Akhmad Najib Buka Suara Terkait Korupsi Masjid Raya Sriwijaya, Oalah

Jumat, 01 Oktober 2021 – 02:45 WIB
Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (30/9/2021) (ANTARA/M Riezko Bima Elko P/21)

jpnn.com, PALEMBANG - Akhmad Najib selaku mantan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Pemprov Sumsel buka suara tentang alasannya menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPDH) untuk pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.

Penjelasan disampaikan Najib saat menjadi saksi untuk dua terdakwa dalam sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (30/9).

BACA JUGA: Kejagung Garap 11 Saksi Terkait Kasus Korupsi Alex Noerdin

Kedua terdakwa korupsi Masjid Raya Sriwijaya itu ialah mantan Sekdaprov Sumsel Mukti Sulaiman dan bekas Plt Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sumsel Ahmad Nasuhi.

Najib membeberkan penandatanganan itu berawal saat dia menerima berkas NPHD dari terdakwa Ahmad Nasuhi sekitar September 2015.

BACA JUGA: Tawaran Kapolri untuk Eks Pegawai KPK Pertaruhan Harga Diri Novel Baswedan Cs

Berkas itu berisikan lembar NPHD beserta nota dinas yang menerangkan bahwa dokumen tersebut sudah diteliti dan dipelajari oleh terdakwa.

"Ahmad Nasuhi berikan berkas NPHD tahun 2015 ke saya beserta nota dinas yang isinya berkas itu sudah diteliti dan dipelajari," kata Akhmad Najib dalam persidangan yang diketuai Hakim Abdul Aziz.

BACA JUGA: Heboh Tuduhan Gatot Nurmantyo soal TNI Disusupi PKI, Mahasiswa Ini Datangi Letjen Dudung

Dia menandatangani berkas itu lantaran meyakini berkas tersebut memang telah diteliti dan dipelajari terdakwa.

"Saya tanda tangani berkas itu," ujar Najib.

Alasannya lainnya didasari pada Perda Nomor 13/2014 tentang Pembangunan Masjid Raya Sriwijaya yang terbit pada 30 September 2014.

Kemudian adanya surat keputusan (SK) Gubernur tentang penunjukan Akhmad Najib sebagai perwakilan pemerintah, serta sudah ada nominal alokasi berikut penerima dana hibah itu.

Atas dasar itulah tidak ada alasan bagi Akhmad Najib untuk tidak menandatangani dokumen NPHD tersebut.

"Dalam konteks ini, penerima sudah ada, anggaran ada, alokasi ada, SK Keputusan Gubernur menunjuk saya juga ada. Maka tidak ada alasan saya untuk tidak menandatanganinya," tutur Najib.

BACA JUGA: Chandra Menduga Tawaran untuk Novel Baswedan Cs Upaya Menyelamatkan Wibawa Presiden

Pada persidangan itu juga terungkap penandatanganan dokumen NPHD dilakukan Najib untuk mewakili Pemprov Sumsel selaku pihak pertama pemberi dana hibah kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya (pihak kedua) selaku penerima hibah.

"Dalam hal ini ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang menjabat ditahun 2015 juga menandatangani NPHD tersebut," ucap Najib.

NPDH itu juga penting sebagai syarat administratif untuk pemberian dana hibah termin pertama senilai Rp 50 miliar dari APBD tahun 2015.

Dokumen NPDH itu juga menjadi dasar pencairan dana hibah senilai Rp 80 miliar pada termin kedua dari APBD 2017, sehingga total dana hibah yang dicairkan sebesar Rp 130 miliar dari Pemprov Sumsel.

Walakin, pencairan dana hibah pasca penandatanganan NPDH itu diduga mengalami pembiasan sebagaimana keterangan saksi Ardani selaku mantan Plh Biro Hukum Setdaprov Sumsel, dan mantan Kabid Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Sumsel Agustunus Toni dalam sidang itu.

Ardani membeberkan tidak ada pembahasan terkait dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Dia meyakini hal tersebut lantaran ketika itu dia juga sebagai anggota TAPD yang diketuai oleh terdakwa Mukti Sulaiman selaku mantan sekda.

"Seingat saya anggaran dana hibah itu tidak pernah dibahas atau dirapatkan oleh TAPD, tetapi tetap dilakukan," ujar Ardani, senada dengan kesaksian Agustinus Toni.

Keterangan saksi tersebut menguatkan dugaan JPU Kejati Sumsel terhadap terdakwa. Di mana, dari serangkaian persidangan, terdakwa diyakini JPU telah lalai dengan tidak melakukan verifikasi berkas-berkas terkait pemberian dana hibah.

JPU menyebut kedua terdakwa langsung mencairkan dana APBD senilai Rp 50 miliar pada tahun 2015 dan Rp 80 miliar pada tahun 2017 sebagai dana hibah dari Pemprov Sumsel kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya tanpa ada verifikasi berkas terlebih dahulu.

Atas perbuatan tersebut telah menyebabkan kerugian negara Rp 116 miliar dari total Rp130 miliar dana hibah pembangunan masjid itu.

"Telihat jelas atas perbuatan kedua terdakwa ini dianggap telah menguntungkan diri, atau orang lain atau korporasi," kata JPU Tiara Pratidina. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler