jpnn.com - JAKARTA - Seruan Komisi Pemilihan Umum (KPU), partai politik, dan pemerintah agar masyarakat menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS), 9 April mendatang, menjadi tidak adil. Sebab, ajakan itu tidak dibarengi penyampaian informasi yang memadai dan jujur tentang rekam jejak para calon yang ditawarkan kepada pemilih.
"Saya ingin bertanya, di mana rasa hormat dan penghargaan penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan pemerintah kepada pemilih, ketika untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya tentang latar belakang para caleg (calon anggota legislatif) saja mereka tidak mau," ujar Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, di Jakarta, Sabtu (29/3).
BACA JUGA: Temui Kiai di Cianjur, Jokowi Dapat Sorban dan Sajadah
Said mengaku heran, karena meski pemilu hanya tinggal menghitung hari, KPU, Bawaslu, partai politik, dan pemerintah, tetap saja masih diam terhadap keinginan masyarakat mendapatkan informasi resmi terkait rekam jejak dan latar belakang para calon.
"Tidak ada satu pun dari lembaga-lembaga itu yang mau menjalankan fungsi pelayanan informasi pemilu yang substansial tentang track record calon kepada masyarakat. Semua pura-pura buta dan tuli. Sama sekali tidak ada transparan kepada pemilih," katanya.
BACA JUGA: NasDem Optimistis Imbangi Suara Golkar
Kondisi itu, menurut Said, sangat ironis. Karena di satu sisi rakyat didesak memilih, tapi rekam jejak para calon yang diminta agar dipilih oleh rakyat justru ditutup-tutupi.
"Ini jelas pelecehan terhadap rakyat. Kalau masyarakat diminta mencari sendiri informasi tentang calonnya, lalu buat apa ada negara. Masa rakyat dibiarkan sendirian mencari informasi para calon yang jumlahnya ribuan. Bagi saya ini jelas perlakuan yang tidak adil terhadap pemilih," katanya. (gir/jpnn)
BACA JUGA: Sedang Sibuk, Cak Imin Absen di Kampanye PKB
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Akui Jadi Capres Boneka
Redaktur : Tim Redaksi