Sejumlah anggota dari jaringan teroris Jamaah Anshor Daulah (JAD) Lampung yang belum tertangkap diyakini tengah mengincar aksi massa pasca pemilu 2019 di Indonesia sebagai momentum menjalankan rencana serangan teror mereka dengan sasaran aparat kepolisian. Teroris rawan tunggangi aksi massa pasca pemilu 2019:Pengamat Al Chaidar meyakini sejumlah anggota jaringan teroris JAD Lampung sedang incar aksi massa pasca pemilu sebagai momentum lakukan seranganAncaman aksi massa 'people power' rawan ditunggangi kelompok terorisJaringan teroris murni incar momentum untuk serang polisi, tidak berpihak pada kubu manapun dalam pilpres 2019

BACA JUGA: Tiru Selandia Baru, ACT Akan Susun Anggaran Berdasarkan Indeks Kesejahteraan

Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan tiga orang terduga teroris yang berhasil ditangkap tim Densus anti teror Polri pada akhir pekan ini merupakan pemain lama dari jaringan teroris Jamaah Anshorud Daulah (JAD) Lampung yang sejak tahun 2014 telah merencanakan penyerangan di ibukota Jakarta.

Al Chaidar memperkirakan masih ada beberapa orang dari anggota kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS ini yang belum tertangkap dan masih berkeliaran.

BACA JUGA: Pemilu 2019 Cerminan Kesenjangan Ekonomi Yang Dibungkus Isu Agama

Diduga mereka sedang mengincar terjadinya aksi massa pasca pemilu 2019 sebagai momentum untuk melakukan serangan. Secara khusus Al Chaidar menyoroti ancaman aksi 'people power' yang rawan ditunggangi kelompok ini.

"Saya kira nanti saat pengumuman hasil pemilu tanggal 22 - 23 Mei 2019 itu sesuatu yang memang perlu diwaspadai betul, karena kalau memang terjadi penumpukan massa atau kerusuhan mereka akan tidak segan-segan menjadikan itu sebagai momentum untuk lakukan serangan," kata Al Chaidar saat dihubungi oleh ABC Indonesia di Jakarta.

BACA JUGA: Sakdiyah Maruf: Indonesia Penuh Lelucon Politik, Saatnya Komedi Memimpin

Lebih lanjut Al Chaidar memaparkan mengingat kekalahan besar ISIS di banteng Bhageus di Suriah, Al Chaidar memperkirakan kelompok JAD Lampung sedang menghabiskan sisa-sisa sumber daya mereka dan berencana melakukan serangan secara penuh dan frontal. Photo: Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan aksi massa pasca pemilu menjadi momentum yang dinanti jaringan kelompok teroris untuk menjalankan rencana serangan mereka terhadap musuh utama mereka aparat kepolisian. (Suara.com)

Serangan itu sendiri merupakan aksi balasan atas peristiwa penembakan brutal di Mesjid Christchurch, Selandia Baru pada pertengahan Maret 2019 lalu yang menewaskan 51 orang.

Namun Al Chaidar mengatakan meski potensi ancaman tetap harus diwaspadai, sejauh ini belum ada sinyal jaringan kelompok teroris JAD Lampung akan merencanakan serangan terhadap kelompok non muslim seperti serangan bom bunuh diri di Sri Lanka baru-baru ini.

Sebaliknya, rencana serangan ini masih ditujukan aparat kepolisian atas keberhasilan kepolisian menggagalkan rencana serangan mereka sejak beberapa tahun terakhir.

"Di Indonesia dendam kesumat mereka masih kepada polisi, mereka memanfaatkan musim pemilu ini sebagai momentum dimana banyak polisi dikerahkan dan polisi sedang dalam posisi yang vulnerable jadi mudah diserang."

"Rencana mereka mau merebut senjata dengan terlibat dalam kerusuhan pemilu untuk agenda mereka sendiri." tambahnya.

Menyikapi ancaman ini, Al Chaidar menilai pemerintah dan aparat terkait perlu secara serius merespon isu kecurangan pemilu dan ancaman aksi massa atau gerakan 'people power' yang digaungkan sejumlah kalangan bisa dicegah.

Sehingga kelompok teroris tidak bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk kepentingan agenda mereka.

"Jangan sampai terjadi kondisi yang keruh seperti kerusuhan, itu mereka akan berada di front terdepan untuk jadi 'free rider' dalam menunggangi peristiwa tersebut untuk kepentingan agenda mereka." katanya.Tiga terduga teroris ditangkap

Rencana serangan kelompok JAD Lampung ini terungkap dari penangkapan 3 orang terduga teroris oleh tim densus anti teror Polri di Bekasi, Jawa Barat dan Tegal, Jawa Tengah pada akhir pekan kemarin.

Dua orang teroris pertama berinisial SL (34) dan AN (20) ditangkap dalam operasi penggerebekan yang dilakukan Sabtu (4/5/2019 di dua lokasi berbeda di Bekasi, Jawa Barat.

Di hari yang sama pada siang harinya tim Densus 88 juga berhasil menangkap teroris berinisial MC (28) di Jalan Waringin, Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Tegal, Jawa Tengah.

Dari pengembangan penangkapan ini, tim Densus 88 kemudian pada Minggu (5/5/2019) kembali melakukan penggerebekan pada terduga teroris lainnya di Bekasi, Jawa Barat.

Dalam operasi ini sebenarnya berhasil diamankan dua orang terduga teroris, namun salah satunya berhasil meledakan diri saat dilakukan pengejaran oleh petugas.

Sebelumnya dalam rilisnya kepada media di Jakarta, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan ketiga teroris itu merupakan bagian dari jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Lampung.

Mereka diduga akan melakukan amaliyah dengan sasaran anggota Polri yang tengah bertugas mengamankan Pemilu 2019 di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Kelompok tersebut akan melakukan amaliah dengan sasaran anggota Polri saat Pemilu. Saat ini kasus tersebut dalam pengembangan oleh tim gabungan," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, Sabtu (4/5/2019).

Jaringan teroris JAD Lampung ini terkuak sejak polri melakukan penangkapan terhadap teroris RIN di Panengahan, Kedaton, Bandar Lampung pada 9 Maret 2019 lalu.

Dari penangkapan ini kemudian tim densus 88 Polri berhasil menangkap teroris Husain alias Abu Hamzah yang belakangan diketahui memiliki kaitan dengan jaringan teroris yang terbagi ke beberapa wilayah yakni Sibolga, Tanjung Balai, Lampung, dan Klaten.

Sejak Maret lalu, Densus 88 Antiteror sudah menangkap 11 orang terduga teroris dari jaringan kelompok tersebut.

Simak berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Saat Caleg-caleg Anti Muslim dan Anti LGBT Berguguran di Australia

Berita Terkait