JAKARTA--Maraknya pemikiran-pemikiran yang mengarah pada faham radikalisme di lingkungan kampus dinilai sebagai akibat masuknya ayat-ayat kitab suci dalam proses pembelajaran. Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung mengatakan, seharusnya yang boleh diedarkan di kampus adalah pemikiran-pemikiran akademis yang memang boleh diperdebatkan.
"Kalau yang diedarkan adalah ayat suci maka tidak mungkin ayat suci itu dikritikJadi kampus itu bukan tempat untuk peredaran ayat suci tapi tempat peredaran ayat-ayat akademis, ayat yang boleh dinyatakan salah," ungkap Rocky di Warung Daun, Jakarta, Senin (9/5).
Rocky menjelaskan, kampus yang merupakan tempat belajar bagi mahasiswa adalah tempat untuk belajar beragumen
BACA JUGA: Diusulkan Ada Badan Khusus Urus Karakter Bangsa
Namun, argumennya harus berdasarkan pemikiran yang kritis."Sekarang ini kita tidak melihat kondisi yang demikian di dalam kampus , dimana mahasiswa yang mengargumenkan pikiranya
BACA JUGA: Penetapan Nilai Kelulusan di Tangan Provinsi
Bagaimana saya bisa membantah? Kan tidak bisaMenurutnya, kampus adalah tempat yang isinya pikiran untuk berduel argumen
BACA JUGA: Laporan Dana BOS Diubah jadi Per Semester
Jika berduel pikiran itu hilang, lanjut Rocky, maka akan timbul pikiran-pikiran yang absolut"Kampus kita saat ini banyak dihuni oleh pikiran-pikiran absolut," imbuhnya.Rocky menambahkan, kondisi tersebut timbul akibat dari dua titik kesalahanPertama, pihak pimpinan dan rektorat kampus yang kerap mencurigai pikiran mahasiswaContohnya, sebagian besar Rektorat selalu berpendapat agar mahasiswa tugasnya hanya belajar dan tidak perlu ikut dalam pemikiran politik
Padahal, lanjutnya, saat ini kesempatan yang baik sekali untuk mahasiswa berpolitikBukan sekedar untuk membiasakan berpikiran kritis, kata Rocky, tetapi yang lebih penting adalah membuat kampus menjadi filter mengenai kebijakan partai yang membohongi negara atau sebagainya"Jadi, kembalikan kampus sebagai tempat yang menumbuhkan akal sehat termasuk tempat untuk beradu argumen soal politik," jelasnya.
Kedua, dari segi pemerintahMenurutnya, jika memperhatikan UU Sisdiknas disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah menghasilkan insan yang berakhlak muliaJadi akhlak yang nomor satu, bukan akal kritis
Dijelaskan, akhlak itu bukan urusan kampus, melainkan urusan agama dan keluarga. "Jangan di kampus disuruh mengajarkan akhlakKampus itu urusannya hanya dengan akalApalagi, mahasiswa yang masuk kampus itu sudah berusia 18-19 tahun. Masa masih akhlak yang diajarkan di situJadi, konsumsi pikiran di kampus itu terhalangi karena terlalu mengkonsumsi kesolehanBisa dikatakan, 'kesolehan' itu urusan langit lah," tandasnya(cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 4 Mata Pelajaran Bakal jadi Kewenangan Pusat
Redaktur : Tim Redaksi