Airlangga Sebut Jokowi Tampilkan Teater Para Penjajah yang Bungkam dan Tindas Rakyat

Jumat, 16 Agustus 2024 – 18:56 WIB
Acara bedah buku "Merahnya Ajaran Bung Karno" dalam rangka Refleksi Kemerdekaan ke-79 RI yang digelar Persatuan Alumni GMNI Lebak di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Banten, Jumat (16/8). Foto: Fathan

jpnn.com, RANGKASBITUNG - Penulis buku "Merahnya Ajaran Bung Karno" Airlangga Pribadi Kusman menyinggung gagasan yang muncul pada 1970an bernama theatre of the oppress (teater kaum tertindas).

Menurut Airlangga, gagasan yang ditulis Sastrawan Augusto Boal itu menggambarkan perjuangan Presiden pertama Soekarno alias Bung Karno, yang melawan penindasan oleh penjajah untuk mendorong pembebasan. Ia menilai semangat itu kini sudah berbeda.

BACA JUGA: Mbak Ning Anggap Jokowi yang Menciptakan Gelombang, Bukan Menyelesaikan Persoalan

Hal itu disampaikan Airlangga saat menjadi pembicara dalam acara bedah buku "Merahnya Ajaran Bung Karno" dalam rangka Refleksi Kemerdekaan ke-79 RI yang digelar Persatuan Alumni GMNI Lebak di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Banten, Jumat (16/8).

"Dalam teater itu kalau kita dalam konteks perjuangan, maka akan melihat Bung Karno adalah tokoh yang mendorong pada proses pembebasan dan perubahan sosial," ujar Airlangga.

BACA JUGA: Tanggapi Jokowi, Sejarawan: Kolonialisme itu Soal Watak, Gunakan Hukum untuk Menindas

Airlangga menyebut Bung Karno sebagai tokoh theatre of the oppress, yang melibatkan rakyat untuk turut membangun tanah air dan seisinya, bukan sebagai penonton saja.

"Mereka (rakyat) tidak diam, mereka bagian dari teater pembebasan," tuturnya.

BACA JUGA: GP Ansor: APBN 2025 Landasan Keberlanjutan Pemerintahan Jokowi kepada Prabowo

Namun demikian, ia menilai teater dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini terlihat bukan perjuangan dimaksud. Apa yang terpampang di depan mata lebih menjurus teater of the oppresor alias teater kaum penindas.

Dalam teater tersebut, Airlangga mengatakan rakyat tak diberi kesempatan untuk melakukan perubahan sosial. Selain itu, teater tersebut juga menggambarkan pembungkaman dan menyebarkan rasa takut.

"Menjadikan rakyat diam, takut, bungkam. Yang di dalam teater of the oppresor ini berisi kisah drama korea tentang pembungkaman, penipuan, politisasi hukum, dan berbagai macam intrik kekuasaan," tuturnya.

Menurutnya, hal tersebut telah menghacurkan teater of the oppress yang ditorehkan Bung Karno.

Dia juga mengingatkan relevansi gagasan marhaenisme.

"Dalam konteks ini, Bung Karno menempatkan pandangan dan gagasan dari mereka yang dilumpuhkan, tertindas, tidak mendapat ruang bagi perjuangan ketika bicara tentang marhaen dan marhaenisme," kata dia.

Ia juga mengutip Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri yang menyatakan kelas atau kekuatan sosial di Indonesia tidak bisa berkembang dalam fondasi imperialisme yang berakibat sulitnya membangun bangsa.

Akan tetapi, ia melanjutkan kutipannya dengan pernyataan Bung Karno terkait kemerdekaan yang bisa membuat bangsa kuat dan cerdas dalam gagasan marharnisme.

"Kalau kata Bung Karno, hanya kemerdekaan sebagai awal membuat bangsa kita menjadi sehat, kuat, cerdas, abadi. Dalam konteks saat ini kita kembali lah pada gagasan marhaen dan marhaenisme untuk memperjuangkan demokrasi," tandasnya. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Atlet Angkat Besi Terima Bonus Rp 6 Miliar, Rosan: Terima kasih Presiden Jokowi


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler