Ada Siswa Gantung Diri, FSGI Desak PJJ Dievaluasi

Jumat, 30 Oktober 2020 – 19:48 WIB
Ilustrasi gantung diri. Grafis: Sultan Amanda Syahidatullah/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan duka cita atas wafatnya seorang  siswa di salah satu SMP di Tarakan.

Korban yang berusia 15 tahun ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi rumahnya.

BACA JUGA: Surat Terakhir Diduga Pemicu Utama Siswa SMP di Tarakan Gantung Diri

Diduga kuat pemicu korban bunuh diri adalah banyaknya tugas sekolah daring yang menumpuk yang belum dikerjakan korban sejak tahun ajaran baru.

Sekjen FSGI Heru Purnomo mengungkapkan, sehari sebelum korban bunuh diri, orang tua korban menerima surat dari sekolah yang isinya menagih puluhan tugas-tugas korban yang belum dikumpulkan.

BACA JUGA: Siswa SMP Gantung Diri, Sempat Mengeluhkan Beban Tugas dari Sekolah

Ada peringatan jika tidak dikumpulkan, maka korban tidak bisa mengikuti ujian akhir semester.

Artinya ada syarat mengikuti ujian akhir semester dari sekolah adalah mengumpulkan seluruh tugas tersebut. 

BACA JUGA: Honorer K2 Merasa jadi Kelinci Percobaan Regulasi PPPK

Menurut orang tua korban, anaknya belum menyelesaikan tugasnya bukan karena malas, tetapi karena memang tidak paham sehingga tidak bisa mengerjakan.

Sementara orang tua juga tidak memiliki kapasitas dan kemampuan membantu anaknya. 

"Ibu korban sempat berkomunikasi dengan pihak sekolah terkait beratnya penugasan sehingga anaknya mengalami kesulitan, namun pihak sekolah hanya bisa memberikan keringanan waktu pengumpulan, tetapi tidak membantu kesulitan belajar yang dialami ananda," ungkap Heru di Jakarta, Jumat (30/10). 

Meskipun diketahui motif seorang remaja yang bunuh diri tidak pernah tunggal, artinya selain karena dugaan stres oleh PJJ (pembelajaran jarak jauh) tentu ada motif lainnya.

Namun, yang pasti ada dugaan kuat motifnya karena kesulitan dan beban menjalani PJJ. 

Heru menyebutkan, kasus Siswa SMP  (15 tahun) di Tarakan yang bunuh diri  pada 27 Oktober 2020 karena PJJ bukan kasus pertama. 

Sebelumnya, di bulan yang sama, siswi  (17 tahun) di Kabupaten Gowa  juga bunuh diri karena depresi menghadapi  tugas-tugas sekolah yang menumpuk selama PJJ fase kedua.  

Sedangkan pada September 2020, seorang siswa SD (8 tahun) mengalami penganiayaan dari orang tuanya sendiri karena sulit diajari PJJ.

Ada 3 nyawa anak yang menjadi korban karena beratnya PJJ selama pandemi.

Atas kejadian itu, FSGI mendesak pemerintah pusat dan daerah melakukan evaluasi menyeluruh dari pelaksanaan PJJ  fase kedua yang sudah berlangsung  hampir satu semester ini.

Hasil evaluasi dipergunakan untuk perbaikan PJJ, baik dari sisi pemerintah, sekolah, maupun orangtua untuk membantu siswa belajar dan mengurangi beban psikologisnya selama menjalani PJJ. (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler