Airlangga Membaca Peluang Kerja Sama PDIP - Prabowo, Begini Analisisnya

Selasa, 23 April 2024 – 13:19 WIB
Ketua Umum Gerindra sekaligus Presiden terpilih RI pada Pilpres 2024 Prabowo Subianto. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman membaca kecenderungan terbukanya kerja sama antara PDI Perjuangan dengan Prabowo Subianto selaku Presiden terpilih pada Pilpres 2024.

Menurut Airlangga, pascaputusan MK soal sengketa Pilpres 2024, masyarakat bertanya-tanya tentang bagaimana sikap politik PDIP terhadap rezim baru yang akan berkuasa.

BACA JUGA: Pascaputusan MK, PDIP Terbitkan 5 Poin Sikap, Simak

"Tentu kita dihadapkan pada dua kemungkinan jawaban, yaitu oposisi atau bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto," kata Airlangga dalam analisisnya melalui siaran pers, Selasa (23/4).

Dia berpendapat apabila PDIP cenderung untuk memilih bekerja sama dengan Prabowo Subianto, sikap tersebut dapat dijelaskan dari beberapa analisis baik dari kondisi global maupun dalam negeri dengan pertimbangan yang jernih dan hati-hati terkait kepentingan nasional.

BACA JUGA: PDIP: Gibran Memang Berbohong, Sampai Dua Kali

Hal utama yang mungkin menjadi alasan apabila PDIP merapat pada posisi politik Prabowo Subianto adalah karena memang relasi politik yang baik antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo.

"Prabowo bahkan pernah maju menjadi kandidat Wapres dari Kandidat Presiden Megawati Soekarnoputri pada momen Pilpres 2009," ujarnya.

BACA JUGA: Kisah 2 Pemuda Bangkalan Mencuri Motor Polwan, Begini Jadinya

Sementara setelah Pilpres 2024 selesai, sinyalemen dari Prabowo untuk menerima PDIP dengan tangan terbuka ditandai bakal bertemunya Presiden terpilih itu dan Megawati, sekaligus menunjukkan arah kerja sama antara dua kekuatan politik tersebut.

"Kemungkinan posisi politik PDIP Perjuangan ini diambil sepertinya tidak dapat dilepaskan dari analisis interaksi antara situasi global dan domestik dalam kerangka stabilitas sosial Indonesia dalam turbulensi ekonomi-politik yang begitu kencang," tutur Airlangga.

Dia menjelaskan bahwa berbagai macam situasi dunia yang tidak menentu, terutama terkait dengan warisan efek krisis setelah Covid-19 yang masih berpengaruh secara ekonomi.

Begitu pula perkembangan geopolitik global terkait dengan Perang Rusia-Ukraina yang belum ada tanda-tanda mereda dan diikuti dengan potensi perang yang melibatkan Palestina-Israel-Iran yang membuka ruang kemungkinan akan keterlibatan kekuatan-kekuatan dunia akan membawa efek yang besar secara global, termasuk juga Indonesia.

"Seperti gangguan rantai pasok (supply chain) pangan, laju investasi, daya tukar mata uang sampai dengan hambatan kemungkinan pelemahan pertumbuhan ekonomi global maupun nasional," kata dia.

Dalam kondisi sosial ekonomi yang demikian, katanya, maka diperlukan langkah yang hati-hati untuk dapat menjaga keseimbangan politik dan meredam potensi polarisasi yang dapat mengarah pada situasi chaos politik.

Airlangga menyebut berbagai hal tersebut sudah menjadi bagian dari kalkulasi politik elite, seperti dapat kita lihat pada pesan dari Prabowo kepada pendukungnya untuk tidak melakukan aksi ke jalan saat pembacaan putusan MK.

Di sisi lain, katanya,, pembacaan politik serupa sepertinya juga menjadi kalkulasi yang menjadi pertimbangan dari PDI Perjuangan dalam menimbang posisi politiknya.

"Hal tersebut sepertinya akan dibangun berdasarkan pertimbangan rekonsiliasi politik dan persatuan nasional untuk menghadapi kemungkinan guncangan-guncangan sosial yang banyak disulut oleh dinamika geo-ekonomi politik dunia," lanjutnya.

Sementara itu, terkait kalkulasi atas masa depan demokrasi Indonesia serta pertimbangan dari PDIP, maka pembacaan situasi global dan nasional seperti yang berlangsung di atas memperlihatkan bahwa kondis iyang ada tidak berada dalam situasi normal.

"Pembacaan PDI Perjuangan terkait situasi demokrasi dalam kondisi saat ini membutuhkan keseimbangan antara demokrasi dalam situasi yang kondusif untuk menjaga soliditas kebersamaan untuk melampaui potensi krisis," terangnya.

Menurut Airlangga, dengan mengambil opsi di luar oposisi politik, PDIP menjaga agar partai jangan sekadar mengambil sikap yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, sehingga legitimasi pemerintahan untuk menangani kondisi krisis akan tetap terjaga.

Airlangga mengatakan jalan politik yang akan dipilih oleh PDIP jika benar bergabung dengan koalisi pemerintah adalah tetap mengawal dan memberi masukan dalam relasi yang lebih dekat dengan pemerintah terkait dengan isu-isu demokrasi.

"Sekaligus berkontribusi sebagai bagian yang memiliki otoritas politik dan melakukan eksekusi politik dalam posisi sebagai bagian dari lembaga eksekutif.," ucap Airlangga.

Dengan kekuatan politik sangat besar sebagai pemenang Pileg 2024 (perolehan 17% suara), katanya, maka posisi bargaining politics PDIP dalam kubu kekuasaan tentu akan sangat signifikan, sekaligus sangat menguatkan koalisi pemerintah dalam pengelolaan negara dalam pemerintahan yang akan terbentuk.

"Hal yang menjadi catatan adalah pada momentum yang tepat bagi arah terbentuknya negosiasi dan rekonsiliasi politik di antara PDI Perjuangan dengan koalisi pemenang Pilpres 2024," kata Airlangga.(fat/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler