jpnn.com - BATAM - Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Hatanto Reksodipoetro menyatakan sektor ekonomi harus tumbuh hingga 30,5 persen pada 2021 mendatang agar tetap bisa bersaing dengan mancanegara.
“Selain itu, tujuan lain agar Kepri masuk lima besar pertumbuhan ekonomi nasional di Indonesia dan mengantisipasi pertumbuhan masyarakat yang semakin tinggi," ungkap Hatanto seperti diberitakan batampos (Jawa Pos Group), hari ini (16/8).
BACA JUGA: APTRI Sebut Jumlah Kebutuhan Gula Versi Pemerintah Terlalu Besar
Tahun 2015, nilai produk domestik dalam bruto (PDRB) Batam mencapai Rp 91,7 triliun dan itu berasal dari kontribusi enam sektor ekonomi.
Enam sektor tersebut antara lain adalah sektor industri pengolahan dengan PDRB mencapai Rp 50,9 triliun, konstruksi dengan Rp 17,3 triliun, dan perdagangan dengan nilai Rp 5,9 triliun. Kemudian sektor jasa keuangan dengan nilai Rp3,4 triliun, pergudangan dengan nilai Rp 2,8 triliun dan informasi dan komunikasi dengan nilai Rp 2,4 triliun.
BACA JUGA: Gantikan BI Rate, BI 7-Day Repo Rate Berlaku Mulai 19 Agustus
“Enam besar sektor ekonomi ini ditambah sektor lainnya harus tumbuh hingga 30,5 persen dengan total PDRB mencapai Rp 450 triliun dengan catatan Natuna harus tumbuh 25 persen," ungkapnya.
Hatanto kemudian mengungkapkan cara mencapainya adalah dengan menerapkan arah strategis pengembangan di Batam.
BACA JUGA: Pelaku Industri Desak Pemerintah Terapkan Kebijakan Inland FTA
"Arah strategis pengembangan harus berorientasi pada industri hijau berorientasi ekspor, kawasan wisata bahari unggul, dan transhipment perdagangan internasional, " ungkapnya.
Sedangkan arah kebijakan yang coba diterapkan untuk meningkatkan daya tarik investasi ke Batam akan dilakukan dengan pendekatan secara internal dan eksternal.
Cara-cara tersebut antara lain membangun infrastruktur pelengkap, perluasan infrastruktur, promosi terarah, profesionalisme pegawai, menghilangkan inefisiensi, organisasi efisien dan pro-bisnis.
"Cara ini harus ditempuh untuk mengatasi kelemahan Batam," ujarnya.
Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain tenaga kerja handal yang terbatas, masalah perizinan yang belum mendukung, rantai peningkatan nilai tambah yang pendek.
Kemudian UU Nomor 13 tahun 2013 tentang ketenagarkerjaan yang mengatur tentang upah, lahan terbatas, sumber air terbatas, dan lingkungan yang mendukung inovasi belum tumbuh.(leo/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Terangi 14 Kabupaten di Papua dan Papua Barat
Redaktur : Tim Redaksi