Ajak Cucu agar Ingat Sanak Saudara jadi Korban

Senin, 28 Desember 2009 – 05:10 WIB
Kuburan massal di Ulee Lheue, Aceh. Foto: LeAminah/Flickr.

Tsunami sudah lima tahun berlaluTetapi, musibah itu masih membekas dalam ingatan warga Aceh

BACA JUGA: Membuat Suasana Serasa di Kampung Halaman

Saat peringatan tsunami itu Sabtu (26/12) lalu, warga berduyun-duyun berziarah ke sejumlah lokasi kuburan massal
Mirip saat menjelang Lebaran.

Laporan ANGGIT SATRIYO, Banda Aceh

CUKUP lama Ruaini duduk bersimpuh di lahan rumput kuburan massal Ulee Lheue

BACA JUGA: Menelusuri Penyamaran Lima Bulan Buron Kakap Baridin

Di tempat itu ribuan korban tsunami dikuburkan tanpa nisan atau pusara
Ruaini memilih datang ke padang rumput yang diberi penanda kuburan anak-anak

BACA JUGA: Rela Keluar Masuk Hutan untuk Cari Ibu Hamil

Bibir wanita 44 tahun itu terlihat komat-kamit membaca buku doaSuaminya, Syahrul, yang duduk di sampingnya, juga khusyuk berdoa.

Di belakang mereka, puluhan orang duduk bersimpuh di atas tikarMereka juga melakukan aktivitas serupaBerdoa khusus untuk sanak-saudara yang menjadi korban tsunamiBencana itu merenggut nyawa ratusan ribu warga Aceh.

Tidak jauh dari mereka, hanya terpaut sekitar 50 meter, dalam komplek makam massal itu, puluhan orang mengadakan zikir bersama yang dipimpin seorang ulamaZikir itu berlangsung di bekas gedung RSUD Meuraxa.

Saat tsunami, bangunan rumah sakit itu hancurKini bekas bangunan tersebut tetap dipertahankan untuk mengingatkan masyarakat soal bencana besar tersebutPaling tidak, bekas gedung bisa digunakan para peziarah untuk berdoaRSUD Meuraxa saat ini dipindahkan ke kawasan Mibo, Jalan Soekarno Hatta, Banda Aceh.

Bagi Ruaini dan sebagian besar warga Aceh, Sabtu itu menjadi hari pentingIni tahun kelima peringatan musibah tsunamiHampir seluruh makam massal di Aceh hari itu ramai peziarahDi masjid dan musala, warga juga melakukan kegiatan berzikirSambil berdoa, warga berpindah dari satu makam ke makam lain di lokasi kuburan massalIni dilakukan karena di makam itu tak ada penanda (pusara) khusus yang menyebutkan identitas korban.

Itu pula yang terjadi pada tiga anak gadis Ruaini: Riska Noryana (15), Elsa Egiyanti (12) dan Farah Devina (11)Ketiganya hilang dibawa gelombang tsunamiYang diketahui Ruaini, di sana puluhan ribu korban dikuburAnak-anaknya, mungkin, termasuk penghuni salah satu liang lahat kuburan tersebut.

Di Aceh, Sabtu itu ziarah makam sama ramainya seperti ziarah saat menjelang Idul Fitri di JawaBedanya, karena peringatan kali ini memasuki tahun kelima, warga juga mengadakan syukuranMereka menyembelih lembu untuk dimasak dan dibagikan kepada para peziarah.

Meski begitu, tidak sedikit keluarga yang mengadakan tahlil sebelum peringatan tsunami"Sebelum hari H (puncak peringatan tsunami, Red), kami sudah mengadakan tahlil bersama keluarga besar," ujar RuainiWanita berkerudung hitam itu juga berbagi sedekah dengan sejumlah anak yatimRuaini meminta mereka mendoakan tiga anak gadisnyaSaat ini Ruaini tinggal dengan anak sulungnya, Rizki Rudiansyah.

Bagi Ruaini, detik-detik menjelang peringatan tsunami merupakan saat yang beratTragedi yang menimpa tiga anaknya itu sulit terhapus dari ingatanMeski lima tahun telah berlalu, dia merasakan kepergian anak-anaknya seperti baru terjadi.

Dia bertutur, suaminya pernah membingkai foto almarhumah ketiga anak gadisnya itu dalam pigura"Tapi, saya tak berani melihatnyaLihat sedikit saja, pasti langsung meleleh air mata ini," ujarnya.

Kenangan atas musibah itu kembali muncul kala Ruaini melihat rombongan siswa SD atau SMP berangkat ke sekolahSaat tsunami menerjang, dua anaknya masih duduk di bangku SDSeorang yang lain duduk di bangku SMP.

"Sampai sekarang, melihat anak berangkat sekolah saya, saya tidak mampuBuntutnya pasti nangis," ceritanya"Yang SMP mungkin sekarang sudah jadi gadis cantikKalau kuliah, sekarang mungkin dia sudah semester empat," lanjutnya.

Ruaini lantas menunjukkan lima gelang emas yang terpasang di tangannyaGelang emas itu menjadi pertanda pertemuan terakhirnya dengan si bungsu, Farah DevinaSebelum musibah itu, Farah sempat bergurau dengan dirinyaGadis itu menyembunyikan gelang emas ibunya"Mama, gelangmu hilangCoba cari," ujar Ruaini menirukan ucapan anaknya.

Saat itu Ruaini tidak berhasil menemukan gelang emasnyaTiba-tiba Farah datang dan memasangkan gelang-gelang tersebut ke tangan kiri ibunya"Saya tidak menyangka itu gurauan terakhir si bungsu," katanya dengan mata berkaca-kaca.

Ruaini kemudian menceritakan kisah lainMalam sebelumnya, anak ketiganya, Elsa Egiyanti, meminta dirinya bercerita tentang hari kiamatSaat itu Elsa juga berbicara bagaimana seandainya kiamat datang keesokan paginya.

Ruaini terus mengingat-ingat kepergian tiga anak gadisnya tersebutPada Minggu pagi itu, seluruh keluarga berkumpul di ruang tengah rumahnya di Blang Oi, Banda AcehTiga anak gadisnya itu baru selesai mandiMereka pun duduk bersama dan menonton film kartun di televisiTiba-tiba terasa getaran dan guncangan kuat"Kami berpegangan tangan," kisah Ruaini.

Saat itu pula muncul banyak teriakan dari para tetangga bahwa air laut meluapRuaini mengajak anak-anaknya keluar rumah untuk menyelamatkan diri"Saya menggandeng tangan mereka kuat-kuat dan berlari menyelamatkan diri," tuturnya.

Namun, terjangan air laut ternyata jauh lebih kuatRuaini pun tak kuasa mempertahankan tangannya yang menggandeng anak-anaknyaMereka terlepasPada hari nahas itu Ruaini ditolong wargaDia diselamatkan ke lantai dua RS Permata Hati, yang berlokasi tidak jauh dari rumahnyaDia tak tahu lagi nasib anak-anak dan suaminya"Rasanya seperti tidak bisa apa-apa," katanya.

Rumahnya, yang semula kecil dan kemudian mulai diperluas serta baru selesai direnovasi, musnah tanpa bekas"Padahal, rumah itu kami bangun dari mengumpulkan rezeki sedikit demi sedikit," terangnya.

Dua hari pasca-tsunami, Ruaini mendapat kabar bahwa suaminya, Syahrul, dan seorang anaknya, Rizki, masih hidupTetapi, dia tidak tahu lagi nasib tiga anak gadisnyaMeski telah kesana-kemari mencari, dia tidak menemukan jasad mereka.

Untuk menghapus trauma, hampir setengah tahun Ruaini dan keluarga lantas mengungsi ke MedanKebetulan, perusahaan tempat suaminya bekerja, PT Pertamina, menyediakan asrama.

Setelah kembali ke Aceh, Ruaini dan suami harus membangun lagi kehidupan baruDia menempati rumah bantuan di Blang Oi"Saya tidak memikirkan lagi harus rumah kecil atau besarHarta juga tidak dibawa matiMeskipun tinggal di rumah kecil, yang penting hati tentram," katanya.

Cerita Radian lain lagiSeperti halnya Ruaini, Radian mengajak keluarga berziarah ke makam massal di Ulee Lheue tersebutSehari sebelum peringatan lima tahun tsunami, dia sudah mengumpulkan semua saudara dan kerabat yang tinggal di kawasan Takengon, Aceh Tengah.

Saudara-saudaranya harus menempuh perjalanan darat 10 jam supaya sampai ke Banda AcehBaru keesokan paginya mereka berziarah dari satu lokasi kuburan massal ke kuburan massal lain"Kami datang dengan tiga mobil kemari (makam massal Siron, Aceh Besar)," tutur pensiunan guru SMA di Banda Aceh tersebut.

Sebelumnya, keluarga besar Radian juga mengadakan tahlil di rumahSelain berdoa supaya bencana tsunami tidak terulang, mereka memohon agar arwah saudara-saudaranya diterima di sisi Allah"Kami juga mengundang anak-anak yatim untuk berdoa," kata RadianPria 64 tahun itu bertutur bahwa dirinya juga sengaja mengajak para cucu yang masih kecil agar mau mengingat bahwa sanak-saudara mereka menjadi korban tsunami.

Pada hari nahas tersebut, Radian benar-benar diliputi duka mendalamSebab, 24 anggota keluarga besarnya menjadi korban keganasan gelombang tsunami"Ada yang mayatnya ditemukan, ada juga yang hilang tanpa kabarKami pasrah saja atas kehendak Allah," ucapnya.

Radian bercerita bahwa dirinya selamat dari musibah itu karena rumahnya yang berada di Jalan T Nyak Arif, Banda Aceh, tak ikut diterjang tsunami"Hanya lidah tsunami yang sampai di rumahTetapi, banyak keluarga yang menjadi korbanSepupu dan sejumlah keponakan yang tinggal di tepi pantai, semuanya kena," tuturnyaKarena itu, pelataran rumahnya menjadi tempat persinggahan keluarga yang kehilangan kerabat saat musibah tersebut.

Radian mengungkapkan, dua hari setelah tsunami, dirinya baru berupaya mencari keluarga besarnya"Saya catat nama-nama seluruh keluargaKemudian saya berusaha mencari kesana-kemari," ujarnya.

Dia pun menceritakan salah satu upaya pencarian kerabatnyaSetelah mencari kian-kemari tanpa hasil, sebagai orang yang dituakan dalam keluarga besarnya, Radian menganjurkan kerabatnya merelakan kepergian RatnasariSalah seorang keponakannya itu diperkirakan hilang menjadi korban tsunamiTetapi, setelah beberapa minggu, ada kabar baik.

"Ternyata, dia (Ratnasari, Red) menginap di rumah kawannya di SigliTidak sampai menjadi korban tsunamiKami mengucap syukur," ucapnya(dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat Kejadian, Ema Tak Berani Nonton Dokumenter


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler