Ingin Karyanya Bisa Dipamerkan di Surabaya

Selasa, 16 Maret 2010 – 05:14 WIB
SKETSA - Tony Rafty memperlihatkan sketsa Adam Malik kepada Pemred Jawa Pos, Leak Kustiya, di rumahnya di pinggiran Kota Sydney, Australia, Minggu (7/3). Foto: Tony Rafty for Jawa Pos.

Tony Rafty ingin sekali bisa mengunjungi Surabaya, kota yang memberinya banyak kenanganDia juga berharap karya-karyanya yang "sebagian telah diarsip dan menjadi milik National Library of Australia di Canberra" bisa dipamerkan di Surabaya.

=====

SELAIN sebagai jurnalis, Tony Rafty adalah seniman otodidak yang tekun

BACA JUGA: Tony Rafty, Wartawan Australia yang Pernah Meliput Perang di Surabaya (1)

Berbekal pena dia merekam kejadian di Indonesia era perjuangan dengan cara yang unik, yaitu sketsa
Karena keunikannya itulah, lantas Rafty sering bertemu dengan presiden pertama RI, Soekarno

BACA JUGA: Datangi Ibunda, Ucapkan Selamat dengan Kue Berumur Mingguan

Tidak untuk urusan berita saja, tapi juga sebagai teman diskusi, terutama soal kesenian.

Kalau sudah bertiga: Rafty, Soekarno, dan Affandi (pelukis), semua bisa lupa waktu
Rafty menunjukkan sketsa pelukis ekspresionis dari Jogja, Affandi, di atas kertas ukuran A-3 yang juga dibubuhi tanda tangan sang maestro.

Kalau berada di rumah Affandi, sepertinya tak ada perbedaan antara presiden, wartawan, atau pelukis

BACA JUGA: Ada Tanda-Tanda Sembuh setelah Dua Jam

Semua temanPerjuangan Indonesia, lukisan, semua dibicarakan tanpa beban apa-apa"Dia (Soekarno, Red) sangat senang berbicara tentang masa depan Indonesia, keindahan, dan kesenianNgobrol tentang itu bisa dia lakukan hingga berjam-jam meski tanpa kopi," katanya.

Rafty juga berteman dengan Basuki AbdullahDia menyesalkan tewasnya sang pelukis realis kelahiran Solo pada 1993Basuki Abdullah dibunuh pembantunya yang menginginkan arloji mewah miliknya"Targis," kata RaftyKali ini dia menunjukkan dua buah gambarYang satu adalah sketsa dirinya yang dibuat oleh Basuki AbdullahGambar satunya lagi adalah sketsa Basuki Abdullah karya Tony RaftyDari dulu sesama pelukis agaknya tidak dilarang saling melukis.

Setelah lima bulan meliput perang kemerdekaan di Surabaya, pada Februari 1946 Rafty pulang ke Australia untuk kembali bekerja di harian The Sun dan berkumpul dengan ketujuh saudaranya di SydneyKetekunan Rafty dalam membuat sketsa tak pernah berhentiBahkan, keterampilannya membuat sketsa juga dia kembangkan menjadi pelukis karikatur.

Anak imigran asal Yunani yang datang ke Australia pada 1902 itu di kemudian hari membuat banyak karikatur untuk diterbitkan di harian The SunHarian The Sun telah berganti nama dan hidup satu atap di bawah grup Fairfax bersama The Sydney Morning Herald.

Menyebut koran tempatnya bekerja dulu, Rafty lalu teringat Gus DurDia buru-buru membongkar tumpukan gambar di samping meja di lantai duaSetelah yang dicarinya ketemu, gambar itu ditunjukkan kepada Jawa Pos"Kamu kenal dengan orang ini" tanyanya.

Ternyata yang Rafty tunjukkan adalah gambar Gus DurPada gambar itu tak hanya Gus Dur yang membubuhkan tanda tangan, tapi juga Nyonya Sinta NuriyahGambar itu dia bikin saat Gus Dur mengunjungi putrinya, Yenny Wahid, yang pernah bekerja sebagai wartawan The Sydney Morning Herald.

Setiap goresan yang ditorehkan Rafty adalah rekaman sejarah yang dilalui dan dilihatnyaKetika menceritakan sebuah sketsa yang diberi judul Surabaya Port (Pelabuhan Surabaya) saat dia berada di Kota Pahlawan, Rafty seperti menerawang pada masa berpuluh tahun lalu saat Pelabuhan Tanjung Perak masih dipenuhi perahu dan kapal-kapal dengan yang layar digulung saat merapat di dermaga.

Para kuli pelabuhan bertubuh kekar dan telanjang dada memanggul drum-drum berisi anggur"Waktu itu pelabuhannya sangat indah dan bersihBagaimana sekarang?" tanya Rafty kepada Jawa Pos"Oh, Pelabuhan Surabaya tetap indah dan airnya bersih," jawab saya.

Karikaturis yang pensiun dari The Sun pada 1980 itu pun tersenyum senang atas jawaban saya"Nanti kalau saya ke Surabaya, tolong antar saya ke sana (Pelabuhan Tanjung Perak) yaSaya ingin melihat," pintanya.

Apakah ada keinginan memamerkan karya-karyanya yang bernilai sejarah itu di Surabaya" "Tentu," jawab RaftyMeski tak tahu persis jumlah gambar yang dibuat saat berada di Indonesia, Rafty memastikan lebih dari 200 gambarItu yang sekarang ada di rumahnyaYang telah disimpan di National Library of Australia sekitar 50 gambar.

Dua hari kemudian, ketika Jawa Pos melihat karya-karya Rafty di Perpustakaan Nasional di Canberra, semua karya yang menggambarkan peristiwa di Indonesia pada 1945 itu ditata rapi di atas meja gedung perpustakaan di lantai duaSketsa pertempuran di Surabaya, tokoh-tokoh pergerakan seperti Hatta, Sjahrir, Soekarno, Adam Malik, semua dilekatkan pada sebidang kayu dan dilindungi dengan lapisan khusus guna menjaga keawetan lukisanKarya berbagai ukuran itu diletakkan di atas tiga meja panjangTidak digantung di dinding seperti biasanya saat lukisan dipamerkan di galeri seni rupa.

Tentang kemungkinan apakah karya-karya Rafty bisa dipinjam untuk dipamerkan di Indonesia, Jawa Pos mencoba menemui kepala perpustakaanIntinya bisaTapi, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhiMisalnya, harus ada uang jaminan dan asuransi terhadap karya-karya itu saat dibawa ke Indonesia.

Setelah ngobrol panjang lebar dengan Tony Rafty, saya pun pamitTuan rumah yang penuh semangat itu mengantarkan hingga jalan depan rumahnya tempat taksi telah menunguSesaat sebelum saya naik taksi, Rafty meminta saya mengucapkan sebuah kata yang akan dia ingat.

"Surabaya," kata saya.

"Yes, SurabayaSee you in Surabaya," kata Rafty sambil melambaikan tangan(Leak Kustiya)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekam Jejak Dulmatin di Mata Orang-Orang yang Mengenalnya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler