jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai, silaturahmi politik yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam dua hari terakhir, sulit disangkal tak berkaitan dengan rencana aksi unjukrasa massal yang bakal digelar Jumat (4/11) mendatang.
"Tepatnya, silaturahmi itu bagian dari upaya presiden untuk menekan agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Khususnya, berkembangnya isu menuntut pertanggungjawaban Jokowi," ujar Ray, Rabu (2//11).
BACA JUGA: Bupati Tanggamus Minta KPK Dalami Peran Dewan
Karena itu, aksi 4 November kata Ray, tidak hanya sekadar menuntut Polri segera menetapkan status hukum Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, namun juga menjadi ujian bagi wibawa Presiden Joko Widodo.
Menurut Ray, di balik peristiwa hiruk pikuk politik jelang pilkada yang mengakibatkan Presiden Joko Widodo terlibat, ada tiga poin yang perlu disikapi.
BACA JUGA: Mantan Hakim MK Bantah Terlibat Kasus Bupati Buton
Bahwa pada tingkat tertentu, kepuasaan publik atas kinerja Presiden Jokowi, tidak dengan sendirinya menguatkan dukungan politik baginya.
"Nama Jokowi yang dikaitkan-kaitkan dalam kasus ini adalah salah satu indikasinya. Sikap diam presiden malah dibaca sebagai sikap berpihak. Ada keraguan bahwa Jokowi bersikap netral dalam hal ini," tutur Ray.
BACA JUGA: Selebaran Seruan Jihad 4 November Sudah Menyebar
Selain itu, dalam dua tahun terakhir, politik Jokowi yang lebih menekankan pada aspek pembangunan fisik, sedikit banyak berimplikasi pada kosongnya wacana-wacana kebangsaan.
Dalam kekosongan itulah kata Ray, desiminasi pandangan-pandangan anti demokrasi berkembang.
"Jadi makna demokrasi didangkalkan, prinsip-prinsipnya diacuhkan. Presiden memang bekerja pada wilayah politik. Tapi kerja-kerja politik itu lebih pada tujuan penguatan kekuasaan dibandingkan pembangunan kebangsaan dan pematangan demokrasi. Akibatnya, kekuasaan memang terkonsolidasi, tapi ruang publiknya terjauhkan," papar Ray.
Uniknya, saat presiden dihadapkan pada masalah kebangsaan kata Ray, koalisi besar kekuasaannya seperti tak berdaya dan bekerja optimal.
Ujung-ujungnya kata Ray, harus presiden sendiri yang menangani dan terlibat langsung. Koalisi politik yang dominan dan besar bahkan seperti tak berdaya menepis situasi politik yang menautkannya dengan presiden.
"Koalisi besar terlihat efektifnya dalam urusan kekuasaan, tapi tak terlihat dalam urusan menutupi sisi yang terlupakan dari kebijakan dan pilihan-pilihan program politik presiden," tandas Ray.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Praperadilan Irman Gusman Kandas, KPK: Mau Apalagi?
Redaktur : Tim Redaksi