JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan RakyatPada sidang putusan yang digelar Senin (31/1), MK berkesimpulan UU yang dibentuk dengan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon uji materi UU tentang Hak Angket adalah Bambang Supriyanto, Aryanti Artisari, Jose Dima Satria, serta Aristya Agung Setiawan yang mengaku sebagai simpatisan Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono
BACA JUGA: Golkar Tetap Andalkan Hasil Survei
“Menyatakan, mengabulkan permohonan para pemohon dalam pengujian materil UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket DPR bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan amar putusan.Sebelum putusan diucapkan, Mahkamah menguraikan pendapat dan pertimbangannya
BACA JUGA: Megawati Anggap Penegakan Hukum Masih Tebang Pilih
Padahal, UUDS 1950 sudah tidak berlakuMahkamah juga berpendapat, adanya perbedaan ketentuan mengenai hak angket DPR yang diatur UU Nomor 6 Tahun 1954 dengan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) justru menimbulkan ketidakpastian hukum
BACA JUGA: DPR Kompak Tolak Kenaikan Gaji
Inknsistensi itu antara lain terlihat pada pasal 23 UU 6 Nomor Tahun 1954 yang menyebut bahwa segala pemeriksaan oleh Panitia Angket dilakukan dalam rapat tertutupSelain itu, ditegaskan pula bahwa anggota-anggota Panitia Angket wajib merahasiakan keteranganketerangan yang diperoleh dalampemeriksaan, sampai ada keputusan lain yang diambil oleh rapat pleno tertutup Dewan Perwakilan Rakyat yang diadakan khusus untuk ituNamun UU Nomor 27 Tahun 2009 tidak mengatur tentang proses persidangan apakah berlangsung tertutup atau terbuka untuk umum.
Perbedaan lain adalah tentang batas waktu pelaporan pelaksanaan tugas angketUU MD3 mengatur bahwa Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuknya panitia angketSelanjutnya, rapat paripurna DPR mengambil keputusan terhadap laporan panitia angket"Namun UU 6/1954 tidak mengatur tentang batas waktu pelaporan pelaksanaan tugas angket," beber Mahkamah.
Dalam pertimbangan lainnya, Mahkamah juga melihat bahwa pembentukan UU Nomor 6 Tahun 1954 mengacu pada sistem pemerintahan parlementer berdasar UUDS 1950, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan atau kepastian hukum terhadap panitia angket jikalau presiden membubarkan DPR.
“Ketentuan mengenai hal tersebut diatur dalam pasal 28 UU Nomor 6 Tahun 1954, yang menyatakan bahwa kekuasaan dan pekerjaan panitia angket tidak tertunda oleh penutupan sidang-sidang atau pembubaran DPR yang membentuknya, sampai DPR baru menentukan lain,” kata hakim MK, Akil Mochtar saat membcakan pertimbangan MK.
Oleh karena itu, ketentuan tersebut jelas berbeda atau tidak sejalan dengan UUD 1945 yang menganut sistem pemerintahan presidensil yang tidak memungkinkan presiden membubarkan DPRKarenanya menurut MK, UU Nomor 6 Tahun 1954 termasuk UU yang tidak dapat diteruskan keberlakuanya karena terdapat perbedaan sitem pemerintahan yang dianut dari kedua konstitusi yang mendasarinya
“Sehingga materi muatan UU a quo bertentangan dengan UUD 1945Apabila UU 6/1954 tetap dipertahankan akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru bertentangan dengan UUD 1945” kata hakim dalam pertimbanganya lagi(kyd/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasdem Ingin Bangun Aliansi Dengan Parpol
Redaktur : Tim Redaksi