jpnn.com, PALEMBANG - Para driver online kini meningkatkan kewaspadaan tinggi. Itu setelah beberapa kali sopir taksi online (taksol) jadi korban perampokan.
Kasus terakhir, perampokan yang menewaskan Tri Widyantoro, sopir Go-Car yang sempat hilang 42 hari.
BACA JUGA: Pembunuhan Sopir Go-Car: Tyas Berubah Sejak Semester Dua
Ketua Asosiasi Driver Online (ADO) Kota Palembang, Arvin, meminta semua sopir taksol agar menerapkan kewaspadaan tinggi ketika mengantar ataupun menjemput penumpang di luar Kota Palembang. Juga di wilayah yang selama ini menjadi zona merah bagi driver online.
“Cek dan ricek dahulu apabila menerima orderan yang dianggap mencurigakan. Terutama jika malam hari dan ke lokasi yang cukup jauh atau masuk zona merah. Jika perlu sharing lokasi ke grup WhatsApp (WA) yang terdapat di semua komunitas,” pesannya.
BACA JUGA: Kampus Unsri Pastikan Pecat Mahasiswa Pembunuh Sopir Go-Car
Dengan begitu, dapat terpantau secara berkala oleh admin dan seluruh anggota grup. Jika berkenan, driver bisa mengajak penumpang terlebih dahulu untuk foto selfie dan kirimkan foto tersebut ke grup.
“Kalau si penumpang tidak punya niat jahat, mereka pasti tidak akan keberatan,” imbuhnya.
BACA JUGA: Orang Tua Pembunuh Sopir Go-Car Minta Maaf Pada Keluarga Tri
Cara ini dilakukan semata-mata untuk menciptakan rasa aman bagi driver online itu sendiri. Selain itu, pihaknya mendesak kepada pengelola aplikasi (aplikator) angkutan online, baik Go-Car, Grab dan Uber untuk melakukan upgrade total sistem aplikasi dari penumpang yang selama ini dinilai tidak akurasi dan validasi data yang benar.
“Selama ini akurasi data calon penumpang yang mengorder tidak seketat dibandingkan pendaftaran kami para driver. Harusnya, akun penumpang wajib juga mencantumkan foto disertai persyaratan lain seperti meng-upload identitas diri dan lainnya,” imbuh dia.
Bahkan kalau bisa, aplikasi yang dimiliki para driver dikoneksikan dengan aplikasi punic button yang dimiliki kepolisian. Apabila ada hal mengancam dan membahayakan diri, driver bisa langsung menekan punic button tersebut. Dengan cara itu, keberadaan para driver yang terancam bisa langsung terlacak polisi.
Kasus perampokan yang menewaskan Tri Widyantoro membuat manajemen Go-Jek angkat suara. “Kami turut berduka atas meninggalnya mitra driver Go-Car yang bernama Tri Widyantoro. Semoga keluarga diberikan kelapangan dan keikhlasan,” tulis manajemen Go-Jek Indonesia kepada Sumatera Ekspres, kemarin.
Perwakilan dari manajemen Go-Jek sudah bertemu dengan pihak keluarga Tri untuk menyampaikan bela sungkawa dan memberikan santunan sekaligus menggelar acara doa bersama dengan para mitra di Palembang.
Pihaknya sangat mengutuk tindakan kriminal keji seperti ini. Go-Jek telah berkoordinasi secara intensif dengan pihak kepolisian. Harapannya, pelaku diproses dan diberikan hukuman setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku.
Bagi Go-Jek dan Go-Car, keamanan para mitra dalam bekerja termasuk prioritas utama. Pihaknya memiliki tim di lapangan yang siap membantu mitra bila terjadi hal yg tidak diinginkan. “Kami juga memberikan perlindungan dalam bentuk asuransi, baik itu bagi mitra maupun konsumen saat sedang menjalankan layanan Go-Jek,” tukasnya.
Di sisi lain, rencana pemerintah pusat menjadikan perusahaan aplikasi sebagai perusahaan jasa angkutan (penyelenggara angkutan umum) dianggap bukan solusi atas permasalahan driver online selama ini. Sekjen Asosiasi Driver Online (ADO) DPD Sumsel, Malwadi berpendapat, sesuai rilis ADO pusat, justru kebijakan itu akan rugikan driver online.
“Secara otomatis prinsip kemitraan antara perusahaan aplikasi dengan driver online akan gugur. Yang muncul justru hubungan kerja antara majikan dengan buruh,” jelasnya. Sudah dipastikan, maka yang akan bertahan perusahaan-perusahaan kapitalis yang telah lama berkecimpung di tranportasi darat. “Kalau pun ada keuntungan, paling driver online tidak terbebani iuran pendaftaran dan bulanan dari koperasi/PT,” tuturnay.
Karena itu sesuai dengan Permenhub 108/2017, pihaknya meminta pemerintah memastikan badan hukum yang menaungi driver online bebas dari pemanfaatan oknum-oknum yang memberikan beban berat kepada driver online seperti pendaftaran dan iuran bulanan.
Memastikan semua driver bersedia memenuhi persyaratan masuk kuota, memastikan perusahaan aplikasi tidak bertindak sewenang-wenang dan tak melakukan kegiatan yang jadi domain penyelenggara angkutan serta mematuhi moratorium, tarif batas bawah dan batas atas, serta tidak men-suspend sepihak.
“Pemerintah campur tangan dalam aturan hak dan kewajiban antara perusahaan aplikasi dengan driver online. Terakhir meniadakan pasal-pasal penandaan permanen pada kendaraan,” pungkasnya.
Pihaknya berharap pemerintah memberi solusi terbaik, karena masalah sebenarnya adalah UU LLAJ Nomor 22/2009 yang belum secara langsung mengakomodir keberadaan transportasi online.
“Kami pun menggagas agar masalah driver online diatur dalam payung hukum setingkat UU, dan memperjelas mengenai hak dan kewajiban perusahaan aplikasi dengan driver online,” pungkasnya. (kms/rip/ce1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolda Sumsel: Menyeralah atau Ditembak Mati, Ingat Itu!
Redaktur & Reporter : Budi