jpnn.com, PALEMBANG - Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) periode 2008-2018 Alex Noerdin kembali menyandang status tersangka korupsi.
Alex Noerdin kini resmi menyandang status tersangka korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.
BACA JUGA: Alex Noerdin, Hasan Aminuddin, dan Saiful Ilah
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumsel Khaidirman mengatakan Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil temuan tim penyidik terhadap pemeriksaan saksi dan para terdakwa dalam kasus tersebut.
Dia menuturkan penyidik menemukan bahwa pencairan dana hibah senilai Rp 130 miliar itu tidak sesuai dengan prosedur.
BACA JUGA: Berkas Lengkap, 2 Tersangka Korupsi Masjid Raya Sriwijaya segera Disidang
"Ditemukan kalau proses pencairan dana hibah itu tidak sesuai dengan prosedur," kata dia di Palembang, Rabu (22/9).
Oleh karena itu, lanjut Khaidirman, Alex Noerdin yang saat itu menjabat gubernur Sumsel bertanggung jawab atas pencairan dana hibah senilai Rp 130 miliar.
BACA JUGA: Kejati Sumsel Bidik Tersangka Baru Korupsi Dana Hibah Pembangunan Masjid Sriwijaya
Dana itu dicairkan dengan dua termin.
Pada termin pertama di 2015 senilai Rp 50 miliar.
Kemudian, pada termin kedua di 2017 sebesar Rp 80 miliar.
Sumber dananya dari APBD untuk pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.
Selain Alex Noerdin, dalam kasus tersebut Kejati Sumsel juga menetapkan mantan Bendahara Umum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Negara (BPKAD) Laoma L Tobing sebagai tersangka.
"Laoma ditetapkan sebagai tersangka lantaran dia yang mencairkan dana hibah tersebut, lalu untuk Muddai sebagai pihak yayasan yang menerima dana hibah itu," ujanya Khaidirman.
Dengan ditetapkannya tiga tersangka itu, maka total yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Masjid Sriwijaya sudah lima orang.
Mereka ialah Ahmad Nasuhi, mantan Kepala Biro Kesra Pemprov Sumsel, serta Mukti Sulaiman, bekas Sekretaris Daerah Sumsel.
Lalu ada empat orang yang berstatus terdakwa dan sudah disidangkan Pengadilan Negeri Palembang, yakni, Eddy Hermanto, mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya, Dwi Kridayani KSO PT Brantas Abipraya - Yodya Karya, Syarifudin, Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, dan Yudi Arminto, Project Manager PT Brantas Abipraya.
"Jadi total keseluruhan ada sembilan orang," tegasnya.
Sebelumnya, pemberian dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya ternyata maladministrasi terungkap oleh saksi dalam sidang lanjutan pembuktian tindak pidana korupsi terhadap empat terdakwa (Edi Hermanto, Syarifudin, Yudi Arminto dan Dwi Krisdayani) di Pengadilan Negeri Palembang, Sumsel, Selasa (7/9).
Dalam persidangan yang diketuai Hakim Sahlan Effendi itu, tiga dari 11 saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sumsel mengungkapkan bahwa benar pemberian dana hibah dilakukan tanpa dokumen proposal dan pembahasan terpadu.
Saksi Suwandi, tim verifikasi dokumen Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, mengatakan pemberian dana hibah pembanguan masjid itu dilakukan tanpa dibekali oleh proposal permohonan dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya selaku penyelenggara pembangunan.
“Tidak ada proposalnya tapi sudah cair dana hibah senilai Rp50 miliar,” katanya.
Dia menjelaskan hal tersebut diketahui saat dirinya diperintah oleh Kepala Biro Kesra Ahmad Nasuhi (terdakwa) untuk melakukan verifikasi dokumen pencairan dana hibah pembangunan masjid tersebut tahun 2015.
Saat memverifikasi dokumen itu, dia mendapati bahwa Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sama sekali belum pernah menerbitkan proposal permohonan pembangunan ke Pemprov Sumsel.
“Saya aneh juga bisa begitu,” cetusnya.
Lalu, saksi Agustinus Toni, mantan staf di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sumsel, mengatakan ada dua tahap pencairan dana hibah untuk masjid itu, yaitu termin pertama pada 2015 senilai Rp 50 miliar dan termin kedua pada 2017 senilai Rp 80 miliar.
Namun, dari dua tahap pencairan itu, sama sekali tidak ada pembahasan sebelumnya bahkan tak termasuk dalam RKPD saat itu.
Sebab, lanjut dia, semua sudah ditangani oleh kepala BPKAD.
"Saya hanya menjalani perintah, yang mulia. Semua usul selalu disetujui oleh Ketua BPKAD atas nama Laoma L Tobing," ungkapnya.
Lalu, saat dana hibah itu cair, penyidik mendapati alamat rekening atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang itu beralamat di Jalan Danau Pose E 11 Nomor 85 Jakarta, sekaligus juga merupakan alamat rumah Lumasiah selaku wakil seketaris Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang berstatus sebagai saksi.
Padahal, dalam aturannya pemberian dana hibah bisa dilakuan bila penerima berdomisili di Sumsel.
Sementara, nama Alex Noerdin sudah mencuat dalam surat dakwaan JPU Kejati Sumsel dalam sidang terhadap empat terdakwa yang sudah ditetapkan lebih dulu di PN Palembang, Selasa (27/7).
Saat itu, JPU menyebut yang bersangkutan patut diduga menerima dana senilai Rp 2.343.000.000 serta sewa ongkos helipoter senilai Rp 300.000.000, sehingga total senilai Rp 2.643.000.000.
Dana itu ditelusuri dari dana operasional pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tahun 2015 senilai Rp 50 juta yang diserahkan Arminto, Project Manager PT Brantas Abipraya, dan PT Kodya Karya melalui Ketua Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, Syarifuddin.
Para tersangka dan terdakwa disebut telah melanggar Pasal 2 Juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sekadar informasi, sebelumnya Alex Noerdin juga sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi jual beli gas PT Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy