Akmal Sebut Pelaksanaan Otda Menghasilkan Banyak Perubahan

Rabu, 09 Maret 2022 – 20:42 WIB
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik. Foto: Ist for jpnn.com

jpnn.com, BOGOR - Pelaksanaan Otonomi Daerah menghasilkan banyak perubahan dalam dua dekade terakhir.

Menurut Direktur Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik, salah satu manfaat yang dapat dirasakan dari pelaksanaan otda selama ini, Indonesia bisa memiliki pemimpin yang berasal dari daerah.

BACA JUGA: Akmal Malik: Keseimbangan Aspek Manajerial dan Politik Penting dalam Pilkada

"Yakni berasal dari kepala daerah wali kota, lalu menjadi gubernur dan kini menjadi presiden. Itu semua hasil dari proses otonomi daerah,” ujar Akmal Malik pada Talk Show Bedah Buku Refleksi 20 Tahun Otonomi Daerah di De Boekit Villas, Bogor, Selasa (8/3).

Akmal juga mengatakan perubahan yang nyata dari otonomi daerah adalah transfer keuangan dari pusat ke daerah kini sangat besar.

BACA JUGA: Kabar Gembira! Kemendagri Setujui Tambahan Penghasilan Pegawai untuk ASN

“Dulu 2011 tranfer dana pusat ke daerah hanya 4 persen, tetapi sekarang 2022 dana yang ditransfer sudah hampir 50 persen,” ucapnya.

Akmal mengakui masih ada persoalan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

BACA JUGA: Kemendagri Rilis Data 37 Daerah PPKM Level 2, Ini Daftarnya

Pelaksanaan pembangunan masih sangat bergantung pada kapasitas pemimpin dan pejabat yang ada.

Kemudian, struktur politik yang memengaruhi otonomi daerah.

"Kultur partai politik masih sentralistik. Contohnya, keputusan pergantian antarwaktu (PAW) DPRD masih diintervensi kebijakan pengurus parpol di pusat,” kata Akmal.

Akmal lebih lanjut mengatakan ada beberapa faktor menentukan keberhasilan otonomi daerah.

Yakni, aktor-aktor politik dan ekonomi, baik di tingkat lokal dan pusat harus terus diperbaiki kapasitasnya.

“Di sini pentingnya pendidikan politik agar tidak ada lagi pelaku politik lokal dan nasional yang tamak, sehingga menyebabkan pemerintahan daerah tidak kapabel,” katanya.

Dia kemudian mencontohkan soal penyederhanaan struktur birokrasi di daerah.

Menurut Akmal, banyak daerah membentuk badan dan menempatkan orang-orang tidak kapabel di posisi tersebut.

Biasanya posisi tersebut hanya untuk menempatkan orang-orang yang dulu ada di tim sukses si kepala daerah.

Sementara itu, Head of Department of Politics and Social Change at Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandez mengakui setelah 20 tahun otonomi daerah ada peningkatan kesejahteraan daerah.

“Gini ratio membaik, juga pelayanan publik meningkat,” katanya.

Meski demikian, Arya mengakui tingkat kesenjangan masih tinggi.

Pada 2001 sebanyak 59 persen pendapatan nasional disumbang oleh Jawa dan sekarang sebanyak 60 persen pendapatan nasional masih disumbang Jawa.

“Jadi, tidak ada yang berubah. Meski ada pertumbuhan tetapi daerah-daerah yang dulu makmur tidak berubah. Contoh Jakarta, 1999 pertumbuhan ekonomi tinggi, kini 20 tahun setelahnya tetap tinggi."

"Begitu juga daerah yang pertumbuhan ekonomi rendah 20 tahun kemudian tetap rendah,” katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif KPPOD Herman N Suparman memaparkan KPPOD meluncurkan tiga buku memuat tulisan para pengurus KPPOD dan para pakar, dalam rangka refleksi 20 tahun pelaksanaan otonomi daerah pasca-reformasi.

Masing-masing buku berjudul 'Janji Otonomi Daerah: Perspektif Otonomi'.

Kemudian, 'Empat Wajah Desentralisasi: Membaca Dekade Kedua Otonomi Daerah di Indonesia' dan berjudul, 'Otonomi Daerah: Gagasan dan Kritik (Refleksi 20 Tahun KPPOD)'.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler