jpnn.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengajukan uji materi atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Uji materi diajukan Presiden KSPI Said Iqbal dan terdaftar dengan nomor tanda terima 2045/PAN.MK/XI/2020.
BACA JUGA: Said Iqbal KSPI Pastikan Demo Buruh Makin Besar dan Bergelombang
Menurut KSPI Said Iqbal, buruh Indonesia secara tegas menolak dan meminta agar undang-undang tersebut dibatalkan atau dicabut.
Sebab, aturan dalam UU Ciptaker banyak merugikan buruh.
BACA JUGA: Pasal 6 UU Cipta Kerja Bikin Ramai, Bukhori: Barang Cacat Kok Untuk Rakyat
“Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh,” kata dia dalam keterangan resmi kepada awak media, Selasa (3/11).
Satu di antaranya, dalam analisa KSPI, UU Ciptaker khususnya klaster ketenagakerjaan, ditemukan banyak pasal yang merugikan kaum buruh.
BACA JUGA: Istana Benarkan Ada Kesalahan Ketik di UU Cipta Kerja, Begini Alasannya
Hal ini terlihat dengan adanya Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten atau kota dengan syarat tertentu.
Menurut Said Iqbal, penggunaan frasa dapat dalam penetapan upah minimum kabupaten atau kota (UMK), sangat merugikan buruh. Sebab hal itu bukan kewajiban.
Hal ini akan mengakibatkan upah murah. Misalnya di Jawa Barat untuk tahun 2019, UMP sebesar 1,8 juta.
Di sisi lain, UMK Bekasi sebesar 4,2 juta. JIka hanya ditetapkan UMP, nilai upah minimum di Bekasi akan turun.
"Dengan kata lain, berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan kepada rezim upah murah. Hal yang sangat kontradiktif, apalagi Indonesia sudah lebih dari 75 tahun merdeka, apalagi ditambah dengan dihilangkan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (UMSK dan UMSP), karena UU No 11 Tahun 2020 menghapus Pasal 89 UU No 13 Tahun 2003," tuturnya.
Kemudian, kata Said Iqbal, UU Ciptaker berpotensi menjadikan seseorang karyawan kontrak seumur hidup.
Sebab, UU Ciptaker mengapus Pasal 64 dan 65 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kemudian UU Ciptaker juga menghapus batasan lima jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, cattering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.
Menurut Said Iqbal, dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan, maka pekerjaan utama atau pokok dalam sebuah perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing.
"Hal ini mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjual belikan oleh agen penyalur. Padahal di dunia internasional, outsourcing disebut dengan istilah modern slavery (perbudakan modern)," tutur dia. (ast/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan