Aktivis Perempuan Berharap RUU TPKS Disahkan Terburu-buru

Senin, 04 April 2022 – 23:59 WIB
Gedung DPR RI di kawasan Senayan, Jakarta. ilustrasi Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Aktivis perempuan Vivi Widyawati berharap pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di DPR dilakukan secara mendalam dan tidak dilaksanakan secara terburu-buru.

Vivi mengatakan bahwa tim perumus sebaiknya memperdalam pembahasan aturan tersebut setelah digelarnya rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS di DPR, pada Sabtu (2/4).

BACA JUGA: Kawal Sejak Jabat Menko PMK, Puan Dinilai Punya Momentum Sahkan RUU TPKS

"Jangan terburu-buru," kata aktivis dari Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban (JPHPK) kepada wartawan, Senin (4/4).

Walakin begitu, Vivi mengapresiasi pembahasan RUU TPKS yang cukup progresif karena sudah memasukkan beberapa bentuk kekerasan seksual yang sebelumnya hanya ada 5.

BACA JUGA: Keinginan Publik terhadap UU TPKS Menguat, Rerie: DPR Harus Segera Merealisasikan

"Jadi, yang dulu lima pasal, sekarang sudah ada tambahan pasal baru, yaitu pasal perbudakan seksual dan pemaksaan perkawinan, ini sebuah capaian yang progresif,” kata Vivi.

Sementara itu, Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Titi Anggraini mengaku sudah melihat perkembangan positif dalam pembahasan RUU TPKS.

BACA JUGA: Mbak Rerie: Jadikan Ramadan untuk Bangkit Bersama dari Dampak Pandemi

Semisal, diakomodirnya substansi yang cukup progresif dan menunjukkan keberpihakan pada korban.

“Diperluasnya ruang lingkup kekerasan seksual dari semula lima bentuk menjadi lebih lengkap cakupannya, dimasukannya korporasi sebagai pelaku, serta pengakuan terhadap pendamping korban secara eksplisir merupakan perkembangan positif dari dinamika pembahasan RUU TPKS,” terang Titi kepada wartawan, Senin.

Dirinya berharap DPR bisa komprehensif mendengar masukan kelompok masyarakat sipil berkaitan dengan restitusi yang bisa memberikan manfaat dan keadilan bagi para korban.

Selain itu, kata Titi, janji menyinkronisasi pengaturan dalam RUU KUHP, khususnya menyangkut tindak pidana perkosaan, harus benar-benar dikawal.

"Jadi, biar tidak melemahkan substansi dan semangat yang dibawa oleh RUU TPKS ini,” ungkap Titi.

Sebelumnya, Panja RUU TPKS menyepakati delapan jenis kekerasan seksual. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 4 Ayat 1 RUU TPKS.

Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, "Tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, dan pelecehan seksual berbasis elektronik".

Ketua DPR RI Puan Maharani sebelumnya menyadari banyak pihak mempertanyakan RUU TPKS tak kunjung disahkan saat menemui aktivis perempuan mengenai rancangan aturan itu pada 12 Januari lalu

Legislator Fraksi PDI Perjuangan itu menyebut tidak ada upaya-upaya penjegalan RUU TPKS, melainkan rancangan aturan itu perlu melewati beragam mekanisme dan pertimbangkan sebelum diselesaikan.

“Saya, kan, yang juga ada di depan meminta supaya RUU TPKS ini bisa segera dibahas. Namun, ya, saya juga tidak mau menerjang atau kemudian melompati mekanisme yang ada,” ujar Puan setelah menerima audiensi aktivis perempuan.

Mantan Menko PMK itu menyebut lamanya pembahasan RUU TPKS agar produk hukum yang dihasilkan maksimal dan bisa mencegah serta memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.

"Ini bukan masalah harus cepat atau harus buru-buru, tetapi yang paling penting adalah yg bermanfaat untuk mencegah dan melindungi korban-korban kekerasan khususnya perempuan dan anak,” ujar Puan. (ast/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gagasan Indonesia Soal Isu Perempuan Banyak Diapresiasi Delegasi Sidang IPU di Bali


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler