AKBP Beni Tewas Ditembak Tahanan, Sempat Cekcok, Reza Indragiri Membeber Analisis

Kamis, 24 Maret 2022 – 20:00 WIB
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel punya analisis kasus AKBP Beni Mutahir tewas ditembak tahanan di Gorontalo. Ilustrasi Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menganalisis percekcokan yang terjadi sebelum AKBP Beni Mutahir tewas ditembak tahanan berinisial RY (27) di Gorontalo pada Senin (21/3) lalu.

Berdasarkan penjelasan Kabid Humas Polda Gorontalo Kombes Wahyu Tri Cahyono, korban AKBP Beni Mutahir yang menjabat Direktur Tahanan dan Barang Bukti (Dirtahti) sempat cekcok dengan RY.

BACA JUGA: Reza Indragiri Soroti Kepedulian AKBP Beni Mutahir kepada RY, Ada Pertanyaan Besar

Percekcokan terjadi lantaran RY yang sudah dibawa keluar dari tahanan Polda Gorontalo pada Senin dini hari itu tidak mau diajak kembali ke ruang tahanan.

Reza Indragiri pun mempertanyakan bagaimana mungkin tahanan dengan entengnya berani menyampaikan penolakannya pada direktur sampai kemudian terjadi cekcok.

BACA JUGA: Anggota DPR Ini Minta Syarat Vaksin Booster untuk Mudik Dibatalkan, Begini Alasannya

"Anggaplah dia (RY, red) memang berani, maka keberaniannya itu tampaknya karena sudah ada preseden," kata Reza Indragiri saat dimintai analisisnya oleh JPNN.com, Kamis (24/3).

Menurut Reza, presedennya adalah karena RY sudah berhasil mengajak direktur polisi untuk melanggar peraturan sehingga pelaku berani untuk melanggar lagi.

BACA JUGA: Suharso Pernah Dipuji SBY saat Mundur dari Menpera, Kini Gugat Cerai Istri Kedua

"Seolah, di mata RY, pejabat direktur berpangkat AKBP bukan lagi sosok menakutkan yang harus dia patuhi," ucap pakar yang pernah mengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu.

Lagi pula, kata Reza, untuk apa seorang direktur meladeni "ajakan" cekcok seorang tahanan? Toh, direktur tinggal memanggil para anggotanya untuk meringkus tahanan yang membangkang.

Selanjutnya, Reza menganggap memang ada cekcok. Kemungkinan, katanya, itu cekcok seketika di rumah RY, bukan percekcokan yang dimulai dari rutan.

"Kalau cekcok sudah dimulai sejak di rutan, tentu direktur akan membatalkan rencana mendampingi RY ke luar rutan," tutur Reza.

Reza menyebut cekcok yang berlanjut dengan perilaku ekstrem berupa membunuh lawan tanpa disertai atau didahului perkelahian tangan kosong, tetapi  langsung masuk untuk mengambil senjata, lalu menembak ke bagian tubuh yang hampir bisa dipastikan berefek mematikan, terkesan dipicu oleh sesuatu yang amat personal.

"Seperti ada ketersinggungan, amarah hebat, sakit hati yang pribadi sekali yang sekonyong-konyong muncul," lanjut pria asal Indragiri Hulu, Riau itu.

BACA JUGA: AKBP Beni Mutahir Tewas Ditembak, Kombes Nur Santiko: Terjadi Pelanggaran Prosedur

Namun, katanya, menolak untuk kembali ke rutan tampaknya bukan situasi yang sedemikian pribadi sehingga bisa memantik sakit hati mendalam.

"Alhasil, cekcok itu boleh jadi menyangkut masalah lain," ucap penyandang gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne Australia itu.

Sebelumnya, Kombes Wahyu Tri Cahyono menyampaikan dalam percekcokan itu, AKBP Beni sempat menampar pelaku hingga RY sampai meminta ampun.

Tak berselang lama, pelaku merampas dan membanting ponsel korban yang perwira menengah polisi itu.

Lalu pelaku langsung mengambil senjata api rakitan yang disimpannya di rumah dan menodongkan ke kepala AKBP Beni Mutahir.

“Pelaku menembak korban sebanyak satu kali yang membuat korban meninggal dunia,” ucap Wahyu, Rabu (23/3). (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler