Ainul, Emak-emak Produksi Kecap Nomor Dua

Rabu, 24 Oktober 2018 – 00:14 WIB
Ainul Adawiyah menunjukkan kecap yang dia produksi beberapa waktu lalu. Foto: Farik Fajarwati/Radar Kanjuruhan

jpnn.com - Ainul Adawiyah sukses memproduksi kecap sehat berbahan baku kedelai lokal: Kecap Manis Tugu Jawa. Dia kini mendampingi 20 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk bisa sukses mengembangkan bisnia. Seperti apa kisahnya?

FARIK FAJARWATI

BACA JUGA: Sapwadi si Pemuda Kreatif, Mulai Banjir Orderan

Tidak ada kecap nomor dua. Istilah inilah yang acap kali digunakan untuk menunjukkan kalau tidak ada produk nomor dua. Tapi, Ainul Adawiyah memilih mem-branding kecap produksinya dengan tagline Kecap Nomor Dua.

”Tapi soal rasa, kami tidak ada duanya,” ucapnya saat ditemui di rumahnya, Jalan Kolonel Sugiono, Nomor 18, Desa Kemantren, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, pekan lalu.

BACA JUGA: Wanda, Si Cantik yang Kreatif Banget

Ainul dan suaminya memang tinggal di desa. Tapi, pesanan kecapnya yang bermerek Kecap Manis Tugu Jawa tergolong ramai pesanan. Dalam satu bulan, Ainul yang dibantu dua karyawannya bisa memproduksi hingga 1.000 liter kecap. Sedangkan jika sepi, minimal 500 liter yang diproduksi.

Lalu, apa yang membedakan kecap ini dengan kecap di pasaran pada umumnya? Ainul menjelaskan, kecap ini sejak awal pembuatan tidak menggunakan bahan-bahan kimia, baik itu untuk pewarna, perasa, maupun pengawet.

BACA JUGA: Saparan, Ada Sesaji untuk Menghilangkan Keruwetan Hidup

Sedangkan untuk bahan, alumnus SMEA Ardjuna 2 Arjosari (sekarang SMK) ini hanya menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku utama.

”Kedelai lokal itu lebih gurih, tapi tingkat ketahanannya juga relatif lebih lemah kalau dibandingkan dengan kedelai impor,” imbuhnya. Hal itu juga yang menjadi penyebab rendahnya minat petani untuk menanam kedelai lokal.

Namun, kualitas yang jauh lebih baik daripada kedelai impor, membuat Ainul ingin mempertahankannya. Salah satunya dengan konsisten memproduksi kecap dengan bahan baku kedelai lokal. Tiap 1 kilogram kedelai, bisa digunakan untuk memproduksi 25 liter kecap.

Karena murni menggunakan bahan-bahan segar, butuh waktu cukup lama bagi Ainul untuk memproduksi kecapnya. Mulai proses awal sampai siap dipasarkan, setidaknya butuh waktu 26 hari. ”Yang membedakan proses pembuatan kecap kami ada pada tahap fermentasinya. Ada dua tahap fermentasi yang harus dilalui,” kata wanita kelahiran Banjarmasin, 41 tahun silam ini.

Prosesnya, kedelai yang sudah direbus selama dua jam diragi dan didiamkan dulu selama tiga hari tiga malam. Proses pendiamannya di ruangan yang gelap.

Selanjutnya, kedelai yang sudah ditumbuhi jamur baik tersebut, dijemur lagi sampai kering. ”Kurang lebih 3 hari sampai 1 mingguan proses penjemurannya,” kata Ainul.

Setelah dijemur, barulah proses fermentasi tahap kedua dimulai. Selama 20 hari, biji kedelai yang sudah kering itu direndam dengan air dan garam kasar (uyah grasak) beryodium. Pati dari hasil rendaman kedelai inilah yang nantinya menjadi bahan dasar pembuatan kecap.

Selain kedelai, untuk memberikan rasa, Ainul juga menambahkan rempah-rempah ke dalam kecap buatannya. Jadi, bukan hanya didominasi rasa manis, kecap buatannya juga kaya dengan rasa rempah.

Karena semua bahan bakunya alami, dari aspek kandungan gizi atau nutrition fact yang diuji di laboratorium pangan Universitas Brawijaya, kecap buatan Ainun aman untuk dikonsumsi anak-anak berkebutuhan khusus. Terutama bagi anak-anak autis.

Kini, setiap bulannya, Ainul rutin memasok kecap ke lembaga yang bergerak untuk menangani anak-anak autis yang ada di Surabaya.

”Mereka lihat dari komposisi nutrition fact-nya, karena tidak ada bahan-bahan yang dilarang untuk dikonsumsi oleh anak-anak berkebutuhan khusus itu, mereka juga tahu proses produksi dan jaminan kehigienisannya, maka mereka berani pesan dari kami,” beber istri dari Dwi Prihartono tersebut.

Soal harga, kecap yang kini mereka beli label Kecap Jawa Manis ini juga bersaing dengan kecap yang sudah beredar di pasaran. Untuk ukuran botol 135 ml dijual dengan harga Rp 8 ribu saja. Hanya saja, kecap buatan Ainul ini masih belum bisa didapatkan di toko-toko kelontong. Ainul baru memasarkan produknya pada komunitas-komunitas tertentu.

”Ya itu tantangan kami, masyarakat masih cenderung mengonsumsi kecap yang sudah memiliki branding yang kuat, tapi pelan-pelan di sekitar Jabung sini sudah ada beberapa toko kelontong yang kami masuki,” jelas Ainul.

Bukan hal mudah untuk merintis usaha yang dia bangun bersama suaminya ini. Dimulai sejak tahun 2013 lalu, Ainul secara door to door memasarkan produk buatannya pada masyarakat. Jatuh bangun mengenalkan produknya di pasar sudah dia lewati bersama suaminya.

”Lewat acara-acara PKK, komunitas, organisasi, sampai jamaah tahlil kami masuki,” kenang ibu dua anak itu. Untuk menyempurnakan produknya supaya sesuai dengan keinginan pasar, Ainul dan suaminya juga tidak gengsi untuk mengikuti pelatihan yang diberikan oleh pemerintah atau lembaga di luar sana.

Mendulang keuntungan dari usahanya tersebut, Ainul tidak ingin sukses sendirian. Kini, secara rutin, Ainun juga memberikan pendampingan terhadap pegiat-pegiat UMKM di Kecamatan Jabung. Kini total ada 20 UMKM yang dia dampingi untuk mengemas dan memasarkan produk-produk mereka. Dalam prosesnya, Ainul sama sekali tidak mendapat bayaran dari kegiatan tersebut.

Keinginannya untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat di sekitarnya lebih utama. ”Kalau saya bisa, kenapa teman-teman tidak? Saya juga dapat ilmunya karena diberi, apa salahnya kalau saya berbagi juga dengan yang lain supaya barokah,” terang wanita yang kini juga menjabat sebagai ketua UKM Jaya Sehati itu.

Selain di Malang Raya, kini kecap buatan Ainul telah dipasarkan di Surabaya, Balikpapan, dan Jakarta. ”Kalau untuk konsumsi pribadi, ada juga kolega yang sudah langganan untuk dijadikan oleh-oleh dan dibawa pulang ke Swiss,” pungkasnya. (*/c1/riq)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara Honorer K2 Galang Dana Aksi 30 Oktober, Halal...


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler