Ada yang Bilang Penangkapan Gus Nur Tak Wajar

Minggu, 25 Oktober 2020 – 07:33 WIB
Sugi Nur Raharja alias Gus Nur. Foto: YouTube/Munjiat Channel

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyampaikan pernyataan hukum terkait penangkapan Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Sabtu (24/10) dini hari.

Chandra di antaranya menjelaskan ada hal tak wajar dalam proses penangkapan tersebut. Di antaranya pada waktu ditangkap, Gus Nur belum mengetahui statusnya sebagai tersangka.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Gus Nur Ditangkap, Kapolda Marah Besar, Honorer K2 Galau dan Menangis

"Hal ini berdasarkan surat yang diberikan aparat kepolisian yang melakukan penangkapan hanya memberikan Surat Penangkapan dan Surat Tanda Terima Barang Bukti," ungkap Chandra dalam keterangan yang diterima jpnn.com, Sabtu.

Lebih jauh disebutkan bahwa Gus Nur ditangkap tanpa proses pemeriksaan awal. Dia baru diperiksa dan diambil keterangan setelah ditangkap dan dibawa ke Mabes Polri.

BACA JUGA: Kasus Gus Nur, Hukum Harus Tegas, Tak Perlu Ada Perlakuan Istimewa

"Semestinya tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan bila tersangka tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar setelah dipanggil dua kali berturut-turut oleh penyidik," tegas Chandra.

Dia pun menyodorkan dasar hukum atas pendapatnya itu. Di mana prosedur penangkapan seharusnya mengacu pada pasal 112 ayat 2 Jo pasal 227 ayat 1 KUHAP.

BACA JUGA: Kompol Imam Zaidi Bikin Malu Polri, Pantas Irjen Agung Menyebutnya Pengkhianat

"Penyidik sebelum melakukan penangkapan harus memanggil seseorang dengan patut sebagaimana dalam pasal 112 ayat 2 KUHAP," ucap Chandra.

Pengacara yang juga Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) ini menyatakan bahwa semestinya Gus Nur tidak dapat dengan serta merta dikenai upaya paksa berupa penangkapan.

Hal itu, kata Chandra, karena ada syarat-syarat tertentu yang diatur Perkap No. 14 Tahun 2012. Seperti ketentuan di Pasal 36 ayat (1) Perkap tersebut yang menyatakan tindakan penangkapan terhadap seorang tersangka hanya dapat dilakukan berdasarkan dua pertimbangan yang bersifat kumulatif (bukan alternatif).

Pertimbangan pertama adalah adanya bukti permulaan yang cukup yaitu laporan polisi didukung dengan satu alat bukti yang sah dengan turut memperhatikan ketentuan Pasal 185 ayat (3), Pasal 188 ayat (3) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP.

Kedua, Tersangka telah dipanggil dua kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar. Sedangkan Gus Nur menurutnya belum pernah dipanggil secara patut dan wajar, tetapi langsung ditangkap dan baru diperiksa serta diambil keterangan setelah ditangkap.

Chandra menyatakan tindakan penyidik yang demikian dikhawatirkan dinilai sebagai tindakan yang arogan, tidak empati di musim Pandemi. Karena itu pihaknya sangat menyayangkan sekaligus mempersoalkan komitmen Polri dalam melakukan tindakan hukum di musim Pandemi.

"Bangsa ini sedang dilanda musibah, tetapi kondisi itu tidak membuat Polri bertindak arif dan bijak dalam menjalankan tugas menangani perkara," kata Chandra.

Selain itu, LBH Pelita Umat yang telah ditunjuk sebagai kuasa hukum Gus Nur, mendorong agar UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) segera dilakukan revisi terutama terkait pasal-pasal karet.

Pihaknya khawatir pasal karet itu digunakan oleh seseorang, sekelompok orang atau oknum pemegang kekuasaan dan kewenangan untuk melakukan tindakan pembungkaman menyampaikan pendapat di ranah media sosial.

"Bahwa kami memohon doa dan dukungan dari jamaah Gus Nur, serta dari seluruh kaum muslimin, agar Allah Maha Perkasa Lagi Bijaksana memberikan kekuatan dan kesabaran," pungkas Chandra.

Sebelumnya, Gus Nur yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dituduh melanggar pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45 ayat (2) dan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Gus Nur juga diperkarakan berdasarkan ketentuan pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik, dan pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa.(fat/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler