Ali Ghufron: Kemampuan Manajerial di Perguruan Tinggi Rendah

Senin, 20 Mei 2019 – 19:16 WIB
Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Prof Ali Ghufron Mukti. Foto: Esy/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Prof Ali Ghufron Mukti mengungkapkan, kemampuan leadership para dosen maupun rektor di Indonesia masih rendah.

Banyak dosen yang diberikan tambahan tugas jadi pimpinan rektor, kemampuan manajerialnya rendah. Mereka hanya mengandalkan dana dari mahasiswa dan tidak punya inovasi. Akibatnya, kualitas perguruan tinggi berjalan di tempat.

BACA JUGA: Teliti Penyakit Menular di Indonesia, Inggris Siapkan Rp 32 Miliar

"Dosen-dosen yang diberikan tugas tambahan jadi pimpinan perguruan tinggi dan para rektor jarang mendapatkan pelatihan leadership. Ini akan mengganggu peningkatan kualitas perguruan tinggi," kata Ghufron di kantornya, Senin (20/5).

Dia menegaskan, pemimpin menjadi ujung tombak yang menentukan keberhasilan suatu organisasi. Begitu pula yang terjadi dalam pendidikan tinggi. Peran rektor atau direktur menjadi kunci keberhasilan suatu perguruan tinggi.

BACA JUGA: Nasir Dorong Perguruan Tinggi PBNU Buka Fakultas Kedokteran

Dengan demikian apa yang dihasilkan, baik itu lulusan, riset, dan inovasi bisa memberikan nilai tambah bagi pembangunan nusa dan bangsa.

BACA JUGA: Peringatan Menristekdikti kepada Mahasiswa soal Aksi 22 Mei

BACA JUGA: Menristekdikti: Pembangunan Pendidikan Berkualitas jadi Target SDGs

Dia menyebutkan, dari 4.741 perguruan tinggi di Indonesia, tidak semuanya memiliki seorang pemimpin atau leader yang kuat. Di sisi lain, permasalahan utama yang dihadapi pendidikan tinggi saat ini, meliputi akses, kualitas, pemerataan, dan keadilan. Krisis kepemimpinan pun tak jarang justru kian membuat persoalan semakin kompleks karena masalah internal perguruan tinggi.

"Dosen-dosen di Indonesia fokusnya ngajar, ngajar, ngajar sehingga melupakan waktunya untuk mengembangkan diri. Makanya sulit mencari bibit-bibit pemimpin perguruan tinggi yang hebat," terangnya.

Seorang rektor atau direktur di suatu perguruan tinggi, lanjut Dirjen Ghufron, harus mampu memobilisasi dan menggerakkan gerbong universitas yang dipimpinnya ke sebuah titik yang menjadi tujuan. Oleh sebab itu, wajib bagi pemimpin untuk mengetahui visi, misi, serta program-program yang akan dijalankan. Tak hanya itu, pemimpin juga patut memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni untuk menyampaikan ide-ide dan gagasannya, baik kepada seluruh sivitas akademika maupun di stakeholder di luar kampus.

“Seorang pemimpin adalah panutan, apa yang diucapkan adalah apa yang dikerjakannya. Mereka harus mampu meramalkan minimal 10 tahun apa yang akan terjadi, dan dia mengerti posisinya sudah berada di mana, lalu akan dibawa ke mana. Tak hanya itu, prediksinya pun harus akurat sehingga dari pandangan tersebut dia dapat memutuskan strategi yang tepat dalam memobilisasi juga mengelola sumber daya yang dimiliki,” bebernya.

Dengan amanah yang harus diemban oleh seorang pemimpin tersebut, Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti tahun ini kembali memberikan penghargaan tertinggi bagi para akademisi melalui ajang Academic Leader Awards 2019.

Penghargaan ini tidak hanya diperuntukkan bagi para rektor atau direktur perguruan tinggi, tetapi juga kepada para dosen dan peneliti yang memiliki prestasi inovasi yang luar biasa. Bahkan, mereka juga memiliki followers yang menjadikannya sebagai role model di bidang keilmuannya. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Peringati Hari Kesiapsiagaan Bencana, Kampus Diminta Simulasi Serentak


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler