Ada yang Tak Sabar Ingin Ganti Presiden

PKB Tutup Pintu Untuk Pemakzulan

Senin, 28 Februari 2011 – 00:10 WIB
Ketua DPP PKB, Helmy Faishal Zaini (baju hijau) dan Ketua Forum Renovasi Indonesia, Bagus Satriyanto dalam diskusi bertema "Bahaya Pemakzulan Bagi Bangsa di Era Demokrasi" di DPP PKB, Minggu (27/2). Foto : Arundono/JPNN

JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menuding ada pihak yang tak sabar untuk mengganti pemerintahan dengan mengusung isu pemakzulan (impeachment) terhadap pemerintahan saat iniKetua DPP PKB, Helmy Faishal Zaini, menyatakan bahwa kepemimpinan nasional saat ini tetap harus dikawal

BACA JUGA: Dua Kali Menjabat, Telanjur Maju Tak Dianulir



"Ada ketidaksabaran menjalani transisi demokrasi yang masih terus berjalan
Masalah saat ini adalah tahapan demokrasi yang mestinya dilakui dengan sabar

BACA JUGA: Golkar-PKS Percaya SBY Tak Marah

Kepemimpin saat ini harus kita jaga," ujar Helmy saat menyampaikan kata pembuka pada diskusi bertema Bahaya Pemakzulan Bagi Bangsa di Era Demokrasi di DPP PKB, Minggu (27/2).

Menurut politisi PKB yang juga Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu, siapa pun presidennya maka seluruh elemen bangsa wajib mengawal hingga periode jabatannya berakhir
Karenanya jika ada pihak yang melihat kekurangan pemerintah, maka sebaiknya membantu dengan kritik yang membangun

BACA JUGA: Nasdem Sumsel Bidik Sejuta Kader



Meski demikian Helmy tak menyebut pihak-pihak yang tak sabar ituIa justru mengingatkan bahwa sudah ada pemilu reguler yang menjadi ajang bersaing secara sehat"Makanya kita semua harus menahan diri sampai 2014Sebab presiden sudah jelas hanya dua periode dan Pemilu dilakukan tiap lima tahun sekali," cetusnya.

Politisi kelahiran Cirebon itu pun mengingatkan agar peristiwa di Tunisia, Mesir dan negara Timut Tengah lainnya tidak dibawa-bawa ke IndonesiaAlasannya, kondisinya jelas berbeda"Jadi kondisi seperti di Mesir itu jangan membuat kita gagap menanggapinya," cetusnya

Pada kesempatan sama Ketua Forum Renovasi Indonesia, Bagus Satriyanto, menyatakan, pemakzulan merupakan ancaman bagi demokrasi di IndonesiaMeski diatur dalam konstitusi, namun Bagus mengingatkan bahwa pemakzulan tak bisa dilakukan dengan dasar yang tak kuat

Mengutip pasal-pasal di UUD 1945, Bagus mengatakan bahwa pemakzulan dilakukan jika kepala negara melanggar undang-undang, terbukti korupsi, berkhianat terhadap NKRI, ataupun sudah tidak mampu lagi melanjutkan tugasnya"Jadi pemakzulan tidak bisa dilakukan hanya karena kepala negara belum bisa menyelesaikan program atau programnya masih gagal," ucapnya.

Pemakzulan, lanjut Bagus, juga memiliki risiko besarSelain ancaman pertumahan darah, sebutnya, pemakzulan juga jelas menguras keuangan negara"Jadi rakyatnya sudah berdarah-darah, masih harus sengsara karena anggaran negara habis demi sesuatu yang arahnya belum pasti," ulasnya

Di samping itu, pemakzulan sama saja meruntuhkan tatanan Pemilu secara reguler yang menjadi bagian dari proses regenerasi dan pergantian pemimpin nasional"Imbasnya pun akan ke ekonomi, kepercayaan asing terhadap Indonesia pasti ambruk," tegasnya.

Bagus mencontohkasn 40 negara yang melakukan pergantian pimpinan negara melalui reformasi ataupun revolusiHasilnya, justru 21 negara di antaranya menghasilkan pemimpin otoriter"Indonesia tentu tidak ingin seperti itu," pungkasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Front Pemuda Desak SBY Keluarkan Golkar-PKS dari Koalisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler