jpnn.com, SEMARANG - Kuasa hukum korban penembakan siswa SMKN 4 Semarang, Zaenal Abidin Petir mempersoalkan pasal yang disangkakan terhadap polisi koboi Aipda Robig Zaenudin, yakni Pasal 337 KUHP tentang Persekusi.
Petir protes keras atas pasal yang jauh dari kasus penembakan terhadap siswa SMKN 4 Semarang, yaitu Gamma Rizkynata Oktafandy, Satria, dan Adam. Gamma meninggal dunia, dua temannya luka-luka.
BACA JUGA: Buntut Penembakan Siswa SMKN 4 Semarang, Polda Jateng Akan Evaluasi Penggunaan Senpi
Personel Satresnarkoba Polrestabes Semarang itu dijerat Pasal 80 (3) juncto 76 c Undang-undang (UU) No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Termasuk Pasal 337 atau Pasal 351 ayat (3).
Petir menjelaskan pasal-pasal itu masuk dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang telah diserahkan Polda Jateng ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng.
BACA JUGA: Komentar Keluarga Korban Soal Alasan Aipda Robig Mengajukan Banding
"Saya mendapatkan pesan WhatsApp, itu ada pasal yang menurut saya ngawur, kalau memang Kejaksaan Tinggi Jateng itu menerapkan 337 itu, kan, persekusi, ancaman pidananya 9 bulan, denda paling banyak Rp 4.500.000," kata Petir ditemui awak media di Kompleks Kantor Gubernur Jateng, Selasa (17/12).
Dia menjelaskan Pasal 337 KUHP mengatur tentang tindak pidana persekusi, yaitu penghinaan, penganiayaan, atau pengancaman yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan mengintimidasi korban.
BACA JUGA: Alasan Aipda Robig Mengajukan Banding Masih Misteri
Menurutnya, tindakan berlebihan atau excessive action yang dilakukan Aipda Robig itu harus dijerat dengan Pasal 338 KUHP. Termasuk UU Perlindungan Anak Pasal 76 c juncto Pasal 80 ayat (3) dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
"Namun, perlu diingat bahwa ini yang ditembak hingga meninggal dunia adalah anak di bawah umur sehingga harus menggunakan yang lebih khusus, yaitu Undang-undang Perlindungan Anak, maka ancaman pidananya 15 tahun ditambah sepertiga. Harus menggunakan Lex Specialis," katanya.
Sementara itu, pihak Kejati Jateng melakukan klarifikasi secepat kilat terkait Pasal 337 KUHP tersebut. Kepala Seksi Penerangan Hukum Arfan Triono menyatakan pasal tersebut merupakan kesalahan ketik.
"Jaksanya yang typo WhatsApp ke saya, yang benar di SPDP Pasal 338 KUHP. Maksudnya salah ketik jaksanya WhatsApp ke saya," ujar Arfan.
Petir menganggap pengakuan kesalahan ketik oleh Jaksa Kejati Jateng itu sebagai tindakan kecerobohan. Menurutnya, sebelum disebarkan pihak jaksa harus melakukan pengecekan terlebih dahulu.
"Ini merupakan tindakan yang ceroboh. Ini ceroboh sekali, kaitan dengan matinya anak dimain-mainkan," kata Petir.
Seperti diketahui, dalam sidang kode etik Aipda Robig mendapat putusan PTDH yang berlangsung di Ruang Komisi Sidang Kode Etik Mapolda Jateng, Senin (9/11).
Dalam aksinya, Aipda Robig Zaenudin menembak Gamma Rizkynata Oktafandy, Satria, dan Adam. Ketiganya adalah siswa SMKN 4 Semarang. Peristiwa itu terjadi pada Minggu (24/11) lalu.
Aipda Robig meletupkan tembakan empat kali. Dua tembakan meleset, sementara dua lainnya mengenai korban. Gamma terkena di bagian pinggul hingga meninggal dunia.
Sedangkan peluru kedua mengenai dua teman Gamma, yaitu Satria, dan Adam yang berboncengan. Peluru kedua itu menyerempet dada lalu menembus ketiak Adam hingga mengenai bagian tangan dan bersarang di tulang hasta Satria.
Korban meninggal dunia di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi Semarang pada Minggu (24/11) sekitar pukul 01.58 WIB. Akan tetapi, polisi berkilah bahwa korban merupakan pelaku tawuran.(mcr5/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Wisnu Indra Kusuma