Sapwadi si Pemuda Kreatif, Mulai Banjir Orderan

Selasa, 23 Oktober 2018 – 00:55 WIB
Syamsul Sapwadi memanfaatkan botol plastik untuk membuat lampu tidur. Foto: ROJAI/LOMBOK POST

jpnn.com - Syamsul Sapwadi merupakan sosok pemuda kreatif. Lampu hias dan belajar karyanya banjir orderan pascagempa.

ALI ROJAI, Mataram

BACA JUGA: Wanda, Si Cantik yang Kreatif Banget

SAMPAH menjadi permasalahan utama di Kota Mataram belakangan ini. Namun, tidak bagi Syamsul Sapwadi. Pemuda dari pelosok Kota Mataram pintar melihat peluang. Ia menjadikan sampah atau barang bekas sebagai barang yang memiliki nilai ekonomis.

Berkreasi dan selalu berinovasi merupakan ciri khas pemuda asal Gontoran, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, NTB, ini. Keuletan pemuda ramping ini menghasilkan karya luar biasa.

BACA JUGA: Gaji dan Pendapatan Hasil Usaha Kreatif Diserahkan ke Ibunya

Sap, panggilan akrabnya, menyulap limbah bangunan berupa paralon dan kaleng bekas menjadi lampu yang memanjakan mata dan sedap dipandang.

Menurut Sap, idenya membuat lampu tidur dan lampu belajar berbahan limbah karena ada gudang barang rongsongkan di tempat tinggalnya. Ia pun menuangkan imajinasinya ke dalam paralon dan kaleng tak terpakai tersebut.

BACA JUGA: Usaha Kreatif 4 Mahasiswi Akper, Dekorasi Mini, Cantik

Limbah itu kemudian ia potong-potong dengan panjang sekitar 30 centimeter, lima centimeter, dan sebagainya. Tergantung ukuran dari pemesan.

Setelah terpotong, kata dia, bagian tengah dari kedua buah botol tersebut dirapikan potongannya. Kemudian keduanya dilem sampai benar-benar kuat. Setelah kap selesai, tinggal memasang lampu beserta dudukannya.

Caranya, jelas Sap, ambil fitting lampu. Kemudian pasangkan kabelnya, lalu pasangkan pada dudukannya. Sekrupkan pada fitting lalu tutup dengan kap yang telah dibuat.

Dalam satu hari Sap bersama rekannya bisa membuat tiga hingga empat lampu tidur atau lampu belajar. Pemanfaatan limbah bekas digelutinya sejak 2008.

Kala itu, ia baru duduk dibangku SMA. Kendati demikian, Sap mengaku sudah banyak mendapatkan pesanan, baik perorangan yang memesan satu dua buah maupun pesanan dalam jumlah besar.

Sap juga mengajak pemuda Gontoran bisa melakukan seperti ini. Namun kata dia, sebagian besar pemuda tidak tertarik dengan apa yang dilakukan. “Hanya beberapa orang saja yang mau membantu untuk memotong dan mengelem,” sebut alumni IKIP 2014 ini.

Apa yang dilakukan Sap, awalnya hanya coba-coba. Sebelum membuat, terlebih dahulu ia melihat langsung ke toko yang menjual berbagai aneka lampu. Mulai dari lampu belajar hingga lampu hias.

Setelah itu, ia membuka Internet untuk melihat berbagai model dan cara pembuatannya. Nah dari sana, ia mencobakan diri untuk menuangkan idenya tersebut. Tak hanya lampu yang dibuat, namun juga mainan kunci yang terbuat dari bambu ia kreasikan memiliki nilai ekonomis.

Apa yang digelutinya hanya sebagai pekerjaan sampingan. Namun ketika duduk dibangku kuliah ia mulai menekuni kerajinan itu kembali. Sembari kuliah, ia kerap memanfaatkan waktu luang untuk mencari limbah plastik untuk dijadikan bahan yang bernilai ekonomis.

“Kalau bahannya di sini mudah kita dapatkan. Ada gudang barang rongsokan di sini,” sebutnya.

Hanya saja, kata Sap, untuk mendapatkan bahan yang bagus itu ia kesulitan. Misalnya, kaleng minuman bekas yang masih utuh atau tidak penyok sangat jarang. Menurutnya, jika kaleng bekas ini utuh akan mudah untuk membentuk desain lampu yang akan dibuatnya.

“Kalau beli minuman kaleng pasti saya bawa pulang kalengnya. Begitu juga pas ngumpul sama teman-teman, kalau ada botol minuman saya minta,” ujarnya.

Pembuatan lampu ini dilakukan tidak sembarang. Namun ia harus melakukan uji coba terlebih dahulu. Apakah bahan yang digunakan berbahaya atau tidak. “Saya tes seharian, apakah bahannya meleleh atau tidak. Nyetrum atau tidak,” ujar pemuda empat bersaudara ini.

Lampu yang dijual ini harus aman. Hanya saja kata dia, untuk membuat lampu yang lebih menarik ia terkendala modal. Ia ingin sekali membuat lampu model sekarang yang kebanyakan dicas.

Jadi, bisa digunakan pas mati lampu. “Ini kalau mati lampu tidak bisa dipakai. Karena model lampu ini dicolok,” terang jebolan IKIP Mataram ini.

Untuk pemasaran sendiri dilakukan secara online. Harga yang dibenderol untuk satu buah lampu cukup murah.Yakni Rp 30 ribu.

Guru guru tempat ia mengabdi sebagian besar memesan. Bahkan ia juga sempat kewalahan. Pascagempa lalu, para warga yang berada ditempat pengungsian memesan lampu hasil karyanya. Sehingga mau tidak mau ia harus lembur untuk mengerjakan pesanan warga.

Namun demikian, apa yang dibuatnya ini hanya satu model. “Cara menghidupkannya hanya dicolok. Saya sih ingin ada yang modelnya dicas,” harapnya. (*/r5)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hmm.. Ponsel dan Komputer Eks Singapura Marak di Batam


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler