AKBP Idha Merasa Diisolasi Selama Dijebloskan di Rutan Polda

Jumat, 10 Oktober 2014 – 00:15 WIB
AKBP Idha Endi Prastiono keluar dari rumah dengan kawalan ketat anggota Propam Polda Kalbar, Kamis (11/9) lalu. Foto: Pontianak Post/JPNN

jpnn.com - PONTIANAK - Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Idha Endri Prastiono menjalani sidang perdana perkara dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Pontianak, Kamis (9/10) pagi. Mantan Kasubdit III Direktorat Narkoba Polda Kalbar itu dituding telah menggelapkan mobil mewah Mercedes Benz milik seorang tersangka narkotika.  

Sidang perdana ini beragendakan pembacaan nota dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam kesempatan itu, JPU membacakan rentetan kronologis perkara yang menjerat terdakwa.  

BACA JUGA: Truk v Dump Truck, Sopir Tewas dengan Lengan Nyaris Putus

Dalam nota dakwaan yang dibacakan Juliantoro, satu dari tim JPU mengungkapkan, terdakwa AKBP Idha Endri Prastiono terjerat kasus korupsi berawal dari penangkapan tiga orang pengedar narkoba di Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang. Mereka adalah Ling Chee Luk (Achui), Chin Kui Zen dan Abdul Haris dengan barang bukti 1 kilogram narkoba jenis sabu pada 19 Agustus 2013. Namun kemudian barang bukti tersebut menyusut menjadi 468,2 gram.

Setelah penangkapan terhadap tiga orang pengedar tersebut, terdakwa bersama anak buahnya melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti yang diduga tidak dilengkapi surat perintah dan berita acara penyitaan. Dalam penggeledahan itu, disita sebuah mobil Mercy, laptop dan satu buah HP.

BACA JUGA: Sepuluh Hektar Lahan Terbakar

Pada tanggal 26 Agustus 2013 dibuat surat pengembalian barang bukti. Diantaranya 1 unit mobil Mercy Nopol. QKW 5275, 1 buah dompet berisi RM 234 dan Rp.135.000, fotokopi sertifikat, uang Rp.385.000, 1 buah kalung emas dan 1 unit HP Nokia.

Selang beberapa hari kemudian, istri tersangka Achiu mendatangi terdakwa, yang saat itu menjabat sebagai Kasubdit III Direktorat Narkoba Polda Kalabr dan meminta terdakwa untuk membantu meringankan perkara yang dihadapi oleh suaminya.

BACA JUGA: Mengaku Setor Dana ke Kanjeng Sampai Rp 20 M

Terdakwa diperbolehkan menggunakan mobil Mercy Nopol QKW 5275 dengan alasan mobil tersebut tidak ada yang memakainya. Oleh terdakwa, mobil mewah warna silver tersebut diganti plat polisi dengan B 8000 SD dan dipergunakan oleh terdakwa.

Terdakwa kemudian memerintahkan seorang anggota yang bertugas di KP3L untuk mengirim mobil tersebut ke Jakarta melalui cargo Bahari atas nama penerima Hartono, dengan alamat Perum Gading Arcadia Blok C 26 Jalan Pegangsaan II Kelapa Gading Jakarta Utara.

Setibanya di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menghubungi yang bersangkutan untuk mengirim kembali mobil tersebut ke Pontianak.

Atas perbuatan yang dilakukan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan pasal 12 huruf e Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dan ditambah Undang-Undang No. 20 tahun 2001 atas perubahan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atau pasal 12b Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dan ditambah Undang-Undang No. 20 tahun 2001 atas perubahan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Yang bersangkutan diancam hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal seumur hidup dan atau denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp 1 miliar,” katanya.

Usai mendengarkan uraian nota dakwaan, AKBP Idha Endri Prastiono menerima dakwaan JPU dan tidak mengajukan eksepsi.

Dalam kesempatan itu pula, AKBP Idha Endri Prastiono mengajukan pemindahan penahanan dirinya dari Rumah Tahanan Polda Kalbar ke Rumah Tahanan Klas IIA Pontianak kepada majelis hakim Torowa Daeli. Karena menurutnya selama ditahan di Rumah Tahanan Polda Kalbar, hak-haknya sebagai terdakwa terabaikan.

Menurutnya, selama ditahan di rumah tahanan Polda Kalbar, dirinya tidak diizinkan untuk bersosialisasi dengan tahanan yang lain. Bahkan untuk melakukan salat berjamaah dengan tahanan lain saja, dirinya tidak diperbolehkan.

“Saya diisolasi,” katanya.

Oleh majelis hakim Torowa Daeli, permohonan terdakwa ditolak dengan alasan protap pengamanan.

Ditemui secara terpisah, Hadi Suratman, penasehat hukum terdakwa mengaku belum bisa mendalami berkas perkara yang menimpa kliennya tersebut. Menurutnya, proses hukum yang dijalani kliennya masih panjang, masih ada tahapan yang lain.

“Yang jelas kami akan dalami kasus ini, karena untuk kepentingan hukum klien kami,” kata Hadi, kemarin.

Dikatakan Hadi, dalam persidangan tersebut, kliennya memohon pengalihan penahanan dari rumah tahanan Polda Kalbar ke rumah tahanan Klas II A Pontianak, karena hak-hak kliennya sebagai terdakwa tidak diperhatikan. Namun oleh majelis hakim tidak dipenuhi.

“Kami belum tahu apa alasan majelis hakim,” katanya.

Menurutnya, apapun penahanan yang dilakukan kepada kliennya, harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. “Hak-haknya harus dipenuhi,” tegasnya.(arf)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Sulsel Minta Polisi Usut Penggandaan Uang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler