jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih menunjukkan surplus pada akhir Juli 2022.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menyebut surplus APBN sebesar Rp 106,1 triliun atau 0,57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
BACA JUGA: Kurangi Beban APBN dengan Membenahi Mekanisme Penyaluran Subsidi
"Karena pendapatan negara yang tumbuh cukup tinggi, APBN kita masih menghadapi surplus sampai akhir bulan Juli, bukan defisit," ungkap Febrio dalam acara Tanya BKF secara daring di Jakarta, Senin (8/8).
Adapun surplus anggaran negara didapat dari pendapatan negara sebesar Rp 1.551 triliun, yang lebih tinggi dari belanja negara sebanyak Rp 1.444,8 triliun.
BACA JUGA: Ajun: Syarat Gaji dari APBN/APBD Mengancam Honorer, Bakal Banyak yang TumbangÂ
Menurut Febrio, realisasi pendapatan negara itu berhasil tumbuh 21,2 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), sedangkan belanja negara naik 13,7 persen (yoy).
Pendapatan negara pada bulan lalu meliputi penerimaan perpajakan senilai Rp 1.213,5 triliun atau tumbuh 24,4 persen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 337,1 triliun atau meningkat 11,4 persen (yoy).
BACA JUGA: Honorer K2 yang Gajinya Bukan dari APBN dan APBD Bisa Masuk Pendataan?
"Penerimaan perpajakan didapat dari penerimaan pajak yang berhasil melesat 25,8 persen (yoy) menjadi Rp 1.028,5 triliun serta penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp 185,1 triliun atau meningkat 17,7 persen (yoy)," ujar Febrio.
Febrio menuturkan belanja negara meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.031,2 triliun atau tumbuh 18,5 persen (yoy) dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 413,6 triliun atau meningkat 1,7 persen (yoy).
Realisasi belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga (k/l) sebanyak Rp 513,6 triliun atau menurun 11,4 persen (yoy) dan belanja non k/l sebesar Rp 517,6 triliun atau tumbuh signifikan 62,3 persen (yoy).
Peningkatan belanja non k/l tersebut antara lain meliputi belanja subsidi yang senilai Rp 116,2 triliun atau tumbuh 17,5 persen (yoy) serta kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik yang telah digelontorkan Rp 104,8 triliun atau melesat 512,7 persen (yoy).
Lebih lanjut, pembayaran subsidi dan kompensasi akan terus berjalan hingga akhir tahun sehingga proyeksi defisit APBN akan tetap ke arah 3,92 persen dari PDB pada 2022 atau lebih baik.
"Semua ini akan terus kami pantau, apakah kami bisa menjaga penerimaan negara tetap tumbuh kuat dan belanja kami harus pastikan seefisien mungkin dengan belanja yang lebih baik atau spending better," tuturnya.
Kemenkeu menambahkan realisasi pembiayaan anggaran terkontraksi 16 persen (yoy) atau tercatat sebesar Rp 196,7 triliun.
"Keseimbangan primer tumbuh negatif 23,9 persen mencapai Rp 316,1 triliunm," ungkap Febrio.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul