Adaro Tunggak Pajak Alat Berat

Ismail: Kami Tak Punya Alat Berat

Senin, 09 Mei 2011 – 11:23 WIB
BANJARMASIN- Dari data yang dilaporkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kalsel pada tahun 2010, ternyata PT Adaro baru membayar pajak untuk alat beratnya sebanyak 804 unit dari seluruh alat berat yang dimiliki Adaro.
     
"Saya mendapat data dari Dispenda Kalsel kalau PT Adaro masih menunggak pajak untuk alat berat yang mereka miliki," ujar Ketua Komisi II DPRD Kalsel M Ihsanudin kepada Radar Banjarmasin (JPNN Grup).
 
Menurut Ihsanudin, data yang diperolahnya melalui Dispenda, jumlah alat berat PT Adaro seharusnya 1.139 unitNamun, sampai saat ini PT Adaro masih menunggak untuk pembayaran pajak alat berat

BACA JUGA: Danamon Sambut Baik UU Transfer Dana


"Seharusnya tidak begitu, yang namanya kewajiban membayar pajak harus dilaksanakan
Pendapatan Adaro saya yakin sangat cukup untuk membayar tunggakan tersebut," tegasnya.

Ihsanuddin juga menambahkan, menurut hitungan Dispenda Kalsel, pendapatan pajak alat berat yang seharusnya diterima adalah sebesar Rp34,6 miliar dari perusahaan tambang PT Adaro

BACA JUGA: ASEAN Sepakat Transparans soal Kebijakan Nontarif

Namun, kenyataannya Dispenda selama ini baru menerima Rp22 miliar pada tahun 2010
"Ya itulah kenyataannya, saya mendesak agar Adaro bisa segera menuntaskan masalah ini," katanya.

Namun, data yang diungkapkan oleh Ihsanudin tersebut dibantah oleh External Relation PT Adaro, Ismail

BACA JUGA: Beli Saham Newmont, Pemerintah Dituding Ditekan Asing

Menurutnya, PT Adaro selama ini tidak mempunyai alat berat, karena PT Adaro menggunakan pihak ketiga dalam penggarapan tambang yang menggunakan alat berat.

"Saya kira hal itu tidak benar, justru kami yang pertama membayar pajakLagipula kami tidak mempunyai alat beratSelama ini kami menggunakan pihak ketiga dalam menggunakan alat beratJadi agak aneh juga," ujarnya.

Ia pun meminta pihak Dispenda untuk mengecek ulang pajak apa saja yang menjadi tunggakan dari PT Adaro"Saya kira pihak Dispenda perlu mencek ulang, yang mana yang kami tunggakSelama ini kami selalu membayar pajak, bahkan yang pertama," tandasnya.

Selain PT Adaro, jelas Ihsanudin, dari laporan Dispenda tahun 2010, penerimaan pajak dari alat berat perusahaan tambang seluruhnya hanya sebesar Rp23 miliarDari jumlah itu, sebanyak Rp22 miliar dari PT Adaro.

Artinya, masih banyak perusahaan tambang yang tidak membayarkan pajak alat berat yang dimilikinya"Yang juga sangat memprihatinkan, ternyata banyak lagi perusahaan batubara yang tak membayar pajak alat beratnyaIni jelas merugikan, padahal alam sudah dikeruk sedemikian luas," imbuhnya.

Dijelaskan Ihsanudin, selain penerimaaan pajak alat berat sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, ada beberapa opsi yang harus selalu diperjuangkanYaitu, peningkatan persenetasi besaran royalti dan golden share saham perusahaan pertambangan kepada pemerintah daerah

Sebab, menurut Ihsanudin, kedua hal tersebut bukanlah sesuatu yang tidak mungkinNamun, perlu keberanian dan upaya yang keras dari pemerintah daerahDengan adanya peningkatan royalti dan share saham kepada pemerintah daerah, maka pendapatan pun dapat ditingkatkan"Tentunya ide ini harus menjadi kajian mendalam," tandasnya.

Menurut Ihsanudin, pendapatan daerah dari pajak maupun royalti batubara selama ini masih sangat sedikit dibandingkan kekayaan yang dikeruk oleh perusahaan tambang yang ada di banua ini.  "Kita prihatin melihat pendapatan daerah dari batubara ini masih sangat sedikitApa artinya jadi salah satu daerah penghasil batubara terbesar," pungkasnya.(mr-116/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dealer Toyota Mulai Kurangi Diskon


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler