Ingat Kejadian, Ema Tak Berani Nonton Dokumenter

Kamis, 24 Desember 2009 – 05:28 WIB
KENANGAN - Museum Tsunami Nanggroe Aceh Darusalam, yang belakangan ramai dikunjungi warga Aceh. Foto: Agus Wahyudi/Jawa Pos.

Jika ingin merasakan bagaimana suasananya ketika tsunami menghempas Aceh, datanglah ke Museum Tsunami AcehSejak dua hari lalu, semua bagian di museum itu bisa dilihat oleh pengunjung, demi menandai lima tahun tragedi tsunami.

Laporan ANGGIT SATRIYO, Banda Aceh

WAJAH Sunarti terlihat seperti memendam kekecewaan

BACA JUGA: Resepsi di Balai Pengobatan, Biaya dari Uang Saku

Niatnya mengajak sanak dan saudaranya mengunjungi Museum Tsunami Aceh, Rabu (23/12) kemarin, tak kesampaian
Museum yang berada di lapangan Blang Padang, Banda Aceh itu, tutup ketika Sunarti dan keluarga tiba di sana.

"Tentu kami kecewa, karena terlanjur mengajak keluarga ke sini," kata Sunarti, ibu dua anak asal Kampung Jawa, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh tersebut.

Museum berlantai empat yang bentuk bangunannya mirip dengan sarang burung itu ditutup sekitar pukul 18.00 WIB

BACA JUGA: Stan Milik Indonesia Hanya Selevel dengan Nepal

Kemarin, Jawa Pos melihat beberapa petugas Paspampres sibuk mensterilkan bangunan tersebut
Menurut rencana, Wapres Boediono akan melihat-lihat museum itu Sabtu (26/12) lusa, pada peringatan lima tahun tsunami.

Dilihat dari luar, museum yang menempati lahan 10 ribu meter persegi itu tampak megah

BACA JUGA: Utamakan Dokter Umum, Pasien Tak Boleh Langsung ke Spesialis

Bentuk bangunan seluas 6 ribu meter persegi itu melingkar.

Sunarti ngebet ingin ke museum itu karena penasaran cerita orang-orang yang pernah masuk ke sana"Katanya seperti merasakan suasana saat tsunami dulu," ujarnyaDalam tragedi tsunami yang menewaskan ratusan ribu orang itu, Sunarti sendiri kehilangan kedua orangtua dan belasan anggota keluarganya.

Sebenarnya, museum yang dibangun oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) itu, diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Maret laluTapi nyatanya, baru dua hari lalu museum tersebut benar-benar dibuka untuk umum.

Sebelumnya, pengunjung hanya boleh berada hingga di lantai satuDi sana tak banyak yang bisa dilihatHanya kolam ada sedalam setengah meter dan di tengahnya membujur jembatan kayu penghubung dengan lantai berikutnya.

Lalu, benarkah ketika berada di dalam museum itu, pengunjung bakal bisa merasakan suasana seperti ketika tsunami menghempas Aceh? Setidaknya, seperti itulah suasananya ketika Jawa Pos menelusuri bagian demi bagian di dalam museum tersebut.

Misalnya ketika berada di lantai 1Di sana pengunjung diajak memasuki ruangan seperti lorong, gelap, dengan lebar sekitar 2,5 meterDi kanan kiri lorong terdapat tembok setinggi 30 meterTembok yang permukaannya bergelombang itu dialiri air cukup deras sehingga percikannya bisa membasahi pengunjung.

Berada di lorong itu, maksud dari si perancang museum adalah pengunjung diajak membayangkan berada di tengah-tengah hempasan tsunami yang tingginya 30 meterKetika Jawa Pos berada di lorong tersebut, suasana sunyiPadahal, saat itu terdapat sejumlah pengunjung yang berdesak-desakan antri berjalanMereka nyaris tak bersuara, seakan terbawa ke dalam suasana berada di tengah hempasan tsunami.

"Ini mengingatkan kami (pada) kejadian masa ituTapi, bencana membuat kami tabah," ungkap salah seorang pengunjungDia mengaku salah seorang di antara korban tsunami.

Keluar dari lorong, pengunjung naik ke lantai 2 dan masuk ke sebuah ruangan seluas rumah tipe 45Lantai di ruangan itu dilengkapi efek pencahayaan, sehingga terasa seperti ada cahaya yang menyorot dari bawah.

Di sebelah ruangan tersebut jalanan menanjakBerjalan di sana seperti menaiki tangga keongSebelum berada di puncak jalanan menanjak itu, pengunjung bisa masuk ke sebuah bangunan berbentuk tabung, berdiameter sekitar 4 meter, dan tinggi sekitar 30 meterDan ketika mendongak, pengunjung serasa seperti berada di dasar sumurYang menarik, ketika mendongak, di puncak sumur itu ada tulisan Arab berlafaz "Allah".

Dinding sumur tersebut berwarna seperti air laut yang keruhRupanya, si perancang museum ingin membangun kesan bahwa berada di dalam sumur itu seperti berada di dalam pusaran tsunamiDan ketika itu yang dibayangkan, pengunjung akan langsung menyadari kebesaran Allah SWT.

Suasana syahdu juga dibangun melalui lagu-lagu tradisional Aceh yang diperdengarkan kepada pengunjung ketika berada di dalam sumurAlunan musiknya cukup menyayat hatiDi ruangan itu, Jawa Pos mendengar beberapa suara perempuan yang menangis histeris.

"Kami teringat keluarga kami yang meninggal dihempas tsunami," kata salah seorang pengunjung perempuan yang menangisBeberapa pengunjung malah 'balik kucing', begitu tahu ada pengunjung lain yang histeris.

Di lantai tiga suasananya agak rileksTempat itu dijadikan ruang pameran yang memajang berbagai lukisan dan foto-foto seputar tragedi tsunamiSejak Selasa (22/12) lalu, di ruang tersebut dihelat pameran yang diikuti 13 lembaga yang selama ini ikut membantu pemulihan Aceh pasca-tsunamiDi antaranya adalah gabungan Palang Merah, Moslem Aid, serta sejumlah lembaga donor yang selama ini mengguyurkan dana ke AcehDi antara mereka ada yang memamerkan miniatur rumah-rumah bantuan yang mereka bangun.

Eldha Handayani Siregar, salah seorang pengunjung, mengungkapkan bahwa museum tersebut memberikan kesan mendalam baginyaNamun, di antara banyak bagian di dalam museum, hanya satu yang dia lewatkan, yakni pameran foto dan lukisan"Sebenarnya saya kuatEntah kenapa, kalau melihat foto, mending saya lewatkanSaya tak mau mengingat masa itu," jelas mahasiswi Jurusan Psikologi di salah satu universitas di kawasan Setui, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh ini.

"Ini semua bukan untuk mengingat-ingat lagi, tapi minimal merefleksikan apa yang selama ini terjadi," jelas Ema Marleni, ibu seorang anak yang menjadi panitia penyelenggara pameran bersama Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh (BKRA)Ini adalah badan yang dibentuk khusus setelah masa tugas Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) berakhir.

Ema mengungkapkan, kelak apapun yang terkait dengan tsunami bisa diperingati di museum itu"Konsepnya nanti begituYang terkait tsunami bisa dilaksanakan di sini," ujar wanita yang kini giat menjadi aktivis antikorupsi itu.

Sebagai salah satu korban tsunami, Ema pun mengaku berat melupakan kejadian tersebutTapi, masyarakat Aceh punya pengalaman bertahan hidup luar biasa karena cukup lama berkonflik"Jadi, sebagian mereka cepat menata hidup lagi," ucapnya.

Namun, di antara bagian museum yang didesain oleh Ridwan Kamil itu, ada yang membuat Ema mirisYakni film dokumenter tsunami yang diputar di lantai tiga"Sudahlah, kalau film, saya mending tak menonton sajaSaya takut tidak kuat," ujarnya.

Ema menceritakan, saat tsunami terjadi, dirinya sendiri sempat dihempas ombakDia bisa selamat setelah berpegangan pada pagar rumahFilm dokumenter itu sendiri diputar di ruang seluas rumah tipe 45Di sana ada layar berukuran sekitar 2x2 meterRuang itu hanya menampung sekitar 20 orang.

Setelah menyusuri bagian demi bagian museum, ada beberapa hal yang patut disayangkanSalah satunya, tidak ada pemandu untuk melihat bagian demi bagian dari museumPara pengunjung hanya mendapatkan informasi dari banner yang terpasang di tembok, serta cerita-cerita dari sesama pengunjung.

Selain itu, ada salah satu ruang museum yang agak kotorHanya sedikit petugas yang berjaga memungut sampah di lantai-lantai museumKesannya, museum tersebut kurang terawat.

Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos, hingga kini belum ada satu pun lembaga resmi yang mengelola museum tersebutBeberapa waktu lalu, Wagub Aceh Muhammad Nazar mengatakan bahwa museum itu bisa dikelola dengan kerjasama antara pusat dan daerah, plus lembaga internasional yang selama ini membantu Aceh.

Belakangan berkembang informasi bahwa museum itu akan diserahkan kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkot Banda Aceh, Ramli Rasyid"Kalau diserahkan, kami siap," jelasnya kemarinPihaknya juga mengaku telah menyiapkan konsep-konsep pengelolaan museum tersebut(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Suami Meninggal, Terpaksa Buka Kursus di Rumah Kontrakan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler