jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memberikan sertifikasi kepada 138 komisaris dan direksi dari sejumlah calon platform fintech peer to peer (P2P) lending.
Sertifikasi itu merupakan prasyarat mendaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyelenggara fintech P2P lending.
BACA JUGA: Kolaborasi Bank dan Fintech Sasar Semua Kalangan
“Dengan sertifikasi, para pemimpin dan pemilik perusahaan diharapkan sudah memahami ekosistem industri sehingga mereka dapat menjalankan bisnisnya sesuai dengan Market Conduct,” kata Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi, Kamis (28/3).
Adrian menambahkan, sertifikasi ini sebagai bukti komitmen AFPI dalam menjalankan mandat dari OJK.
BACA JUGA: Perizinan Jadi Tantangan Besar Fintech Syariah
Sebagaimana diketahui, setiap calon penyelenggara fintech lending harus telah mengikuti training dan mengikuti ujian untuk memperoleh sertifikasi terlebih dahulu dari asosiasi.
BACA JUGA: Bunga Maksimal Utang Fintech 0,8 Persen
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah (kiri) didampingi Direktorat Penelitian Kebijakan dan Pengaturan Edukasi Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, Rose Dian Sundari (kedua kiri) menandatangani sertifikat disaksikan perwakilan komisaris calon penyelenggara fintech P2P Lending di Jakarta, Kamis (28/3).
Hal itu harus dilakukan agar mereka dapat mendaftar sebagai penyelenggara fintech lending di OJK.
AFPI sendiri merupakan asosiasi resmi yang ditunjuk OJK sesuai surat penunjukkan OJK No. S-5/D.05/IKNB/2019 sebagai mitra strategis dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan para penyelenggara fintech P2P lending.
Adrian menambahkan, AFPI juga memberikan sertifikasi bagi anggotanya, baik kepada komisaris, direksi, karyawan termasuk petugas penagihan.
“Pemberian sertifikasi adalah salah satu dari fungsi keberadaan AFPI untuk menjalankan pengawasan dan pengaturan kepada anggotanya agar menjalankan praktik bisnis yang bertanggung jawab dan melindungi nasabah,” kata Adrian.
Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, pihaknya telah menyiapkan arsitektur yang diawasi oleh Komite Etik.
Arsitektur AFPI terdiri dari policy advocacy, code of conduct (atau pedoman perilaku sebagai dasar AFPI menjalankan market disiplin), literasi dan edukasi, data knowledge and intelligence, dan kolaborasi.
“Dengan code of conduct ini asosiasi ingin melindungi konsumen dari aturan-aturan yang ada dan diawasi oleh komite etik. Keberadaan komite etik dan arsitektur AFPI ini sekaligus menegaskan komitmen pelaku usaha dalam menerapkan standar praktik bisnis yang bertanggung jawab,” tutur Sunu.
Ketua Harian AFPI Kuseryansyah mengatakan, training sertifikasi ini adalah lanjutan dari pembekalan yang sudah AFPI berikan sebelumnya pada awal Maret 2019.
Sebelum memperoleh sertifikasi ini, para peserta harus melewati training pembekalan ujian sertifikasi dasar Fintech P2P lending selama dua hari yang digelar pada 28-29 Maret 2019.
Pada akhir sesi, peserta harus mengikuti ujian sertifikasi. Training dua hari ini mendatangkan pembicara dari Direktorat Pengaturan, Perijinan dan Pengawasan Fintech (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perlindungan Konsumen OJK, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), konsultan hukum dan tentunya dari pengurus AFPI.
Dia menjelaskan, AFPI hadir untuk turut mendukung program pemerintah meningkatkan inklusi keuangan masyarakat.
“Keberadaan fintech P2P lending diharapkan lebih maksimal untuk mengisi credit gap dan untuk melayani masyarakat unbanked, underserved, sehingga diharapkan turut meningkatkan taraf hidup masyarakat,” tutur Kuseryansyah. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Melalui KTA Tunaiku, Amar Bank Kedepankan Kolaborasi dalam Layanan Fintech
Redaktur & Reporter : Ragil