Adian: Fadli Zon Memang Terbukti Tidak Pernah Konsisten

Senin, 30 April 2018 – 21:22 WIB
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu mempertanyakan sikap Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang terkesan mati-matian menuding Presiden Joko Widodo ada di belakang masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia.

"Saya bingung, Fadli lupa atau pura-pura tidak tahu sejarah. Berlagak bagai pahlawan kesiangan bahkan mengancam akan mengajukan pansus hak angket terkait Perpres 20/2018 tentang TKA," ujar Adian di Jakarta, Senin (30/4).

BACA JUGA: Fadli Zon Yakin Sri Mulyani Pasti Kalah

Menurut Adian, orang yang berpendidikan dan mengerti sejarah pasti tahu yang membuka pintu gerbang masuknya TKA bukan Jokowi.

Melainkan keputusan pemerintah saat Soeharto masih menjabat presiden.

BACA JUGA: Fadli Zon Geram Relawan Prabowo Dituding Intimidasi di CFD

Menurut Adian, embrio pintu gerbang masuknya TKA sudah didesain sejak 1989 saat Soeharto menyetujui usul Bob Hawke untuk bergabung di APEC.

Dari usulan itu kemudian pertemuan APEC pertama kali digelar 1993. Pertemuan diprakarsai Presiden AS saat masih dijabat Bill Clinton dan Perdana Menteri Australia Paul Keating.

BACA JUGA: Dorong Pansus TKA, Fadli Zon: Cak Imin Oke-oke Saja

Setahun kemudian, pertemuan APEC 1994 di Bogor menghasilkan Bogor Goals. Isinya, mendorong investasi terbuka Asia Pacifik yang ditargetkan mulai 16 tahun kemudian yaitu 2010.

"Selanjutnya pada 1995 dibentuk AFTA (Asean Free Trade Area) dan atas keputusan Soeharto Indonesia ikut bergabung di dalamnya. AFTA ini kemudian menjadi cikal bakal MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dengan limitasi waktu pasar bebas dimulai 2015," ucapnya.

Pematangan AFTA terus berlanjut hingga KTT ASEAN Desember 1997 dilanjutkan KTT ASEAN di Hanoi Vietnam pada Desember 1998. KTT menghasilkan Statement Of Bold Measures yang isinya meneguhkan komitmen pelaksanaan AFTA yang dipercepat satu tahun dari 2003 menjadi 2002.

Sebagai upaya lanjutan dari kesepakatan itu, pada KTT 2001 di Brunei, kata Adian, dibentuk lagi CAFTA (China Asean Free Trade Area). Yaitu perjanjian perdagangan bebas antara negara ASEAN dengan China selama sepuluh tahun. Pengesahan CAFTA selanjutnya dilakukan pada 2008.

"Berangkat dari sejarah panjang lahirnya pasar bebas barang, jasa dan tenaga kerja di Indonesia yang dimulai 1989, maka pantas jika Soeharto diangkat menjadi Bapak Tenaga Kerja Asing," ucap Adian.

Anggota DPR ini juga mengatakan, niat Fadli membentuk Pansus Perpres 20/2018 tidak tepat.

Jika ingin melakukan hal itu, harusnya terkait keputusan awal Indonesia bergabung di APEC dan serangkaian hasil keputusan internasional lain yang terkait dengan pasar bebas barang, jasa serta tenaga kerja.

"Sekarang pertanyaannya, apakah Fadli Zon punya keberanian membuat pansus kebijakan Soeharto yang notabene adalah mertua Prabowo. Masalah lain, apa bisa dilakukan pada orang yang sudah meninggal dunia," katanya.

Adian juga merasa aneh dengan sikap Fadli. Mengapa saat diangkat Soeharto menjadi anggota MPR dan dilantik pada 19 Agustus 1997 lalu, tidak menolak pelaksanaan dan keputusan Soeharto terkait pasar bebas.

"Fadli Zon memang terbukti tidak pernah konsisten. Mulutnya menolak komunisme tapi tangannya mengantar mawar merah ke makam Karl Marx, mulutnya menolak komunis tapi tangannya merangkul patung Lenin dan menyebut Lenin dengan kata Kamared yang berarti saudara se-partai," pungkas Adian.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fadli Zon Desak Aparat Usut Small Business untuk Pak Ari


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler