payung hukum yang mengatur secara perinci.
BACA JUGA: Mantap! Kasus COVID-19 Turun Hingga 56,9 Persen Selama PPKM
Dia menilai, kekerasan seksual merupakan tindak pidana khusus yang belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sehingga akan diatur dalam RUU PKS.
Namun, Willy meyakini pertentangan ideologi dan perbedaan pendapat terkait RUU tersebut dapat diselesaikan melalui dialog yang merupakan modal utama bangsa Indonesia dalam menyelesaikan perbedaan pendapat.
"Indonesia lahir dari pertentangan ideologi, kita tidak menghambat itu, dan modal utama republik ini adalah dialog."
"Coba bayangkan saat republik ini lahir terdapat spektrum ideologi kiri dan kanan yang memiliki perbedaan kepentingan, lalu kita memiliki perbedaan bahasa, dan keyakinan namun akhirnya kita bisa bersatu," katanya.
Willy juga menekankan bahwa saat ini Baleg belum memiliki draf RUU PKS karena masih dalam proses penyusunan dan akan dipresentasikan di awal Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 yang akan dimulai 16 Agustus.
Menurut dia, masyarakat harus tahu bahwa belum ada draf RUU PKS yang dimiliki Baleg agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi dan polemik di publik terkait draf RUU tersebut.(Antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang