jpnn.com, YOGYAKARTA - Sri Sultan Hamengkubuwono X telah memecat dua adiknya, GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat, dari jabatan struktural di Keraton Yogyakarta.
Raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat itu beralasan, pemecatan tersebut disebabkan dua adik tirinya tersebut sudah tidak aktif bekerja selama lima tahun.
BACA JUGA: Sultan HB X Memecat 2 Adiknya, Silakan Simak Alasannya
Menanggapi hal itu, GBPH Yudhaningrat mengaku tidak ingin persoalan pemecatan terhadap dirinya dari posisi jabatan struktural di Keraton Yogyakarta memunculkan polemik berkepanjangan.
"Kami tidak ada masalah. Kami hanya berdoa saja. Soalnya tidak mungkin kami ini seperti Solo, terus berontak, terus menabrak regol. Kami tidak seperti itu," kata Yudhaningrat saat ditemui di kediamannya di Dalem Yudhanegaran, Senin (25/1).
BACA JUGA: Yogyakarta juga Berencana Menggunakan Alat Deteksi Covid-19 GeNose
Yudhaningrat yang sebelumnya menjadi penggede (kepala) Kawedanan Hageng Punakawan Purwabudaya Keraton Yogyakarta telah menginformasikan pemecatan terhadap dirinya kepada kerabatnya.
"Mohon maaf karena sudah tidak lagi menjabat itu. Kalau ada sesuatu yang tidak berkenan ketika menjalankan tugas, mohon maaf," kata mantan Kepala Dinas Kebudayaan DIY itu.
BACA JUGA: Mbak MA Cuma Dibayar Sebegini Usai Begituan di Halte Bus, Mungkin Anda Berdecak Heran
Yudhaningrat mengakui bahwa sejak Sultan HB X mengeluarkan Sabda Raja dan Sabda Tama pada 2015, ia bersama GBPH Prabukusumo memutuskan tidak lagi aktif terlibat di Keraton Yogyakarta.
Langkah itu sebagai bentuk protes kepada Sultan HB X karena Sabda Raja telah keluar dari paugeran atau tata adat keraton.
Namun demikian, terkait kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kesenian, termasuk saat acara Garebeg, Yudha masih kerap terlibat sebagai manggala yudha atau panglima perang memimpin barisan prajurit yang mengawal gunungan.
Selama menjabat sebagai Penggede Kawedanan Hageng Punakawan Purwabudaya Keraton Yogyakarta, Yudha mengaku mendapat gaji sebesar Rp 75.000 per bulan dari Keraton Yogyakarta. Namun, tuturnya, dia sudah tidak menerima gaji itu lagi ejak 2015.
Oleh sebab itu, ia membantah tudingan bahwa dirinya memakan gaji buta selama lima tahun.
Gaji itu juga ditegaskan bukan dari Dana Keistimewaan (Danais) DIY yang bersumber dari APBN. "Itu dari keraton resmi, bukan dari Danais," kata dia.
Adapun dana yang bersumber dari Danais, sambung Yudha, memang diberikan pemerintah bukan berkaitan dengan jabatan, namun sebagai tambahan penghasilan selaku salah satu pangeran Keraton Yogyakarta dan putra HB IX.
Yudhaningrat memerinci, pendapatan itu mencakup posisinya sebagai pangeran keraton sebesar Rp 3.190.000 per bulan, serta sebagai manggala yudha Rp 345.000 per bulan yang diterima secara rapelan setiap empat bulan sekali.
Pendapatan tambahan ini, kata dia, merupakan konsekuensi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.
"Jadi kami menerima honor itu kan kewajiban sebagai pangeran di Keraton Yogyakarta. Pangeran yang (tinggal) di Jakarta yang tidak menggubris masalah keraton pun sama diberi honor," kata dia.
Namun demikian, Yudha mengatakan uang dari pemerintah itu tidak dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan untuk membeli pakan kuda peliharaannya.
"Kalau saya sama keluarga cari yang lain," kata Yudhaningrat.
Sebelumnya Sri Sultan Hamengkubawono X memberhentikan GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat dari posisi jabatan struktural di Keraton Yogyakarta melalui surat Dhawuh Dalem: 01/DD/HB 10/Bakdamulud XII/Jumakir 1954/2020.
Pada bab pertama surat tersebut tertulis pergantian pimpinan Keraton Yogyakarta di Parwabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang sebelumnya dipimpin oleh GBPH Yudhaningrat.
Selanjutnya, Sultan HB X menunjuk putri sulungnya, GKR Mangkubumi menjadi pengganti Yudhaningrat.
Adapun bab kedua Dhawuh Dalem mencantumkan pergantian pimpinan Keraton Yogyakarta di bidang Nityabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang sebelumnya GBPH Prabukusumo. Seiring terbitnya surat tersebut, jabatan itu kini diisi oleh GKR Bendara yang juga putri Sultan HB X.
Sultan menepis anggapan bahwa keputusan pemberhentian adiknya dilatarbelakangi ketidaksepahaman terkait Sabda Tama dan Sabda Raja yang dia keluarkan pada 2015.
"Enggak ada hubungannya ya, kan? Wong nyatanya yang enggak setuju sama saya kalau tetap dia melaksanakan tugas sebagai pengageng (pejabat Keraton Yogyakarta, red) juga enggak saya berhentikan," kata Sultan beberapa waktu lalu. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo