Akademisi: Jangan Remehkan Keberadaan ISIS di Indonesia

Sabtu, 02 Agustus 2014 – 20:41 WIB
Gerakan ISIS. Foto: Nabawia.com

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad, Muradi mengatakan menguatnya eksistensi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di wilayah Irak dan Suriah memberikan stimulasi jejaring dan paham radikal untuk memperkuat basisnya di banyak negara, termasuk Indonesia.

Menurut Muradi, di Indonesia hal ini ditandai dengan dilakukannya deklarasi pendirian ISIS Indonesia di Solo, Bima, dan sejumlah wilayah di Indonesia lainnya.

BACA JUGA: Presiden Akan Panggil Presiden Terpilih Bahas Subsidi BBM

Hal yang menarik, pendirian ISIS menjadi titik temu sejumlah figur dan organisasi berpaham radikal yang paskah tewasnya Dr. Azahari dan Noordin M. Top dan kemudian Osama bin Laden tercerai berai dan cenderung tiarap.

Bahkan tidak sedikit figur atau kelompok yang sebelumnya berseberangan dengan jejaring Jemaah Islamiyah (JI) ikut bergabung untuk berjihad ke Timur Tengah.

BACA JUGA: SBY dan DPR Telah Siapkan RAPBN untuk Presiden Baru

Dia mengingatkan, fenomena tersebut tidak boleh dianggap remeh oleh pemerintah. Sebab, akan menjadi ancaman serius bagi keragaman dan kebhinekaan Indonesia oleh paham radikal dengan pendekatan kekerasan yang terlegitimasi agama sebagaimana dipraktikkan oleh ISIS di Timur Tengah.

"Sehingga pemerintah perlu tegas untuk membatasi perkembangan organisasi radikal tersebut di Indonesia," kata Muradi dalam keterangannya, Sabtu (2/8).

BACA JUGA: Akan Lengser, SBY Kembali Luncurkan Beasiswa Presidential Scholarship

Sejak pendiriannya, ia melanjutkan, ISIS Indonesia telah mengirimkan lebih dari 200 anggotanya ke Irak dan Suriah via Turki. Menurutnya, keanggotaan ISIS di Indonesia telah membengkak mendekati angka 1000 anggota. "Itu di luar sel organisasi yang bekerja di bawah tanah," paparnya.

Berkaca pada hal tersebut, Muradi mengingatkan agar pemerintah perlu mengintegrasikan instansi terkait guna merespon dan membatasi ruang gerak ISIS di Indonesia.

Pemerintah perlu mendorong Badan Nasional Penanggulangan Teroris dan Densus 88 Antiteror untuk memformulasikan program Kontra Radikal dan Deradikalisasi secar efektif dengan instansi terkait.

Program Kontra Radikal dan Deradikalisadi bisa dilakukan dengan mengidentifikasikan perseorangan atau kelompok dengan tujuan Timur Tengah yang diduga akan bergabung dengan ISIS. Kemudian, saat bersamaan memetakan perseorangan dan kelompok yang masuk ke indonesia yang diduga berasal dari Irak dan Suriah pasca bergabung dari ISIS.

"Tentu saja pelibatan instansi lain jadi suatu kebutuhan serius di luar BNPT dan Polri, misalnya TNI, BIN, Kemlu, Imigrasi dan sebagainya," ujarnya.

Sebab, lanjut dia, sedikit saja pemerintah lengah dan lambat dalam merespon hal tersebut, maka ancaman aksi teror dan kekerasan atas nama agama dan ancaman atas keberagaman Indonesia bukan sekadar wacana.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... LSN Bantah Akui Lakukan Kesalahan Hitung Cepat Pilpres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler