BACA JUGA: Semar, Mobil Superingan dan Superirit Made in UGM
Berikut catatan wartawan Jawa Pos yang akhir pekan lalu datang dari sana.Laporan NAUFAL WIDI, Port Moresby
BEGITU mendarat di Bandara Internasional Jackson, Port Moresby Kamis sore pekan lalu waktu setempat (11/3), Jawa Pos dan beberapa wartawan lain yang ikut kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke PNG diperingatkan untuk ekstra hati-hati.
"Hati-hati kalau berjalan sendirian, apalagi kalau sudah petang
Pemandangan di Port Moresby sebagai sebuah ibu kota negara jauh berbeda jika dibandingan dengan Jakarta
BACA JUGA: Sempat Jaminkan Gunting untuk Makan, Kini Tinggal di Hotel
Dengan jumlah penduduk hanya sekitar 430.000 jiwa (PNG berpenduduk 6,3 juta jiwa berdasar sensus 2009), kota itu tidaklah padatSetidaknya itu yang terekam Jawa Pos selama 15 menit menikmati perjalanan dari kawasan Jacksons Parade (lokasi dekat Bandara Jackson) menuju ke tempat penginapan, yakni Hotel Crowne, di kawasan Hunter & Douglas Streets
BACA JUGA: Ingin Karyanya Bisa Dipamerkan di Surabaya
Di tempat itulah Presiden SBY dan rombongan melakukan sejumlah kegiatan kenegaraan.Pemukiman penduduk sore itu juga tampak lengangBangunan rumah rata-rata tidak mewahKebanyakan beratap sengNamun, ada yang menarikHampir semua memiliki pagar yang tinggiRata-rata dua meter.
"Pagar-pagar yang tinggi itu merupakan pagar pengaman bagi warga yang bermukim dalam satu kompoun (kompleks)," kata Abdul Hakim, staf penerangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Port MoresbyTujuannya jelas, sebagai pengaman dari aksi rasscall (sebutan untuk penjahat).
Rasscall memang nekatMereka mencari korban-korban yang mudah didapatkanMereka tak mau bersusah-susah"Istilahnya, tidak mau susah-susah untuk mendapatkan uang atau barang rampokan," ujar HakimJika dibandingkan dengan perampokan di kota-kota besar negara lain yang menggunakan peralatan dan teknik, tidak demikian halnya dengan rasscall di Port Moresby.
"Bahkan, dalam beraksi, mereka tidak segan-segan melakukan kekerasan dan pembunuhanPeralatan yang digunakan sering adalah pisau pemotong rumput atau sejenisnyaKadang juga mereka menggunakan senjata apiKriminalitas seperti ini sering terjadi di kota-kota besar di PNG, seperti di Port Moresby, Lae, dan Mt Hagen.
Mereka tidak hanya beraksi di permukimanToko dan supermaket juga menjadi sasaran rasscallTidak heran jika para pemilik toko atau supermaket melengkapi dengan pagar tinggiBahkan, transaksi antara pembeli dan penjual dibatasi dengan besi teralis"Transaksi seperti biasa, tapi ada pembatasnyaKita bayar, mereka kasih barang," kata seorang tim advance.
Abdul Hakim menambahkan, penjarahan supermarket merupakan pemandangan yang sering terjadiSasaran utama memang supermarketMereka juga aksi pembobolan ATM.
Akhir-akhir ini, lanjut Hakim, perampokan semakin banyak dialami warga ekspatriatmisalnya, perampokan salah satu kedubes di Port Moresby pada 17 Februari lalu"Pelakunya empat orang dan kejadiannya di siang bolong," cerita Hakim heran.
Menurut sumber yang lain, empat orang tersebut berpura-pura hendak mengurus visaNamun, setelah masuk, mereka melakukan aksi jahatnya itu.
Seorang istri pejabat KBRI Port Moresby juga sempat ketiban sialSaat beristirahat di pinggir pantai belum lama ini, dia didatangi orang tak dikenal"Orangnya lalu menodongkan senjata, kemudian merampas barang-barangnya," kata seorang tim advance yang tidak mau dikorankan"Kalau kita jalan sendirian malam hari, bahaya," imbuhnya mengingatkan.
Kejadian itu juga pernah dialami seorang pejabat kepolisian PNGIni mengagetkanSebab, dia punya kedudukan cukup terhormat di kepolisianNamun, tetap saja dia menjadi korbanSemua barang berharga yang melekat di tubuh pejabat polisi tersebut dipereteli.
Bagaimana warga yang tampak ramah" "Kesan itu muncul secara kebetulanMungkin orang itu tergolong memiliki pendidikan yang cukup dan berada sehingga civilization masih tampak," terang Hakim.
Alasan keamanan tersebut yang sepertinya menjadi perhatian saat kunjungan SBY ke PNGSaat mendarat di Bandara Jacksons, meski menjadi protap, Paspampres yang berada di ring 1 tampak menyiapkan pistol di balik jas merekaHal itu tidak terlihat saat hendak mendarat di Canberra maupun Sydney yang menjadi tujuan sebelumnyaPuluhan tentara lokal juga berjaga-jaga di sekitar hotel tempat SBY menginap maupun lokasi acaraBahkan, di Hotel Crowne yang menjadi lokasi acara, disiapkan metal detector yang dibawa dari Indonesia.
Tingkat kriminalitas yang tinggi itu, salah satunya, disebabkan tingkat pengangguran yang tinggi di PNGSelain itu, biaya hidup tergolong tinggi"Langsung maupun tidak, itu akan berimbas pada perampokan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," urai Hakim.
Dia menyebutkan, mayoritas penduduk PNG bermata pencarian sebagai petani secara tradisionalMeski demikian, mayoritas warga justru suka berfoya-foyaMereka biasa melakukan pesta minum-minuman keras jika memiliki sedikit uang lebihHal itu pula yang turut memengaruhi praktik kriminalitas.
Kelab-kelab malam menjadi satu-satunya tempat hiburan, biasanya ramai pada Jumat malam"Isitilahnya, malam Minggunya di sini," kata diaYang juga ramai adalah setiap akhir minggu kedua atau akhir bulanItu terkait dengan sistem penggajian di PNG yang diterima tiap minggu kedua dan keempatGajian dua kali dalam sebulan tersebut dikenal dengan istilah forthnight.
Hakim membenarkan bahwa tidak ada tempat hiburan lain, selain kelab malam di Port MoresbySeperti Ancol maupun Taman Mini di JakartaBahkan, taman bermain dan hiburan seperti Monas juga tidak adaJika hari libur, staf KBRI biasanya hanya pergi ke supermarket"Lihat-lihat barang sambil makan-makan di kafetaria untuk menghilangkan rasa jenuh di rumah," terangnya.
Dengan pertimbangan keamanan itu, staf KBRI tidak banyak berhubungan dengan penduduk lokalKecuali dengan mereka yang berhubungan dengan tugas-tugas di KBRISeperti di Kementerian Luar Negeri, jurnalis, dan kantor-kantor pemerintahan"Mereka sih baik-baik, bersahabat, penuh pengertian," ungkapnyaBiasanya, mereka saling bertukar suvenir sebagai perekat hubungan(c9/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tony Rafty, Wartawan Australia yang Pernah Meliput Perang di Surabaya (1)
Redaktur : Tim Redaksi