JAKARTA - Partai Golkar akan mengevaluasi posisinya di Sekretariat Gabungan (Setgab), setelah para politisi partai bergambar “Pohon Beringin” itu ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan suap berupa travellers cheque saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS-BI).
“Peristiwa ini (penahanan sejumlah kader Partai Golkar,red) dipastikan mengganggu kinerja dan efektivitas Setgab,” kata Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Akbar Tandjung disela-sela diskusi bertajuk “Hak Menyatakan Pendapat dan Penguatan Peran DPR Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi,” Senin (31/1) di kantor Akbar Tandjung Institute, Jakarta Selatan (31/1).
Akbar juga tidak menampik bahwa penahanan 19 anggota DPR periode 2004-2009 sangat bermuatan politikPasalnya, dari segi hukum belum bisa ditemukan alasan penahanan dan pelaku penyuap sehingga timbul dugaan politisasi
BACA JUGA: Komisi III DPR Menuai Kecaman
“Karena dari perspektif hukum belum ketahuan siapa yang memberi suap kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior BISeharusnya hal penting yang harus dilakukan adalah mencari si pemberi uang atau siapa yang memprakarsai dan menjadi otak dari pemberian travel perjalanan ini
BACA JUGA: RDP Bakal Dilanjutkan Tanpa Bibit-Chandra
“Nah sekarang ini kan yang ditahan yang menerima, mungkin sebagian yang ditahan tidak tau siapa yang memberi dan kaitannya dengan DPRJadi, menurut Akbar yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPR RI ini, bukan berarti menyelesaikan masalah itu dengan penahanan saja
BACA JUGA: MK Batalkan UU Hak Angket Hasil UUDS 1950
“Lebih dari itu harus dicari terlebih dahulu dasar hukumnya,” kata dia.Dengan tegas, Akbar yang juga Direktur Eksekutif AT Institute itu menyatakan bahwa Golkar akan menempuh langkah serius mengusut dugaan aliran dana Bank Century, dengan methode analisa forensik seperti kasus Bank Bali.
Jika hasil penemuan aliran Bank Century tersebut mengalir ke fraksi-fraksi yang ada di DPR, dan lingkaran kekuasaan, maka langkah-langkah serius akan ditempuh“Bukan tidak mungkin hal ini berujung pada proses pemakzulan,” katanya.
Pengamat Politik Asia Tenggara dari Universitas Ohio, AS Prof William R Liddle mengatakan, bicara soal pemakzulan ataupun impeachment di Indonesia tidak tepat karena menganut Presidensial”Bicara impeachment di Indonesia saya rasa tidak tepat sebab kemungkinan tipis sekali,” ujar dia saat berkunjung ke AT Institute.
Istilah pemakzulan, menurut Liddle, bukan istilah yang baik karena hal tersebut hanya diperuntukkan terhadap seorang raja”Kalau impeachment itu kan dakwaan sajaSeperti Bill Clinton diimpeach setelah itu dibebaskan dari dakwaan,” ucap Guru Besar Politik di Universitas Ohio ini.
Selain itu, impeachment itu bertentangan dengan konstitusiDan ia meyakini masyarakat Indonesia ingin mengikuti konstitusi sebagaimana di amandemen“Itu berarti bahwa akan terjadi pemilu 2014 akan aman saja sampai waktu itu,” pungkasnya(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar Tetap Andalkan Hasil Survei
Redaktur : Tim Redaksi